ATJ 30. Meaning of The Tatoes

60 6 0
                                    

Isya telah Zee laksanakan seorang diri. Tanpa Gerald yang entah sedang apa di dalam kamarnya.

Zee jadi khawatir, takut Pupanya kenapa-kenapa yang menyebabkan ibadah Isyanya kali ini belum muncul sama sekali di mushollah rumah mereka.

"Pupa udah tidur?" sahut Zee dari luar kamar Gerald, menunggu suara yang semoga memberikan jawaban.

"Belum. Zee perlu sesuatu?" jawabnya di balik sana.

Beberapa saat Zee akhirnya menekan gagang pintu yang ternyata tidak dikunci, kepalanya menyembul ke dalam menonton Gerald sedang berkaca dengan busana shirltless alias bertelanjang dada. Tato di dadanya terpantul di cermin.

"What are you doing, Pupa?"

"Hm? Nothing,"

"Nothing kok murung gitu mukanya. Zee masuk ya," izin Zee beranjak memasuki ruangan Gerald.

Sofa yang tersedia di dalam sana menjadi pilihan Zee duduk, disusul Gerald yang menemani duduknya juga.

"Nggak apa-apa Pupa, diliatin aja terus ... besok tatonya udah nggak ada lagi loh," goda Zee menjahili mood Gerald.

"Pupa udah ikhlas kok. Mungkin memang sudah saatnya. Sudah saatnya Pupa melupakan semuanya, demi kamu dan Ummimu itu,"

"Memang kalau boleh tahu, itu tatonya ada apanya sih, kok Pupa sampai nggak rela gitu hapusnya?"

"Ini tatonya punya makna, Zee! Nih, yang di dada, coba tebak tahu nggak ini gambar apa?" tanya Gerald menunjuk tato sarang laba-laba berukuran besar memenuhi dadanya.

"Rumah laba-laba, kan?" tebak Zee yakin.

"Tahu nggak maknanya?"

"Apa coba?"Zee antuasias ingin mengetahuinya.

"Zee, laba-laba kalau udah nutupin gua, seorang pun nggak akan bisa masuk selain dia harus merusak dulu sarangnya. Sama kaya hatinya Pupa, di dalam sana cuman ada nama Zee aja, jadi Pupa kunci biar inget terus nggak boleh ada yang masuk lagi setelah Zee," aku Gerald menyingkap kejujurannya.

"Oh, jadi itu alasannya Pupa nggak mau nikah-nikah lagi, gitu? Mau menggiring Zee sendirian di dalam gua. Iya?"

"Ya kan ada Pupa yang temenin!"

"Okey, nggak masalah. Yang terpenting, setelah tato itu nanti hilang, guanya Pupa yang serba gelap itu bakal dimasuki Ummi untuk dibawain cahaya buat kita. Pupa percaya deh ke Zee, kita akan hidup lebih baik," terang Zee mengunjuk keyakinannya pada Gerald.

"Tapi inget loh ya, sampai Ummimu itu bawa cahaya yang salah ... gua Pupa nggak akan diam loh, nggak akan Pupa lepasin sampai dia benerin cahayanya kembali!" tegas Gerald.

"Pupa, please! Masa panggilnya masih ummimu, ummimu lagi. Yang bener dong panggilnya. Ummi Rum! Ke calon istri kok kakunya setengah mati gitu?!" cibir Zee, mengundang gelengan yang belum siap untuk Gerald aungkan.

"Nanti kalau udah nikah!" acuh Gerald.

Berpaling kembali kedua bola mata Zee menelusuri tato di pergelangan bagian dalam tangan Gerald. Zee tahu itu adalah gambar bunga, yang ingin Zee tahu hanyalah maknanya.

"Ini bunga apa nih Pupa?" Tanya Zee kemudian.

"Ini namanya bunga Peony. Nanti kalau kamu nikah kamu mungkin akan pegang karangan bunga begini," jawab Gerald, terdengar lebih lemah dari sebelumnya.

"Maknanya berkaitan tentang pernikahan?"

"Ya."

"Sejak kapan Pupa punya tato ini?" tanya Zee benar-benar penasaran. Jauh lebih penasaran ketimbang dia harus tahu tentang apa pun.

Pupanya hanya pernah sekali menikah, dan tato ini pasti berkaitan dengan ibunya Zee yang tak pernah tersentuh satu informasi pun kepada Zee.

"Sejak kapan ya? Mungkin sebelum Zee lahir," jawab Gerald.

"Oh, I know. Berarti tatonya itu nggak mau dihapus ... karena Pupa masih sayang sama Mama sampai sekarang. So, kalau inget Mama, Pupa bisa nengok ke tangan Pupa lambang pernikahannya Pupa. Gitu, kan?" opini Zee terlontar.

