Harapan

2 1 0
                                    

"^"

"Pagi ka," sapa ria pagi ini. Wajahnya sekarang sudah lebih cerah dibanding saat terakhir aku melihatnya ketika kejadian pemaksaan oleh alex di parkiran itu.

"Pagi juga ria," sapaku kembali padanya. Sapanya itu membuatku tersenyum kembali, menimbulkan semangat dengan penuh harap. Semoga harapku kali ini tak berujung kecewa lagi.

Entah rasanya kalimat yang kak hadi bilang itu benar, aku memang belum bisa move on dari nya. Sudahlah, usahaku kali ini tak perlu diharapkan berlebih, karena sejatinya yang berlebihan itu gak baik.

***

Bel istirahat berbunyi, aku bergegas menuju kantin Bi Darmi. Ya, karena urusan perut kalau bukan, mau urusan apa lagi?.

Aku menuju kantin Bi Darmi sendirian, sedangkan aria masih sibuk di kelas dengan tugasnya dan si fais pun masih sibuk nge-rank akhir-akhir ini, katanya sih mau turnament gitu.

Aku bergegas memesan makanan, sesaatnya sampai disana. Aku tak melihat ria sejauh aku berjalan menuju kantin.

Entah biasanya dia muncul di depan kelas atau ya setidaknya terlihat olehku batang hidungnya, tapi sekarang enggak sama sekali, yang jelas sekarang aku tak tau dia sedang berada dimana. Lagi pula tujuan utamaku makan, kalau ketemu ria itu cuma bonus aja.

Beberapa saat lengang, aku berdiri di depan etalase milik bi Darmi dengan melamun. Setelah menunggu beberapa saat atas pesananku, akhirnya makanan itu pun sudah bisa aku dapatkan, memang super cepat pelayanan di kantin bi Darmi dibanding pedagang lain. Maka dari itu aku langganan di kantinnya, apalagi kalau-kalau cacing perut udah pada demo gak karuan. Wuh, langsung gercep ke kantin ini.

"Ini pesenannya," ujar bi Darmi ramah. "Makasih ya bi," ujarku seraya menerima makanan yang disodorkan itu.
*
Aku pun kemudian mencari tempat duduk, terlihat di kantin sudah mulai ramai, sehingga membuatku bingung mau duduk dimana.

Mataku melirik, mencari tempat yang masih kosong, layaknya mata elang yang hendak menerkam mangsanya. Lagi pula perutku sudah mulai berbunyi, tanda cacing di perut udah minta diisi oleh asupan makanan.

Tak lama, mataku tertuju pada ujung kantin sebelah utara, ya disana aku melihat ria sedang duduk bersama natalie. Pantas saja tadi di kelas gak ada, ternyata orangnya disini.

Tanpa berpikir panjang aku menuju ke arah mereka. Ya, mau apa lagi, mau makan pastinya. Lagian bangku lain sudah mulai penuh.

"Hai ri, nat" sapaku mendekati mereka berdua. "Eh kak randju," ujar ria dan natalie berbarengan seraya menengok ke arahku.

"Kakak boleh duduk disini enggak?," tanyaku langsung to the point. "Oh boleh ka," ujar natalie terbata, setelah ia meminum es teh di gelasnya yang tinggal seperempat. Sedang ria hanya terdiam.

Setelah dipersilahkan, akupun langsung duduk tanpa basa-basi lagu. Aku bergegas melahap makanan yang sudah ada di depanku, ya, mau apa lagi, kan tujuannya kesini emang mau makan.

Baru saja beberapa suap aku mengunyah makanan, atau bahkan pencernaan kayaknya belum sampai di lambung, natalie berdiri sehingga membuatku menatap kearahnya dengan terkejut. Aku tersedak dan bergegas meminum air disampingku.

"Mau kemana kamu nat?," tanyaku pada natalie. "Eh kak, ri, aku ke toilet dulu ya," ujarnya sambil memegangi perutnya. "Emang kamu udah selesai makannya?," tanyaku memastikan, soalnya terlihat piring milik natalie masih ada sisa.

"Oh itu kak, udah kok, duh udah gak tahan nih," ujarnya dengan nada menahan buang air. "Yaudah sana nat, nanti keburu keluar lagi," ujarku membuat ria di sampingku tertawa kecil.

Ku Gantung Harapanku di Sebatas Patok Tenda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang