13. Rajut dan Lepas

7.2K 1.2K 138
                                    

Semoga kalian sabar yaaa. Aku memang sesantai itu. 😁😁🙏🙏

Enjoy and thank you.

OooO

Langkah Ayumi tanpa didasari sebuah rencana yang masak. Berpegangan nekat dan mengharapkan kebaikan takdir, siapa yang mengira bahwa ternyata semudah ini menggenggam Argantara dalam cengkeramannya. Masa lalu mereka yang sekelumit itu, ternyata diartikan begitu banyak oleh Argantara. Peristiwa yang bahkan bisa dengan mudah Ayumi abaikan, rupanya dijadikan patokan besar untuk hidup kakak Anyelir itu.

Kadang ketika Argantara menatapnya penuh harap lalu senyum tiba-tiba terbit di bibirnya, hati Ayumi diserbu setitik rasa bersalah. Entah kenapa, Ayumi merasa Argantara adalah orang yang tulus. Dia mungkin menyukai wanita berdada besar, tapi belum sekalipun Ayumi melihat laki-laki itu bermain dengan wanita manapun layaknya penjahat kelamin seperti yang Reni tuduhkan.

Argantara memang terlihat mirip buaya di depan Ayumi dengan tingkahnya yang meminta cium, asal peluk, juga rayuan-rayuan receh yang beberapa kali membuat Ayumi berdesir, namun dengan gadis lain Argantara terlihat acuh tak acuh. Tak terhitung berapa banyak wanita di kantor ini yang terang-terangan ingin memiliki kesempatan dekat dengan sang direktur itu. Tapi kembali lagi, Argantara hanya kalem, bersikap seadanya, dan seolah tak pernah melihat tatapan penuh damba para barisan pengagumnya.

Tapi sebagus apapun tingkah Argantara sekarang, itu tetap tak merubah kenyataan bahwa dia telah membakar habis harapan hidup seorang Alina.

"Semalam kemana, Ay?"

Tidak ada kursi di hadapan, jadi Argantara duduk seenaknya saja di sudut meja kerja Ayumi. Dia memasang wajah seolah merajuk. Sambil diam, Ayumi berpikir jawaban terbaik untuk diberikan pada bosnya.

Semalam, Ayumi memang sengaja mengabaikan telepon laki-laki itu. Sekadar cek ombak dan ingin tahu, akan sepusing apa laki-laki ini kalau Ayumi tak menggubrisnya barang sedikit. Dan agaknya, Ayumi patut senang. Argantara hari ini terlihat seperti kurang tidur. Tiba ke kantor, bukannya masuk ke ruangan, dia malah menunggu Ayumi secara spesial di mejanya. Seolah dia pergi ke kantor bukan untuk bekerja melainkan menuntut penjelasan.

"Ah, iya. Maaf. Tadi malam saya sudah tidur, Pak."

"Jam delapan udah tidur? Serius?"

"Iya."

Argantara menghela napas. "Kukira kamu marah atau kenapa."

"Marah untuk apa memangnya, Pak?"

"Ya siapa tahu, karena saya memaksakan kehendak soal pacaran ke kamu."

Ayumi duduk di kursinya. Menatap wajah Argantara dari posisi sedikit di bawah begini, membuat Ayumi paham alasan mengapa Alina tetap bertahan meski beberapa kali diabaikan. Dia setampan itu memang.

"Bukan masalah buat saya, Pak. Saya mengerti kalau bercandaan Bapak pun ada buat melindungi saya," jelas Ayumi dengan tenang.

Bibir Argantara merengut ringan. "Ngomong-ngomong, saya nggak suka kamu masukkan pernyataan saya sebagai sebuah bercandaan. Saya nggak pernah asal kalau bicara. Ketika saya bilang A maka itu adalah A. Ketika saya bilang kita pacaran, menurut saya kita memang pacaran. Lagipula, saya sudah cium kamu. Rasanya itu sudah jadi bukti kuat kalau saya benar-benar tertarik sama kamu. Jadi mari buat ini sederhana. Ayumi, apa kamu keberatan dengan status pacar yang saya tawarkan?"

Untuk ukuran pemikir strategi, ucapan Argantara memang sangat meyakinkan. Dia tidak perlu kalimat manis, rayuan menjerumuskan, atau bahkan berlutut membawa bunga, demi membuat seseorang memercayai semua hal yang keluar dari mulutnya. Begini saja—dengan wajah datar namun mata penuh keseriusan—Ayumi sudah menangkap niat besar dari laki-laki itu.

Lempar Dendam Sembunyi Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang