Semakin tidak tega rasanya Gerald dengan putri semata wayangnya.
Semalam dia mengomelinya habis-habisan hanya karena Zee berkunjung ke rumah tetangga tanpa sepengetahuannya.
Zee amat begitu memimpikan seorang ibu, sampai seluruh perempuan di dalam komplek ini dianggapnya sebagai ibunya, pikir Gerald.
Rangkaian foto dari tahun ke tahun sedari tadi diperhatikan Gerald di dalam layar ponselnya, berulang kali berselancar pada 15 buah foto yang dikumpulkan Gerald setiap tahunnya. Nampak jelas bagaimana perubahan bayi kecil dalam gendongannya dulu perlahan semakin menjauhinya sepanjang tahun berlalu.
Slide terakhir, gambar yang dahulunya begitu bahagia memeluknya, tahun ini terlihat jauh lebih bahagia menyenderkan dirinya di bahu orang lain, sedang dengannya hanya bersisa pegangan tak ikhlas begitu.
“Zee kenapa sih, Sayang, pengen banget punya mama? Cinta Pupa memang nggak cukup?” desis Gerald berembus frustasi.
“Salah ya Zee berharap punya orangtua yang lengkap?”
Terngiang terus kalimat tersebut dengan wajah pilu sang putri menepis derai air matanya yang lolos berjatuhan dalam ingatan Gerald.
Putrinya beranjak dewasa kini, dia mulai menyadari kejanggalan dalam keluarganya.
Dengan amat terpaksa ponsel Gerald dikantongi lalu beranjak meninggalkan rumah. Dia tidak menggunakan motor sama sekali, berhubung yang akan dikunjungi hanyalah rumah tetangga.
Rumah siapa lagi jika bukan rumah Rum.
“Assalamualaikum,” ucap Gerald sungkan mengetuk pintu di hadapannya, dengan satu tangannya berusaha tidak menggigil dalam kantong hendak berurusan dengan seorang wanita kembali.
Bayang masa lalu membuat Gerald geram harus berhadapan dengan makhluk yang disebut wanita. Amat muak Gerald dengan makhluk tersebut. Baginya seluruh wanita hanyalah jalang-jalang dunia yang menyampahi kehidupannya. Baginya semua wanita zaman sekarang hanya menjual pesona iblis, terkecuali sang putri seorang.
Tersadar tiba-tiba bahwa dia tidak seharusnya berada di depan rumah ini! Mau apa dia? Dia sepertinya sudah gila datang bertandang ke sini!
Baru selangkah Gerald memilih memutar langkahnya hendak membuyarkan seluruh pemikiran konyolnya, suara dari belakang sana akhirnya datang menyambut.
“Waalaikumussalam warahmatullah wabarokatuh,” jawab pemilik rumah, menghentikan paksa langkah sang tamu.
Gerald menoleh, tertangkap basah mengunjungi rumah tetangganya.
“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Rum, sebagai sang pemilik rumah.
Gerald menyorot bingung sekeliling, kerongkongannya mendadak kering saat itu.
Kembali tergiang, bahwa wanita tersebut yang diinginkan oleh putrinya.
“Saya bisa bicara dengan anda sebentar?” ucap Gerald setelah berpikir panjang. Rum ikut dibuat kikuk dengan gerak-geriknya, mengingat di hadapannya bukanlah manusia biasa.
“Silakan duduk, Pak,” sambut Rum setengah terpaksa menunjuk kursi di terasnya.
Mereka lalu duduk bersama, saling berhadapan.
“Tunggu sebentar ya, Pak, saya buatkan kopi—”
“Tidak usah, Bu. Saya tidak minum kopi,” sergah Gerald tidak ingin berlama-lama di sini, membuat Rum mau tidak mau jadi terduduk kembali di kursinya.
“Saya ingin berbicara serius ... dengan anda,” kata Gerald berusaha mengatur napas.
“Silakan, Pak,” Rum mempersilakan.
“Mm, itu ... kalau tidak keberatan, saya mau mengajak anda menikah,” ucap Gerald terus terang.
Sedang lawan bicaranya sukses dibuat terbelalak luar biasa, “Apa? Menikah?” ulang Rum.
“Iya. Menikahlah dengan saya. Saya berjanji akan ... melindungi anda,” kata Gerald kaku.
“Maaf Pak Gerald. Tapi ini terlalu tiba-tiba. Saya baru saja berduka sepeninggal suami saya, tidak sedikit pun saya berpikir akan menikah lagi,” jawab Rum kembali terpukul.
“Tapi dia sudah meninggal. Menikahlah dengan saya, saya bisa menggantikan peran suamimu itu,” Gerald mendadak tidak mau kalah, selain karena Zee menginginkan wanita tersebut, Gerald sangat benci penolakan.
“Sekali lagi maaf, Pak Gerald. Istri-istri Rasulullah sepeninggalnya Baginda, mereka semua lebih memilih untuk hidup menjadi janda, dengan keyakinannya bahwa kelak di surga seseorang akan bersama dengan pasangan terakhir mereka di dunia—”
“Saya amat mencintai suami saya, saya masih berharap penuh kelak kita bisa kembali bertemu,” sambung Rum memilu.
Gerald justru terdiam, seperti tertembak tepat di jantungnya.
Bagaimana mengutarakan kepada Zee nantinya?
“Yasudah, tidak apa-apa. Saya pulang dulu kalau begitu. Satu lagi, kalau boleh ... tolong menjauhlah dari putriku, kedekatanmu membuat dia berharap lebih terhadapmu. Saya permisi, assalamualaikum.”
Tanpa mendengarkan jawaban Rum, Gerald melenggang pergi meninggalkan teras rumah wanita yang diperkirakan lebih tua darinya itu.
Rum?
Jangan tanyakan lagi. Rum seperti tersambar petir siang bolong. Satu, karena Gerald datang dengan niatnya itu. Dua, dia diminta meninggalkan gadis lugu yang amat sulit dihindarinya.
Dia, Inggit, dan Zee seringkali bertukar cerita masing-masing, tentang bagaimana seorang anak yang begitu merindukan seseorang yang bahkan belum pernah ditemuinya. Zee merindukan seseorang yang bisa dipanggilnya ibu. Namun tak kunjung terjadi karena sang ayah tak pernah tertarik menikah lagi.
“Maafin Ummi, Sayang ... Ummi bukan ibu yang seharusnya Zee harapkan,” bisik Rum pada dirinya sendiri.
Ada pedih, dari merasakan luka yang ditutupi gadis tak tahu apa-apa tentang keluarganya tersebut.
***
Read Quran first and make it priority 🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
AYAHKU (TIDAK) JAHAT
Ficção Adolescente"He's just my dad, not bad. Please, trust me!" -Zee Start: 7 Juni 2021 Finish: -