"Pupa mau ngapain sih?" tanyaku masih diliput heran.
Pupa menyuruhku duduk tenang di sampingnya, sedang dia sibuk mengotaki ponselnya yang terpasang di tripot.
"Zee duduk aja, bentar lagi beres. Ini kaki tripotnya masih miring kayanya deh, nanti fotonya nggak bagus," racaunya mengatur keseimbangan benda dengan tiga kaki tersebut.
"Pupa mau foto sama Zee?" tanyaku memastikan kebenaran argumenku.
"Yaiya dong, tahun ini Zee belum punya foto bareng Pupa," katanya.
"Memang harus ya setiap tahun punya foto?"
"Harus. Nanti kalau kamu udah besar, kamu jadi nggak nyesel setiap tahun bisa ngeliat perubahan kamu dari waktu ke waktu," terangnya.
"Tapi jangan disebar ya Pupa, nanti nggak ada yang mau jadi ibunya Zee. Takut mereka salah sangka Pupa udah punya istri cantik kaya Zee," gurauku.
Tapi Pupa hanya melirikku sebentar sebelum pekerjaannya selesai.
"Zee senyum, Sayang ..." perintahnya ketika siap menekan tombol shutter-nya, lengannya merangkulku.
"Nggak."
Pupa batal menekannya, lalu berbalik menengokku yang membuang muka sebentar, "Kenapa? Nggak suka ya foto sama Pupa?"
"Suka. Tapi, janji dulu ke Zee," kataku lalu mengulur kelingking.
"Janji?" Pupa menatapku bingung.
"Yes. Zee mau foto sama Pupa, asal Pupa janji usahain ngasih Zee mama baru. Kalau Pupa nolak, Zee yang bakal cariin!" putusku.
"Maksudnya?" tanyanya belum paham juga, padahal aku mengatakannya sudah cukup jelas.
Mama baru!
"Pupa nikah cepetan. Biar tahun depan fotonya nggak berdua lagi, Pupa!"
"Nggak ah, males," jawabnya lugas. Tidak berbeban sekali Pupa mengatakannya.
"Males apa emang nggak laku sih, Pa?" usilku, seketika itu Pupa terundang siap untuk membantah.
"Lihat Pupamu sekali lagi, Zee, cuma orang nggak sehat yang bilang Pupamu nggak tampan!" ucapnya begitu bangga.
"Iya, Pupa Zee emang ganteng bangeeeet, makanya bawain Zee mama baru ya," bujukku.
"Enggak," keukeh Pupa.
"Yaudah kalau gitu nggak ada foto tahun ini," ucapku membuat Pupa sukses mengembus kasar napasnya.
"Zee, kerjasamanya dikit dong, Nak, masa gitu banget ke Pupa,"
"Kalau Zee mah mau-mau aja foto sama Pupa, Pupa yang males banget dengerin Zee. Pupa mau ya usaha buat Zee, pleaseee ..." rengekku ikut memeluk Pupa penuh permohonan.
Pokoknya aku tidak akan melepas Pupa sampai dia bilang iya.
"Zee, ayolah sayang ... hidup kita udah bahagia berdua doang! Ada tambahan keluarga belum tentu baik buat kita, bisa aja orang itu jahatin kamu nanti. Kamu mau memang dapet ibu tiri jahat? Di dunia ini tuh nggak ada ibu tiri yang baik, Zee!"
"Ada!" bantahku segera melepas pelukannya.
"Nggak ada Zee,"
"Ada. Ummi Rum baik," sebutku sewot.
"Siapa?"
"A?" Mendadak lidahku kelu, aku malah keceplosan menyebut nama Ummi Rum di hadapan Pupa.
Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tidak mungkin aku mengelak, tidak mungkin juga membenarkan lisanku tadi.
Segera kubekap mulutku, sedang Pupa melihatku penuh tanda tanya.
"Ummi Rum? Tetangga baru kita itu?" kata Pupa berusaha menebak.
Dengan berat aku menarik senyum kikuk menyengir, "Hehe, kalau Pupa butuh bantuan deketin Ummi, bilang aja ke Zee," kataku berusaha rileks.
Tapi tidak dengan Pupa.
"Kamu habis diapain sih sama-"
Mendadak juga lisan Pupa terjeda, kulihat dia tidak sengaja menemukan Ummi Rum tiba-tiba melintas dengan tentengan belanjaannya di depan rumah.
"Wah, Ummi tuh. Ummi ...!" teriakku begitu girang menahannya di akhir nada. Pupa segera kutinggalkan.
"Zee?"
"Assalamualaikum, Ummi. Abis dari mana?" tanyaku sembari menggeser lebar pagar rumah.
"Waalaikumussalam warahmatullah wabarokatuh. Ummi abis beli kain buat stoqk baru di butik. Kenapa sayang?"
"Masuk dulu yuk, Zee ada perlu sebentar sama Ummi, nggak lama kok, beneran,"
Ummi nampak berpikir setelah menengok Pupa sedang di teras menonton kita. Ketika melihatku kembali di hadapannya, Ummi akhirnya mengangguk.
Pupa sudah grogi abis, mengikutiku dengan manik menyelidiknya datang menghadap ke Pupa.
"Zee jangan ngaco dong, Nak, Pupa nggak suka loh kalau bercandanya gini," kata Pupa bermuka sebal.
"Ngaco apa sih Pupa? Orang Zee cuman mau ngajak Ummi foto bareng kok. Pupa baperan! Yuk, Ummi ... duduk di sini ya yang tenang," titahku ke Ummi Rum yang masih kebingungan.
"Pupa geseran dikit, Zee nanti duduknya di tengah,"
Setelah mengaturnya baik-baik, tombol shutter kamera Pupa siap kutekan lalu beranjak segera menengahi keduanya dalam layar.
"Siap ya semua! Satu ... dua ... tiga ... cheers!"
Aku tersenyum menyender di pundak Ummi Rum, sedang sebelah peganganku menggenggam Pupa yang bermuka datar. Ummi Rum sendiri, meski kebingungan, tetap saja menampilkan senyum yang cantik menenangkan.
Weekend yang menyenangkan, sekaligus tahun yang mulai berbeda.
Tahun depan semoga Ummi akan menjadi Umahku juga.
Aamiiiin ya Allah.
***
Read Quran first and make it priority.
Gimana weekend versi temen-temen tadi, hehe? Ser(u) apa ser(em)?
Yg keluar mungkin pada seru ya. Yg di kamar seharian tuh yg keknya serem, wkwk. Tapi gadeng :v aku jg lebih seneng di rumah ketimbang keluar sebenernya kok.Curhat wkwk :v
KAMU SEDANG MEMBACA
AYAHKU (TIDAK) JAHAT
Teen Fiction"He's just my dad, not bad. Please, trust me!" -Zee Start: 7 Juni 2021 Finish: -