ATJ 19 - Emosi

71 12 0
                                    

Zee's POV

Sebuah pemandangan horor di sana terlihat, setelah Pupa memerintahkan seluruh jajaran OSIS membuka paksa pagar agar aku bisa masuk ke dalam area sekolah.

Seperginya Pupa menghilang tertelan rute pulang, teriakan membentakku seketika memenuhi pendengaranku. Kak Windi menyindirku mati-matian, membungkam seluruh yang ada di halaman depan.

"Jangan lu bilang lu punya bokap kaya tadi, terus lu bisa seenaknya ya! Lu di sini tuh sama, siswa juga! Lu nggak ada hak apa pun buat dateng kapan aja semau lu!"

Wajahku tertunduk lesu, terkaget-kaget setiap Kak Windi mengaungkan bentakannya.

"Gua nggak ngerti lagi, lu kalau nggak bisa taat aturan, mending nggak usah lu dateng sekolah lagi. Lu urusin aja hidup sesuka lu di rumah!!! Dasar manja!"

"Windi, lu nyebut! Suara lu udah ngalahin kepsek pidato loh!" Kak Bumi berusaha menenangkan amarah Kak Windi.

"Dia tuh nyebelin banget, Bumi. Lu liat dong, dia telat lagi, telat lagi. Ngapain aja sih lu semalem? Nyanyi lu di kafe? Apa udah open BO juga?!"

Paakkk ...

Sambaran menghuyung pipi Kak Windi tiba-tiba saja melayang mengejutkan aku dan seluruh yang ada di tempat ini.

Kak Reyner pelakunya.

Aku terbelalak kaget, begitu pula Kak Bumi, anak-anak yang terlambat lainnya, lebih-lebih Kak Windi.

"Aw!" Kak Windi mengerang menahan bara panas di pipinya dan bola mata berkaca-kaca, "Lu gila ya nampar gua?!!" murka Kak Windi menunjuk bengis wajah Kak Reyner.

"Mulut lu nggak ada akhlak. Untung nggak gua sobek sekalian! Lu emang OSIS di sini, tapi lu nggak berhak ngehina orang!" Kak Reyner tak kalah tegas menunjuk penuh amarah wajah Kak Windi.

"Udah deh, Reyner! Gua lagi bertugas ya, please lu berhenti nyari perhatian adek kelas. Gua muak, Ner! Muak ngeliat lu selalu kesiangan jadi pahlawan! Lanjutin aja hukuman lu!" jengah suara Kak Windi berhadapan dengan Kak Reyner.

Hubungan mereka sepertinya amat sangat dekat. Sampai bisa asal menampar lalu berdebat seperti orang yang sudah terbiasa melakukannya.

"Gua nggak akan ganggu tugas lu, Wind, asal lu benerin cara lu ngomong. Nggak seharusnya lu ngatain orang yang nggak sesuai faktanya. Gua nggak akan segan ke lu sampai gua tahu lu ngomong sembarangan lagi depan Zee!" tekan Kak Reyner hendak menarik lengan bajuku pergi.

Namun sebelum dia melakukannya, cekalan di pergelanganku yang terlapis kain bajuku segera kulepaskan.

Selain Kak Windi belum selesai memberiku hukuman, Pupa juga melarangku bergaul dengan Kak Reyner.

"Lepasin, Kak! Aku belum tahu hukumanku apa!" ucapku tidak mau mengikutinya pergi. Saat itu Kak Reyner jadi menatapku tidak habis pikir.

"Zee! Kamu dihina sama dia, dan kamu serela itu?! Sadar, Zee! Kalau Om Gerald tahu, masalahnya bisa makin melebar. Aku saranin mending kamu jauhin mulut iblis ini!"

"Kak Reyner yang seharusnya jauhin aku! Setelah apa yang Kakak lakuin ke Barking, nggak seharusnya Kak Reyner bersikap kaya pahlawan gini. Aku nggak suka sama orang kaya Kakak!" ucapku menahan ketakutan dalam diriku.

Seumur hidup aku tak pernah berani mencari masalah dengan senior.

"Zee?"

"Mending Kak Reyner lanjutin hukuman Kakak, aku masih harus tetap di sini sampai hukumanku juga selesai," ucapku lancang mengusir.

Dari belakang Kak Reyner, bak terundang, seseorang yang menelisik masalah di tengah kerumunan yang terbentuk ini tiba-tiba datang memunculkan diri. Kak Windi di depanku seketika ciut melihat kedatangan tersebut adalah Kak Nailun bersama wakilnya menengahi kita.

"Ada apa nih?" Kak Milan, wakil ketua OSIS bersuara.

Dibandingkan dengan Kak Nailun, Kak Milan terlihat jauh lebih tegas dan sangar.

"Lu urusin anggota lu ini!" semprot Kak Reyner menunjuk kasar wajah Kak Windi lagi.

"Kak Reyner stop! Kakak di sini nggak ada urusan, mending Kakak pergi sekarang!" balasku tidak ingin masalah ini semakin lebar.

"Zee, kamu dihina! Kamu dianggap kaya perempuan murahan dan kamu diem doang?!! Sadar Zee, sekali dia dibiarin nginjek-nginjek kamu terus, dia bakal ngira dirinya selamanya di atas awan dengan jabatannya itu!" tekan Kak Reyner.

"Lu berdua, urus tuh anggota lu!" berang Kak Reyner selanjutnya memilih pergi, bahkan menendang kasar gerbang sekolah dan menghilang.

Maaf Kak Reyner. Bukan aku tidak terima dihina, tapi aku lebih tidak rela dibela oleh Kakak. Aku takut Kak Reyner kenapa-kenapa setelah apa yang Kakak perbuat pada peliharaan Pupa.

"Windi, kamu ikut saya seberes upacara!" titah Kak Milan sebelum berlalu pergi. Segera Kak Windi menyusul bermaksud memberikan penjelasan.

Kini tersisa aku, Kak Nailun, juga Kak Bumi di sini.

"Kak Bumi, aku dihukum apa ya?" kataku mengangkat suaraku kembali.

"A? Bentar, bentar Zee! Aku linglung, kok jadi berantem gini sih?!"

Kak Bumi sedari tadi menggaruk tengkuknya.

"Udah, jangan panik, ini susu coklatnya diminum dulu!" sahut suara Kak Nail ikut menimbrung sembari mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong almamaternya.

Susu zee lagi.

***

Read Quran first and make it priority.

AYAHKU (TIDAK) JAHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang