ATJ 21 - Kenalan Baru

71 14 0
                                    

Malam ini, Pupa tak kembali ke rumah lagi bahkan sebelum magrib pun dia tidak berada di rumah.

Aku ditinggal sendirian, tanpa dia, tanpa Barking juga. Alasannya sih super urgent banget, jadi nggak bisa ditunda jadi besok.

Apa pun itu alasan Pupa, yasudah terserah. Aku harus membuka bukuku untuk membanggakan Pupa bahwa dia punya putri yang pintar.

Belum seberapa lama tugas yang harus kucarikan jalan keluar dari lembaran buku-bukuku, kembali fokusku teralihkan pada gawaiku yang tiba-tiba menyala.

Napasku berembas berat sesaat untuk menengok pesan yang masuk dari nomor tak dikenal.

Biasanya, kalau kuberitahu Pupa ID number tak dikenali masuk ke layarku, langsung saja blokir. Tapi kali ini yang mengirimkan voice note lewat aplikasi WhatsApp adalah Kak Reyner.

Aku mengenali dia, setelah melihat profilnya.

Segera kusentuh ikon play untuk mendengarkan apa yang ingin dia katakan sampai tak bisa dengan dengan teks saja. Takut dia kenapa-kenapa setelah melarikan diri setelah menampar anak OSIS tadi.

"Menyentuh laramu ...
semua lukamu telah menjadi lirihku
karena separuh aku ...
dirimu."

Ini Kak Reyner salah kirim atau apa sih?

Lagipula darimana dia tahu WhatsAppku? Aku jarang mengekspos tentang sosial mediaku. Ini aneh. Cenayang berikutnya kutemukan kembali.

08954xxxxxxx
▶️——————
      ⁰'³⁸

Me
Kak Reyner, are u okey?

Me
Suaranya kaya lagi gak baik-
baik aja. Kakak gak habis
berantem atau dipukulin, kan?

08954xxxxxxx
Z, Kalau aku ga sempat
ke rumah, you just hafta
know, I love you.

Belum beres kucerna dengan baik kalimat Kak Reyner barusan, sebuah panggilan tiba-tiba sudah masuk saja menembus layarku.

Hampir aku kehabisan napas jika penelpon tersebut adalah Kak Reyner. Ternyata bukan.

Tante Inggit yang menelepon.

"Halo, assalamualaikum, Tante," sapaku lebih dulu.

"Waalaikumussalam. Zee udah tidur sayang?"

"Belum," jawabku ikut menengok ke arah jam dindingku juga, "masih belajar, Tan. Ada apa ya, Tante?"

"Nggak ada apa-apa, Tante cuman mau pinjam teflonnya Zee, soalnya Tante lagi ada tamu, ngidam pengen makan telor dadar buatan Tante, masalahnya pancinya Tante rusak. Bisa nggak kira-kira kamu bawain ke sebelah?" terang Tante Inggit.

Kembali kutengok jam yang menunjukkan pukul delapan malam. Sebenarnya Pupa melarangku keluar jika dia tidak di rumah. Tapi kok malah hatiku jadi terpanggil membantu ya?

Toh, urusan ini tidak kalah urgent-nya dengan urusan Pupa dengan teman-temannya itu. Seorang ibu mengidam, di mana aku yang langsung dimintai pertolongan. Sebaiknya aku membantu selagi Pupa tidak lihat.

"Iya, bentar Tante. Aku sebelah ya," kataku beranjak segera ke dapur membawa panci penggorengan ke rumah Tante Inggit.

"Assalamualaikum," salamku melirih pelan.

Kulihat pintu terbuka, mempersilakan aku digiring masuk ke ruang tengah. Di sana seorang wanita berwajah teduh tiba-tiba saja ... she looks like so sad when she's looking me.

Dia beranjak setengah panik memelukku tanpa aku tahu alasannya. Mungkin bagian dari ngidam.

Aku balas memeluknya, just wanna do how to make her be back feeling better.

Lalu dia tersadar melepasku ketika dia sudah puas.

"M-maaf. Ibu kelepasan," katanya sembari menepis buru-buru air matanya.

"Nggak apa-apa, Tante. Aku cuman mau nganter teflon aja, buat telur dadarnya debay. Maaf gak bisa lama-lama, takut Pupa udah pulang soalnya," kataku sesekali celingukan ke arah pintu.

"Pak Gerald belum dateng kok. Zee di rumah kan juga sendiri ya, Nak?" kata Tante Inggit, hanya kubalas anggukan membenarkan.

Memang aku sendiri, kan?

"Oh iya, kenalin ini namanya Tante Eri. Sekarang lagi hamil anak kedua. Anak pertamanya kebetulan udah lama nggak ada, jadi tadi kelepasan. Emang suka gitu Tante Eri setiap ngeliat anak yang seumur anaknya," terang Tante Inggit membuatku paham.

Tidak. Maksudku membuatku bersimpati juga. Aku bisa memahami, pasti berat berdiri tegar seperti yang dilakukannya sekarang.

"Tante Eri yang sabar ya, insya Allah anaknya pasti dalam perlindungan Sang Kuasa," ucapku diangguki penuh persetujuan.

"Eri, ini Zee. saya nih udah kenal lama sama Zee. Sudah seperti putri sendiri juga. Zee kebetulan ibunya sudah lama meninggal, jadi kalau kamu merasa rindu dengan Peonymu, kamu mungkin bisa saling  melengkapi dengannya," kata Tante Inggit teduh memperkenalkanku.

Tapi sepertinya, ada yang ganjal dari kalimat barusan.

Ibuku memang sudah meninggal, tapi insya Allah aku akan segera punya ibu sambung kok.

"Zee minta doanya ya, Tante Inggit, Tante Eri. Semoga insya Allah tahun depan Zee udah bisa punya ummi beneran. Zee sebenarnya lagi usaha semoga Pupa pertimbangkan perempuan pilihan Zee menjadi ibunya Zee," akuku terus terang.

Dua ibu-ibu di hadapanku mendadak tertarik penasaran dengan tingkah lidah konyolku barusan. Dengan pede-nya aku mengatakan harapanku bahwa Pupa akan memenuhi permintaan konyol ini.

Kembali ponselku tergetar di dalam saku trainingku. Cepat kutengok gerangan yang mengganggu di tengah obrolan seru begini.

Ternyata Pupa.

Mampus deh aku. Ya Allah semoga asal menelepon saja. Belum sampai rumah.

Segera kuangkat, disambut pencarian paniknya, "Zee kamu di mana?"

"Rumah Tante Inggit," jawabku.

"Zee? Ngapain kamu di sana? Udah Pupa bilang jangan keluar kalau udah malem. Pulang sekarang!" perintah Pupa, tak bisa kumengerti sendiri.

"Iya ya Pupa. Ini udah selesai kok,"

***
To be continued

Ada yg bisa nebak, who's Eri (cast baru)?
Yes, cuma temen Mbak Inggit aja sih, hehe.

Okey, see you next part. Thank you for make your time read Zee's family story.

Have you read your Quran today? Yeah, let's do it.

AYAHKU (TIDAK) JAHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang