21. Akhir Kebodohan

7.5K 1.3K 99
                                    

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ayumi. Mata gadis itu terus terpejam, panas menjalar-jalar hingga terasa di bawah rahanganya. Setelah itu rasa nyeri merayap hingga kepalanya terasa pening. Namun bagi Ayumi ini jauh lebih baik. Setidaknya, dia memang harus mendapatkan perlakuan semacam ini supaya tak terlalu marah pada diri sendiri.

"Sejak awal saya sudah tahu kalau kamu punya niat buruk. Tapi saya benar-benar nggak nyangka kalau kamu bisa sejahat itu sama Aga. Kurang baik apa Aga sama kamu? Kamu buta? Nggak bisa lihat semua kebaikannya? Atau kamu nggak punya hati? Sampai tega ngelakuin ini padahal Aga jelas-jelas sayang sama kamu?"

Ayumi masih terdiam kaku. Dia tak berniat menatap balik seorang Anjani.  Dari pejamnya saja, Ayumi bisa membaui aroma air mata. Dari suaranya saja, Ayumi tahu telah membuat hati seorang ibu tergores lebar. Jadi sesungguhnya, Ayumi bukan saja buta dan tak punya hati. Dia adalah iblis yang hidup bersama dendam.

"Kamu jelas tahu kalau Aga alergi udang. Dan bisa-bisanya kamu kasih makan anak saya dengan itu, Yu? Kamu mau anak saya mati?" Anjani makin histeris.

Didera kemarahan, Anjani mendorong Ayumi, hingga tubuh gadis itu terpental dan menubruk dinding rumah sakit yang terasa dingin. Itu tidak terlalu sakit, sebab ada yang lebih parah di dalam hati Ayumi. Terlebih ketika sekarang dia bisa melihat Anjani berderai dengan air mata. Sesuatu seperti telah menikam jantungnya. Hal lain sedang berusaha mengiris-iris hati.

"Tante, sudah, ya." Seorang gadis berusaha menenangkan Anjani. Dia adalah sepupu Argantara.

"Nggak bisa." Anjani membentak masih sambil tergugu. "Kenapa tidak kamu tusuk saja dia pakai pisau? Atau kamu jorokin dia dari lantai lima. Setidaknya dengan begitu, Aga bisa langsung mati dan nggak terlalu merasa dikhianati. Dia sesayang itu sama kamu, Yu. Dia percaya semua omonganmu. Setelah berkali-kali kamu kirim dia ke kondisi sulit, dia masih saja percaya sama kamu.

"Bahkan saat kamu sodori makanan mengandung udang pun, Aga masih menuruti apa maumu, kan? Bukan baru tahun ini Aga mengidap alergi, Ayumi. Itu sudah sejak dia kecil. Dia sudah bisa membedakan mana makanan yang dimasak dengan udang dan mana yang tidak dari baunya saja. Tapi lihat yang anakku lakukan. Dia tetap makan apapun dari tanganmu, sekalipun itu adalah racun."

Kaki Ayumi terasa lemah bak jelly sekarang. Perlahan saja, gadis itu merosot turun. Dia ingat ketika Argantara beberapa kali mengusap hidungnya manakala makanan itu ia sajikan di depan mata. Ayumi juga ingat ekspresi enggan dan ragu yang terukir di wajah kuyu itu. Sayangnya hati Ayumi dipenuhi karat-karat negatif. Dia hanya mengira Argantara tidak menghargainya. Dia benar-benar tak berpikir, bahwa Argantara mungkin sedang menimbang kematian yang bersiap menjemputnya.

Sekarang Ayumi tahu bahwa setan sudah seratus persen mengambil jiwanya. Dia bisa melakukan apa saja, demi membuat dendamnya terbayar. Namun sungguh, dalam hati kecilnya, Ayumi tak berniat membuat Argantara berakhir di ranjang rumah sakit seperti ini. Ayumi kira, alergi laki-laki itu hanya akan berdampak di kulit seperti yang sebelumnya. Gadis itu sungguh tidak tahu bahwa hewan sekecil udang bisa memicu banyak sekali masalah di dalam tubuh Argantara.

"Apa ini karena Alina?"

Bibir Ayumi saling tergigit. Matanya mengabur oleh kabut air mata. Masih sempat gadis itu memikirkan kebaikan Alina dan beberapa kemungkinan bahwa gadis itu juga hidup menderita. Bisa-bisanya jiwa hitam Ayumi terus mencari pembenaran bahwa dia hanya menemani Argantara memanen apa saja yang pernah dia tabur.

"Apa kamu pikir, Aga bertanggung jawab atas kematian taman pantimu itu? Apa kamu kira Aga benar-benar menghamili jalang kecil itu tapi menolak bertanggung jawab? Kamu berpikir seperti itu makanya kamu datang kemari lalu berusaha membuat hidup Aga berantakan. Ini semua rencanamu, kan? Kamu nggak benar-benar sayang sama Argantara. Kamu nggak benar-benar pengen kerja. Kamu cuma berniat membuat anakku tersiksa."

Lempar Dendam Sembunyi Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang