29. Hadiah Sekuning Matahari

12.8K 1.5K 80
                                    

Kenyataannya Ayumi tak bisa mundur, pun sama halnya dia tak bisa maju dengan mengharapkan apapun. Berbulan-bulan berlalu, hubungannya dengan Argantara stuck di situ saja. Anjani masih belum menerimanya, sementara Lani makin gencar bertanya perkembangan. Belum lagi, itu harus diperparah dengan jajaran mimpi indah soal keluarga bahagia yang terus saja Argantara ocehkan. Kepala Ayumi serasa mau pecah. Hatinya semakin berdarah-darah.

Gadis itu makin lelah. Otaknya makin kusut saja seiring banyaknya hal yang harus dipikirkan. Akhir-akhir ini, Ayumi yang kaku jadi makin lupa cara tersenyum. Kebiasaannya sekarang melamun, bertopang dagu, dan sesekali menghela napas berat. Seolah keadaan ini sungguh membuatnya berada di batas ambang waras.

"Tahu, kenapa aku suka banget sama nasi goreng?"

Pada Argantara, Ayumi menggeleng pelan. Mereka tidak sedang makan nasi goreng saat ini tapi agaknya laki-laki itu bermaksud menyampaikan sesuatu.

"Karena sepanjang aku tahu, cuma nasi goreng yang bisa mama masak. Meski nggak yang enak banget, tapi rasanya masih bisa dimakan. Sayang sekali, Mama memang nggak hobi dapur. Kalau lagi kesurupan aja, dia tiba-tiba masakin aku nasi goreng. Jadi, itu kenapa aku sering beli makanan ini di luar. Sekadar ngobatin rasa rinduku untuk hal seremeh masakan Mama."

Dari pengakuan itu saja, sudah bisa menggambarkan seberapa besar cinta Argantara pada ibunya. Itu juga seperti penegasan bahwa alasan manapun yang Ayumi pilih, haruslah aman bagi hubungan ibu dan anak ini. Masalahnya adalah Ayumi belum menemukan alasan paling benar untuk pergi dari hidup Argantara tanpa harus membuat laki-laki ini membenci ibunya.

Sempat terpikirkan dalam otak Ayumi untuk mengulang trik selingkuh. Itu sangat gila, tapi pastilah akan berjalan sangat efektif untuk membuat hubungan ini karam. Mudah saja untuk mendapatkan laki-laki yang bisa dia ajak berperan, Ayumi punya beberapa kenalan di kantornya yang baru. Yang jadi perkara hanya, Ayumi tak bisa melukai Argantara lagi. Sungguh, Ayumi tak sanggup melihat kekecewaan di mata hitam kelam kesayangannya itu.

"Dan aku harus bersyukur sekali karena calon istriku rupanya nggak payah macam mamaku. Dia bisa masak apapun, meski kadang ada yang overcook, keasinan, atau malah pedes bukan main." Argantara sengaja mengejek. Matanya penuh akan binar jahil. "Makasih, Sayang ya. Masakanmu siang ini, bikin aku makin nggak sabar ngajak kamu kawin lari."

"Jangan mulai." Ayumi memperingatkan dengan sorot mata tajam. Dia kesal kalau Argantara mulai membawa-bawa topik kawin lari.

"Habisnya aku capek."

Ayumi juga. Ayumi juga lelah batin. Tapi mana bisa dia mengeluh di saat dia jelas tahu satu keluh kesahnya bisa saja membuat menara kesabaran Argantara rubuh.

"Terus, maunya gimana? Mau nyerah?"

Argantara sontak meletakkan sendok di tangannya. "Nah. Aku paling benci, kalau kamu selalu balas kayak gini. Seolah-olah, kita itu kayak beda misi. Aku dengan gimana caranya supaya bisa cepet nikah, biarpun itu harus dengan ide gila sekalipun. Sedangkan kamu, cuma pasrah hanya buat nunggu kapan aku mau nyerah."

Nyatanya itu adalah yang sedang terjadi saat ini. Ayumi tak berkutik ketika Argantara menatapnya dengan penuh tuduhan. Ayumi cuma bisa bergeming ketika laki-laki itu berbalik padahal setengah dari nasi dalam piringnya masih menggunung. Napas gadis itu terasa sesak. Dia seperti ingin menangis, supaya himpitan dalam rongga dadanya bisa berkurang. Tapi sekali lagi, Ayumi tak bisa melakukan itu.

Ayumi cuma bisa menyarangkan beberapa pukulan ke dadanya sendiri untuk membuang sesak yang memenuhi rongga. Dia pejamkan mata sejenak dan mengatur napas pelan-pelan. Mau sekalut apapun, dia harus berkepala dingin. Dia tidak boleh tampak lelah dengan hubungan ini. Dia juga harus banyak senyum. Karena cuma itu satu-satunya cara untuk membuat Argantara pulang dalam keadaan tenang.

Lempar Dendam Sembunyi Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang