Nailun's POV
Menjadi siswa yang bertanggung jawab atas segala tingkah konyol siswa-siswi sebayaku di sekolah, ternyata bukanlah satu pekerjaan yang mudah.
Mungkin teruntuk mereka yang memang punya bekal kepemimpinan dasar, akan lebih cocok memegang jabatan ini, malah aku yang dulunya diikutkan paksa oleh Bu Monik, kini seperti dikutuk mengeluarkan ribuan ide untuk segala macam program di sepanjang periode jabatanku menjabat sebagai ketua OSIS.
Aku tidak pernah membayangkan dalam satu waktu yang sama, mereka menuntutku untuk combine dua karakter sekaligus. Menjadi pemalu sekaligus pemberantasan kisruh yang ada.
Tadi pagi contohnya.
Seorang gadis dengan bag kelasnya menunjukkan dia masih kelas sepuluh membuatku harus turun tangan menanganinya, dikarenakan seksi tata tertib tidak lagi mempan memberi dia peringatan.
Aku tidak begitu ingat siapa nama lengkapnya, yang menempel di kepalaku hanya nama panggilan dia saja yang sudah sangat lekat dengan dunia periklanan susu coklat dan juga perabjadan.
Zee.
Selain itu, alamatnya juga, dia tinggal di sekitaran Senopati, tempat di mana aku dan Umah bermigrasi setelah kepergian Ayah beberapa bulan yang lalu. Kami berdua memutuskan menjual rumah untuk membeli hunian yang secukupnya kita saja, toh anak Umah hanya aku dan kita bukan yang tipe harus terlihat serba ada.
Lingkungan baruku sekarang sangat asri, para tetangganya juga ramah, hanya saja ada satu rumah yang kudengar dari ibu-ibu yang sering memangkal untuk sekadar berbagi bahan gosipan di gerobak abang sayur. Mereka bahkan meminta Umah untuk tidak mengunjungi rumahnya atau kalau tidak kita akan dalam bahaya.
Kudengar-dengar rumah tersebut terkenal sekomplek karena ulah ayahnya yang setiap kali anaknya berangkat ke sekolah, silih berganti para perempuan seksi berdatangan memanggil lelaki pemilik rumah itu di depan pagarnya. Dia seorang bandar katanya, mucikari prostitusi, owner sebuah club malam, banyak deh pokoknya. Tapi herannya, kata ibu-ibu anak si bapak tersebut justru baik kok, berjilbab, ramah, alim bahkan.
Tapi kok bisa ya?
Tuh kan, astagfirullah!
Apalagi yang kau pikirkan Nailun!!! Tidak seharusnya aku menilai orang lain sebelum aku tahu sendiri seperti apa sebenarnya dia. Aku sama sekali tidak boleh berburuk sangka tanpa dasar apa pun.
Apa-apaan aku ini, padahal aku hanya ingin berbagi kesah menjadi bagian organisasi penting sekolah tadi, malah pikiranku sudah tergiring sana-sini.
Memasuki gerbang kompleks, sorot mataku tiba-tiba saja menangkap seorang pengemudi membawa serta anaknya menyalip mini cooper yang kujalankan. Dari dalam kaca aku seperti mengingat perempuan yang duduk di jok belakang motor sana.
Ya, aku ingat.
Perempuan yang sepertinya punya campuran darah blasteran tersebut baru saja kutemui tadi pagi. Ternyata dia di kompleks yang sama? Baguslah. Itu artinya aku tidak perlu jauh mencarinya hanya agar dia tidak terlambat lagi jika ayahnya masih memeluk guling.
Iya, dia itu Zee.
Arah rumah kita juga seperti tidak berjauhan. Aku masih terus mengemudi di belakangnya sampai tiba satu pagar gelap yang akhirnya menjadi pelabuhan mereka setelah berkendara jauh. Sedangkan rumahku berselang beberapa rumah lagi ke depan.
Baguslah, kita bahkan bertetangga.
"Assalamualaikum, Umah," ucapku begitu tiba di teras rumahku. Punggung tangan bidadari itu kucium dan dia menyambutku dengan sangat hangat pula.
"Masya Allah, udah pulang anak Umah. Masuk gih, di dalam ada telor balado kesukaan anak Umah loh," katanya lagi setelah menjawab salamku barusan dengan lengkap.
"Masya Allah, Umah emang paling the best deh!" Aku bersiap memuji Umah lagi sebelum teringat sesuatu yang melintasi tiba-tiba kepenasaranku di kepala.
"Umah, Nail boleh nanya sesuatu nggak?" tanyaku serius, pun Umah jadi terundang serius juga.
"Apa tuh?"
"Umah tahu rumah yang pagar hitam itu nggak?" tunjukku yang semoga Umah ngeh dengan yang kutunjuk, kebetulan rumah di sampingnya juga berpagar hitam.
"Tahu. Yang rumahnya warna putih itu rumah Bu Inggit, dia ketua pengajian di masjid. Kalau yang di sampingnya lagi, kalau nggak salah ... namanya Pak Gerald, punya anak perempuan yang suka ikut Bu Inggit. Kenapa memang, sayang?"
"Nggak kok, Umah,"
"Hayo jujur ..."
"Heheh ya udah, Nailun jelasin deh. Jadi anaknya Pak Gerald itu adik kelasnya Nailun di sekolah. Setiap hari Senin dia suka banget terlambat, Umah. Alasannya sih ayahnya suka telat bangun nganterin ke sekolah, jadi anak OSIS sepakat untuk jemput dia setiap Senin. Qodarullahnya malah Nailun tetanggaan ternyata, jadi terpaksa deh Nailun yang kayanya dijadiin tumbal sama temen-temen,"
"Kayanya sih umah nggak yakin temen-temen OSIS kamu itu akan berhasil mewujudkan rencananya," kata Umah meremehkan.
"Kenapa memang, Umah?"
"Nggak apa-apa, Umah nggak yakin aja ayahnya Zee akan izinin putrinya dibawa laki-laki yang belum dikenal. Kecuali kalian punya nyali minta izin sih,"
"Kalau itu ... Nailun juga nggak begitu yakin sih, adik kelasnya Nailun ini juga kayanya nggak rela banget kalau ayahnya harus diganti cuman untuk anter dia ke sekolah. Sayang banget kayanya,"
"Bukan kayanya, tapi memang sayang. Udah ya Nailun sekarang masuk. Nanti keburu dingin masakan Umah,"
"Hehe, siap Umah."
***
Read Quran first and make it priority.
Woho, susah ya :)
1900+ kata harus dibagi dua part, wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYAHKU (TIDAK) JAHAT
Teen Fiction"He's just my dad, not bad. Please, trust me!" -Zee Start: 7 Juni 2021 Finish: -