Tak tahu Gerald memasamnya setengah mati berusaha tak mengingat tentang perempuan itu lagi.

"Sok tahu kamu!" jawab Gerald kembali acuh.

"Kalau gitu apa dong alasannya nggak mau dihapus tatonya?" suara Zee malah semakin terdengar menantang Gerald bercerita.

"Yakin kamu mau denger? Nanti malah benci ke Pupa lagi,"

"Ye, kenapa mesti benci? Emang pernah Zee benci sama Pupa? Pupa nggak ngasih tahu soal Mama Zee juga aku nggak pernah bilang kalau aku benci tuh ke Pupa," bantah Zee.

"Yakin mau denger?"

"Yakin Pupa. Ngomong aja ayo, Zee dengerin!"

"Pupa nyesel nikah sama mama kamu!" lugas Gerald menyatakannya.

Zee yang mendengarnya juga tertembaknya seperti telah menembus paru-paru rasanya. Napasnya mendadak tersengal-sengal tak beraturan.

"Dan tato ini ... adalah yang bertugas mengingatkan kebencian Pupa kepadanya!" sambung Gerald.

"W-why?" kais Zee kini gelagapan luar biasa. Namun kelu lidahnya berusaha dimampukan untuk tetap mencari tahu.

"Tidak perlu kamu tahu secara pasti, Pupa tidak ingin kelak kamu membencinya juga, karena bagaimanapun dia tetaplah ibumu," ucap Gerald.

"Okey, tidak perlu secara pasti, but what's the point, Pupa? Kenapa Pupa begitu yakin aku akan benci Mama kalau aku tahu semua tentang dia?" tambah Zee tidak menyerah.

Kesempatan begini tak akan datang kembali, Pupanya bercerita tentang ibunya mungkin satu hal yang mustahil dilakukan sampai bumi kelak telah hancur.

"She wanted to kill you!" aku Gerald, kian menambah tembakan Zee menembus hingga jantung berkali-kali.

Definisi mati sebentar seperti terjadi pada Zee beberapa detik yang lalu.

"Killed?" ulang Zee memastikan kembali.

"Peony tidak hanya bermakna pernikahan yang bahagia. Namun bermakna penyesalan juga. Sebelumnya, ibumu menyukai Peony sebagai bentuk cintanya. Namun setelah kamu hadir ... dia membencimu. Dan Pupa membenci ibumu! Ibumu tidak layak menjadi ibu!!! Pupa menyesal pernah mengenalnya, bahkan jika dia datang, Pupa tidak akan segan membunuhnya juga!"

"Pupa, stop! Zee nggak mau denger Pupa ngomongnya jadi ngelantur gitu. Pokoknya di antara Pupa, Mama, sama Zee, nggak boleh ada yang naruh dendam lagi," kata Zee.

"Dari awal Zee memang udah feeling, Pupa pasti bohong soal Mamanya Zee udah meninggal. But now, Pupa jangan anggap Mama mati lagi ya, kita nggak bisa hidup bahagia kalau hidupnya selalu punya dendam. Jadi dilepasin aja, besok tato Pupa udah harus bersih semua bersama kebencian Pupa ke Mama," sambung Zee.

"Pupa selalu mengusahakan itu, Nak. Memang dasarnya belum reda aja," kata Gerald.

"I don't know what's the matter at the time, tapi ... Pupa harus ingat, Pupa dan Ummi sebentar lagi akan nikah, kita akan memulai kebahagiaan kita, Pupa. So, kenapa harus dendam lagi? Pasti Mama juga udah bahagia sekarang, sisa kita yang terus terikat sakit hati ini. Pupa mau kelak kita berdua mati dalam keadaan penuh dendam???"

Gerald tidak berkutik.

"Satu lagi. Itu yang di bawah ... tato peluru di betis sana jangan bilang mau bunuh Mama? Zee marah nih?!" todong Zee, menunjuk penuh ancam kepada Gerald.

"Yang enggaklah." Bantah Gerald.

"So, what's the meaning?"

"Kalau yang di bawah belum bisa Pupa jelaskan. Intinya itu adalah tanda yang akan selalu mengingatkan Pupa untuk berbenah kesalahan di masa lalu. Pupa nggak mau ada Gerald-Gerald selanjutnya yang bejat sendiri, ataupun Gerald-Gerald selanjutnya yang mempertaruhkan kehidupan seorang sendiri!" kata Gerald benar-benar tak berhasil dipahami Zee.

Hingga kini Gerald belum pernah mengisahkan seperti apa hidupnya di masa lalu.

***

To be continued

AYAHKU (TIDAK) JAHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang