17. Kepungan

5.9K 1.1K 69
                                    

Halo, selamat malam.

Maaf sekali kalau ini terlalu lama.
Maaf juga karena nggak sempet balasin komen-komen kalian di part kemarin.

Tapi udah kubaca semua kok. Dan tentu saja, aku harus bilang terima kasih buat keseruan dan apresiasi kalian. Semoga jangan kapok, ya. Semoga masih selalu sabar dengan kesantaianku. Sepanjang masih ada umur, cerita ini pasti tamat di sini, kok. 😁😁

Dah, ya. Enjoy and keep voment!
Luv.

OooO

Rapat siang itu berlangsung alot sekali. Di meja paling ujung, Argantara yang masih terlihat pucat tampak berkonsentrasi dengan rancangan anggaran terbaru setelah insiden dengan tuan tanah itu. Dia bertopang dagu, diam termenung, mencoret beberapa hal, dan sesekali memijit pangkal hidungnya.

Hal serupa juga dirasakan oleh semua orang di ruang itu. Wajah-wajah yang Ayumi temui hari ini adalah wajah lelah setelah perjuangan panjang yang sayangnya tak bertemu dengan pesta perayaaan, alih-alih jalan buntu. Berbulan-bulan sudah mereka bekerja keras untuk merancang ini dan itu, hingga mempersiapkan banyak hal supaya matang sempurna. Sayangnya, semua tersisa berantakan sekarang. Hendak menyalahkan Argantara yang dinilai sama sekali tidak perhatian pada klien, pun mereka tak berani. Yang bisa mereka lakukan sekarang, benar-benar hanya memutar otak lagi meski rasanya semua orang memerlukan sebuah jeda.

Untunglah, sejak keteledoran Argantara itu, bos satu ini jadi banyak diam dan berhenti menuntut. Dia jadi terlihat lebih sabar dan mulai belajar memberi orang lain waktu. Argantara sangat terlihat menanggung rasa bersalah. Biar bagaimanapun akibat sikap teledornya, semua orang harus menanggung kesulitan.

"Pak."

"Ya."

Ayumi berbisik pelan. Sementara Argantara sama sekali tak memindahkan matanya dari kertas rancangan anggaran yang sudah direvisi. "Saya izin ke kamar mandi sebentar, ya."

"Oke."

Secepatnya Ayumi segera beranjak dari kursi. Langkahnya agak gontai sebab perasaannya memang sedang dalam keadaan tak baik-baik saja. Terlebih ketika Ayumi tiba di kamar mandi dan ingat apa saja yang sudah dia lakukan.

"Direktur bank tadi, dulu dia kan yang digandeng sama Alina?"

itu adalah suara Fahri. Keduanya sedang berbincang-bincang di foodcourt dan tidak menyadari bahwa Ayumi telah kembali dari urusan kamar mandinya.

"Yoi." Argantara menyahut ringan. "Aku juga yakin dia bapaknya si bayi. Direktur tadi belum terlalu tua, mulutnya juga manis banget. Mungkin Alina dijanjikan sesuatu, atau memang dasarnya Alina yang murahan saja. Makanya tergiur sama dompet tebelnya."

Mendengar itu, Ayumi jadi marah. Ayumi merasa Argantara adalah laki-laki bermuka dua. Di depannya, dia berlagak jadi si gentle yang bahkan ketika pernah dipermainkan oleh Alina, dia sama sekali tak mau mengungkit kesalahannya. Lalu ketika berada di balik punggungnya, Argantara malah menyebut Alina dengan kata-kata kasar. Alina pasti menangis hebat di kuburannya. Dia sangat mencintai Argantara namun si laki-laki sama sekali tak ada hati.

Maka ia kerjai saja laki-laki dengan cara paling sederhana,yang anehnya pun tak pernah Argantara taruh curiga. Laki-laki itu harus bersiap terbang ke kota seberang. Argantara sedang di kamar mandi dan menggeletakkan semua barangnya di meja, ketika Ayumi masuk untuk memberikan beberapa dokumen yang harus Argantara dan wakilnya bawa demi mendapatkan tanah untuk lokasi cabang baru.

Melihat bagaimana Argantara tidak belajar dari pengalaman kartu-kartunya yang terblokir atau malah hilang, Ayumi tariklah semua identitas yang di dalamnya. Dalam bayangan Ayumi, Argantara tak akan bisa terbang sore ini dan semua hal yang sudah laki-laki itu rencakanan pun akan tersendat. Ayumi hanya tak pernah membayangkan bahwa keisengannya tak berhenti di sana dan malah jadi bom yang sangat besar, yang sukses membuat Argantara terpental dan mungkin sekarang sedang terluka parah.

Lempar Dendam Sembunyi Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang