Makam Sosroangkoro

295 43 13
                                    

       Kecurigaanku tentang Tante Sylva ternyata terjawab. Tante Sylva yang selama ini bersama kami ternyata adalah Rosita (Teman tante Sylva yang asli). Sudah lama Tante Rosita menyelidiki kasus Mey bahkan jauh sebelum kejadian pembunuhan Mey terjadi. 

       Aku, Ko Roy, dan Tante Rosita duduk di sebuah bangku yang berada di seberang jalan WRD. Bangku itu terbuat dari kayu dengan sebuah meja kecil di depannya seperti bangku cafe outdoor. Bangku itu terlihat tua dengan beberapa goresan dan cat cokelat yang sudah mulai kusam. Di depan kami, di seberang jalan, berdiri bangunan WRD yang tampak berdiri kokoh dan menyimpan banyak pertanyaan yang belum terpecahkan. Dari tempatku berada Lantai dua tempat Mey terbunuh dan Linda terjatuh tampak sangat jelas. Aku tak bisa lama-lama melihat tempat itu, perasaan ngeri bercampur takut dan sedih selalu menghampiri ketika kulihat balkon di lantai 2 tersebut.
             "Ko apakah ketika Linda terjatuh, Ko Roy ada di sana?" Tanyaku ke Ko Roy yang juga melihat ke arah lantai dua WRD. "Aku di kelas C waktu itu, sedang merapikan buku-buku" jawab Ko Roy. "Terus siapa yang membuka pintu kaca itu kooo?" Tanyaku gemetar diiringi peluh air mata yang mulai menggenangi kedua mataku. "Seharusnya pintu itu tidak bisa terbuka Na" Jawab Ko Roy. "Sama seperti hari kematian Mey" Sahut tante Rosita. "Pasti ini semua karena ko William, dia pasti punya kunci pintu kaca itu, dia pasti . . . " Kataku dan segera dihentikan oleh peluk tante Rosita. "Tidak ada yang memiliki kunci itu Na, hingga polisi datang dan memerikaa, kunci itu pun tidak ditemukan di mana-mana" kata Tante Rosita. "Beberapa hari setelah kematian Linda, ko William mengecek pintu itu tapi pintu itu sudah terkunci kembali" sahut Ko Roy.
         "Satu-satunya cara adalah dengan menutup WRD" Jawab Ko Roy. Mataku hanya bisa melihat tatapan mata ko Roy. "Ko William sudah memutuskan hal itu, kemungkinan dalam beberapa minggu WRD akan ditutup" tambah Ko Roy.
         
          "Kita harus menemukan kunci itu dan menaruhnya di tempat yang aman sebelum korban selanjutnya terbunuh" kata tante Rosita

            "Di mana kita bisa dapatkan kunci itu tan?" Tanyaku dengan masih mengusap air mata. Aku tak ingin ada siapapun menjadi korban apapun itu. Aku sudah muak dengan semua ini. Aku tak ingin segera mengakhiri semua ini.

             "Kita akan kembali ke rumah yang pernah aku tunjukkan ke padamu na, rumah yang ada di dalam mimpimu" jawab tante Rosita. "Tapi kita butuh bantuan teman-temanmu untuk melakukan ritual itu lagi"

             "TAN AKU TAK MAU TEMAN-TEMANKU MENJADI KORBAN TAAAN, PLEASEE" teriakku sambil menatap mata tante Rosita.

              "Hanya ini yang bisa kita lakukan na, jika tidak segera kita akhiri, iblis itu pasti akan meminta korban selanjutnya"

             Aku akhirnya mengangguk pelan dan menyutujui saran dari tante Rosita. Aku hanya berfikir untuk segera mengakhiri hal ini. Namun apa yang aku fikirkan salah. Malam itu akan menjadi sebuah malam penentuan hidup mati seseorang.

           Aku mengajak teman-temanku untuk pergi ke rumah tua tempat tinggal Mey semasa hidup. "Na sorry, di sini saja sudah serem apalagi harus ke rumah itu, cukup Na cukup" kata Doffi. "Heleh takut kan dia" kata Rino. "Heh aku tidak takut tapi memang serem" sahut Doffi.

           "Aku tidak ikut Na, sorry" kata Calvo memecah keheningan. Kami semua merasakan hal yang sama. Keberanian kami yang dahulu nampak telah luntur setelah peristiwa-peristiwa yang telah kami alami.

             "Gini sajalah Rin, Kamu jaga Ana, aku yang jaga Calvo, kan adil kasihan Calvo les sendirian nanti dia bingung tidak bisa mengerjakan fisika" Kata Doffi. "Heleh, gak. Kamu yang ikut Ana, aku yang sama Calvo" sahut Rino.

             "Biar Ana saja yang memutuskan, pasti dia akan menentukan siapa yang harus ikut Ana dan siapa yang tetap disini dengan Calvo, pasti Rino lah yang diajak, ya kan Na?" Kata Doffi sok tahu.

           "Aku pilih Doffi" sahut Ana, "Heehh" Doffi tercengang, "Bye bye Dof, titip salam ya" kata Rino mengejek, "Tenang Dof hantu tidak doyan anak sok tahu" ledek Rino kembali. "Haisshhh" Desah Doffi.

        Aku, Doffi, Ko Roy, dan Tante Rosita bergerak menuju rumah Mey. Tante Rosita melaju dengan kencang dijalanan sempit perumahan. Terlihat sayup-sayup sinar matahari telah hilang dan digantikan oleh gelap malam yang menguasai.

        "Ciiiiiiittttttt" Suara rem mobil Tante Rosita mendadak berhenti yang membuat kepalaku terbentur kaca mobil Tante. "Tan kenapa kita berhenti?" Tanyaku.

        "Coba lihat keluar" kata Tante. Kita semua terbelalak tak percaya dengan apa yang kami lihat. Jalanan perumahan yang ramai dengan orang lalu lalang kini sepi tiada seorangpun terlihat. Bangunan rumah yang berjejer rapi dikiri dan kanan jalan kini mendadak berganti dengan jalanan kosong persawahan gelap gulita. Tepat di depan mobil yang kami tumpangi terlihat sebuah gapura besar dengan sebuah tulisan besar yang tersorot sinar lampu mobil tante Rosita.

             "Tan di mana kita?"tanyaku. "Makam keluarga sosroangkoro, makam keluargaku, tempat Mey dimakamkan. . . ."
              
         

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Last Student (murid terakhir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang