18. Ujung Rasa Muak

6.3K 1.1K 78
                                    

Hallo lagiiiiii.

Setelah sekian lama, maaf baru bisa balik ya. Aku nulis berdasarkan mood saja, sebulanan kemarin kok ternyata moodku kesita sama hal lain. Tapi jangan khawatir, pasti aku tamatin kok. Udah kebayang sampai ending, sisa dimantapin aja. Cukup doakan selalu sehat sama jangan lupa semangat lewat vote dan komennya yaa.

Terima kasih banyak.
Luv.

OooO

Itu kenapa Ayumi tak pernah juara kelas. Otaknya memang ada, hanya saja butuh waktu lama dan perlu diberi berbagai macam rangsangan untuk bisa digunakan sebagaimana mestinya. Harusnya sejak awal, Ayumi ikut mewaspadai koloni musuhnya dan bukannya asal tancap gas saja. Dia harusnya paham Argantara adalah orang besar, dan dia yang kecil harusnya menyiapkan jalan tikus kalau-kalau topengnya tersingkap.

Sekarang, setelah tujuh bulan berlalu dia bermain-main, Ayumi hanya seorang diri sementara Argantara punya sederet koloni ampuh. Ayumi berharap lepas tanpa tuntutan, tapi mana mungkin bisa? Bukan saja menyakiti Argantara, Ayumi bahkan pernah membuat Furni Perkasa gonjang-ganjing. Orang-orang semacam jaksa dan kapolres, pasti akan sangat mudah menjebloskannya ke bui. Berapa lama kira-kira?

Itu bahkan bukan bagian yang terburuk. Ayumi masih yakin kekecewaan ibunya adalah kiamat besar yang sesungguhnya. Lani adalah serupa malaikat, tahu bahwa gadis kecil yang dia didik berakhir jadi narapidana dengan segala macam dakwaan, pastilah membuat wanita tua itu kehabisan hati. Lani mungkin tak sampai mendepaknya dari rumah dan kartu keluarga, hanya saja, Lani benar-benar akan terluka dan menyalahkan diri sendiri. 

Ayumi menghela napas berat dan mengetuk-ngetukkan kepalanya di atas meja. Dia benar-benar stres. Otaknya sudah serupa rapat besar yang punya seratus pendapat. Ayumi tak tahu opsi mana yang harus dia pilih untuk mencapakkan Argantara dan meninggalkan luka menganga di hati laki-laki itu, namun dalam satu waktu dia tetap selamat.

"Hei, kepala cantik kesayanganku jangan dijeduk-jedukkin." Pekikan itu membuat Ayumi berhenti mengantukkan kepala. "Kenapa sih, Sayang? Sini cerita ke aku."

Justru dia adalah sumber masalahnya. Ayumi merengut tipis, kesal dengan akal-akalan takdir yang harus dia jalani. Kenapa juga Argantara tidak jadi laki-laki brengsek dan penipu seutuhnya saja? Kenapa dia harus jadi sangat baik dalam ingatan masa belianya? Kenapa di masa sekarang Argantara terlihat seperti malaikat padahal untuk Alina dan orang tuanya, laki-laki ini tak lebih dari pengkhianat?

Argantara menutup pintu ruangannya. Satu tas kerjanya yang tipis namun terlihat mahal, sudah tersampir di pundak. "Kenapa?" kejar Argantara lagi.

"Kangen ibu aja," sahut Ayumi sebab tidak mungkin untuk menceritakan hiruk pikuk dalam otaknya.

"Akhir pekan aku antarin pulang, gimana? Sabtu sore kita berangkat. Minggu malam kita balik. Atau kalau memang kamu belum puas, kita bisa balik senin subuh. Terlambat sedikit nggak apalah. Aku bosnya. Kamu calon nyonya. Siapa juga yang berani protes," tutur Argantara panjang lebar yang diakhiri dengan sebuah seringaian.

Itu ide yang sangat buruk. Teringat akan mudahnya Lani ketika menyukai Reza, bukan tidak mungkin hal serupa akan terjadi pada Argantara. Terlebih, laki-laki berkemeja biru malam ini orang marketing. Lidahnya manis sekali, kalau sedang mengusahakan sesuatu. Sebaliknya, ibunya adalah orang dengan hati selembut kapas. Didengarkan cerita masa kecil mereka yang cuma sebait itu, pasti Lani akan langsung terkesan dan restu akan langsung disahkan.

Tidak. Terima kasih. Ayumi tak akan pernah membawa Argantara ke hadapan ibunya.

"Lupakan. Cucianku numpuk di akhir pekan. Lebih baik nyuci ketimbang berkendara jauh."

Lempar Dendam Sembunyi Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang