ATJ 15 - Punishment

75 12 0
                                    

Zee's POV

Semenjak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Ummi Rum dan Pupa, rasanya aku masih sangat merasa bersalah membentak Pupa dan menuduhnya yang tidak-tidak.

Pupa tak pernah jahat kepadaku, dan aku masih memegang keyakinanku tersebut sampai kapan pun.

Pupa tak mungkin menyakiti orang-orang di sekitar kita, terlebih itu Ummi Rum. Ummi dari Kak Nailun adalah ibu yang sangat baik, satu hal yang tidak bisa kuungkapkan kepada Pupa tentang Ummi Rum, bahwa aku menemukan sosok ibu darinya.

Ummi Rum memperlakukan aku seperti putrinya juga. Sama seperti Tante Inggit. Mereka semua baik, tidak membiarkan aku merasa tidak punya ibu setelah tahu bahwa ibuku sudah tiada ... sedari aku lahir.

Dan hari ini ...

Konsekuensi dari urusan kemarin kupikir akan selesai dengan hanya menelepon Pupa atas kelakuanku meninggalkan lingkungan sekolah tanpa izin yang jelas. Ternyata tidak.

Aku dan Kak Nailun dihukum menghadap tiang bendera, bersama hormat kanan yang tak boleh diturunkan.

Sejauh ini sih aku hanya menanggung pegal saja di lengan kananku, tapi Kak Nailun ... dia di sini ketua OSIS, dengan segala program kerja kepengurusannya yang lumayan tegas, justru dia sendiri kecolongan berbuat kesalahan.

Kak Nailun pasti malu, belum lagi jika semprotan pedas guru-guru BK tadi malah membayang-bayanginya. Pasti pegal yang kurasakan, tidak sebanding dengan dia.

"Kak Nail?" lirihku memanggil sebentar, sampai dia berbalik amat lelah menengok ke arahku.

"Ya?" jawabnya.

"Nanti aku traktir susu coklat ya," kataku berusaha menghiburnya, namun sepertinya dia memang sangat dingin seperti yang Tiana ceritakan.

Tersenyum saja irit.

"Nanti aku yang traktir. Kamu dihukum kan gara-gara aku," balasnya.

"Bukan salah Kak Nail kok. Aku panik aja denger Pupa serang Ummi Rum. Padahal aku yakin kok, Pupa nggak mungkin jahat ke orang. Apalagi ke Ummi Rum," terangku.

"Zee?"

"Ya?" jawabku memenuhi lirih panggilannya barusan.

"Apa yang akan kamu lakukan semisal orang kamu percaya, ternyata berkhianat?" tanyanya kedengaran serius.

"Kok nanya gitu? Kak Nail galau ya?" balasku dengan pertanyaan balik pula.

"Nggak. Aku pengen tahu aja. Kan di dunia ini ... apa yang kita lihat sekian lama belum tentu sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi,"

"Mm ... kata Ummi Rum sih, cross check. Tabayyun dulu! Omongin apa tujuan orang tersebut punya dua muka. Kalau orang tersebut memang mau manfaatin kita, ya kita cukup tahu aja sambil didoakan," jawabku sambil menatap ujung sepatuku.

"Kalau semisal masalah tersebut datang dari keluarga sendiri? Menurut kamu gimana?"

"Menurut aku? Mm ... nggak tahu," jawabku benar-benar tidak menemukan gambaran dari yang Kak Nail katakan.

Aku tak punya keluarga selain Pupa, pasalnya. Dan aku yakin pupaku tidak pernah demikian. Jadi aku tidak tahu.

"Astagfirullaaaah. Zee ..." pekik suara dari arah belakang kita tiba-tiba.

Kulihat Kak Reyner terburu-buru menengahi kita dengan lebam yang dia bawa di wajahnya.

"Ini nggak bener nih. Nail, lu jelasin lu kenapa bisa dihukum berdua bareng Zee? Jangan coba-coba makan temen lu ya, Nail!" pekik Kak Reyner salah paham.

"Kak Reyner, please jangan salahin Kak Nail. Aku kok yang kemarin maksa ikut Kak Nail bolos sekolah. Soalnya umminya didatengin orang jahat gitu," sergahku menyela kemurkaan Kak Reyner.

Aku tahunya mereka berteman cukup akrab.

"What? Nail, seriusan?" tanya Kak Reyner mendesak.

"Iya. Katanya nyariin aku," jawab Kak Nail.

"Lu habis buat kriminal apa sih emang? Sampe datengin keluarga lu segala?!"

"Ini bukan kesalahan aku. Tapi kesalahan orang lain yang jadiin rumahku lokasi kejahatan!" Suara Kak Nail seperti ditekan.

Sebagai teman, Kak Reyner tiba-tiba berubah tak mampu berkata-kata juga merasakan musibah yang dialami sahabatnya.

Aku berharap kelak aku bisa menjadi sahabat seperti Reyner juga, dia pengertian.

***
Read Quran first and make it priority.

AYAHKU (TIDAK) JAHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang