Hallo and enjoy ya...
OooO
"Gimana, Yu?" suara itu terdengar tak sabaran.
"Diterima."
Reni membolakan mata. Ekspresi tak percaya bercampur dengan girang bertemu di wajahnya yang sedikit menua. "Beneran kamu diterima?" tegas wanita itu lagi.
Ayumi mengangguk. Dia memainkan ujung kukunya yang mulai memanjang, sambil memikirkan banyak hal. Sedikit dari hal itu adalah tentang ibunya yang tak suka kabar lulusnya ia dalam wawancara kerja dua hari lalu. Sisanya adalah tentang kekasih brengsek Alina yang berhasil membuat Ayumi susah tidur dua malam ini.
Ketika laki-laki itu memutuskan bertanya untuk hal yang sama sekali tak berkaitan dengan pekerjaan saja sudah membuat batin Ayumi curiga. Lantas untuk alasan apa hingga kemudian laki-laki itu malah meminta bandonya?
Demi Tuhan. Rambut bos Furni Perkasa itu dipotong pendek dan rapih. Dalam situasi apapun, laki-laki itu jelas tidak akan membutuhkan bando sekadar untuk mengatur rambut. Dan lagipula kenapa harus meminta? Argantara yang seorang direktur itu harusnya bisa membeli pabrik bahkan pemiliknya sekaligus kalau mau.
"Lalu kenapa mukamu ketekuk begitu?" Reni cemberut melihat wajah Ayumi yang datar tanpa ekspresi berarti. "Harusnya kamu seneng dong. Misi kita selangkah lebih dekat."
"Setelan wajahnya Ayumi memang kayak gitu, Ma. Biarin aja," timpal Fadli sambil memasang baterai baru untuk remote televisinya.
Ayah dan ibu angkat Alina itu berbagi kikikan geli. Ayumi sendiri masih tak mengubah apapun dalam wajahnya. Karena jujur saja, dia memang sedang kesal. Sudah dua hari berlalu dan rasa dongkol itu tetap bercokol kuat. Ayumi sesungguhnya tidak rela memberikan satupun barangnya untuk laki-laki sebejat Argantara. Andai saja dia menemukan sebuah alasan yang masuk akal, pasti Ayumi akan menolak dengan ketus. Sayangnya, hari itu benar-benar tak ada alasan. Posisi Ayumi yang sangat menginginkan jabatan sekretaris itu, sungguh membuat dia kehilangan pilihan.
Padahal bando itu merupakan hadiah dari ibunya. Lebih parah lagi, Ayumi hanya membawa tiga bando—sekarang tersisa dua saja. Dan Argantara tega-teganya membuat dia harus mengeluarkan uang untuk hal yang sama sekali tak mendesak semacam ini.
"Terus rencanamu ke depan apa?" Reni bertanya lagi.
Wanita dengan rambut keriting itu benar-benar tak sungkan bertanya padahal Ayumi selalu nyaris tanpa minat ketika menyahut. Reni terlihat berusaha mendekat dengan sangat pada Ayumi. Dia bahkan sempat menawarkan satu kamar untuk Ayumi tinggali selama menjalankan misi menghancurkan kebahagiaan Argantara itu. Sayangnya, Ayumi lebih memilih kos daripada rumah ini. Jujur saja, ia tidak suka orang tua angkat Alina. Ibu Alina sangat cerewet dan ayahnya adalah pemabok musiman.
"Nggak tahu," tandas Ayumi pendek.
"Kok nggak tahu? Harusnya kamu udah punya ide-ide kasar buat hancurin hidup Arga, dong, Yu. Kamu sudah sejauh ini loh. Masa nggak punya amunisi apapun?"
"Ya memang nggak ada."
Reni membanting tubuhnya ke sofa dengan desah frustrasi. Fadli terpingkal-pingkal melihat rambut keriting istrinya makin mengembang mengerikan. Di saat yang sama, Ayumi masih memasang wajah kaku tanpa rasa tak enak sedikit pun.
Ayumi memang telah berjanji akan membalaskan dendam Alina. Namun perlu diingat bahwa Ayumi bukan sutradara atau malah penulis naskah. Ayumi tak menyusun rencana pembalasan dalam bentuk apapun. Ke depannya, dia hanya akan memanfaatkan kedekatan ia dengan Argantara sebagai permulaan dari permainan karma ini. Andai bahkan kerikil di dekat kakinya berpotensi membuat Argantara tergelincir, Ayumi akan dengan sangat halus memasang bongkahan kecil itu tepat di jalur Argantara melangkah. Kelak kalau Argantara terjatuh, Ayumi yang akan pertama kali tersenyum penuh kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lempar Dendam Sembunyi Cinta (Tamat)
Fiksi UmumAda satu kesempatan yang membuat keduanya bertemu. Satu membekas, yang lainnya hilang tersapu masa. Bertahun kemudian takdir membawa mereka untuk jadi sedekat jari dan kuku. Sayangnya, yang satu ingin memiliki yang lainnya ingin membalaskan dendam. ...