Pagi

7.3K 355 5
                                    

Aku masih terbayang dengan apa yang terjadi hari ini. Sebuah kaca besar di ruang cuci muka kamar mandiku menjadi saksi kegelisahanku. "Ana sudah-sudah, itu semua imajinasimu saja, kau harus tenang" kataku pada diriku sendiri sambil memegang kedua pipiku di depan cermin. "Sadar na, sadar". Imbuhku.

Keran di depanku mengalirkan air jernih yang tak kupedulikan. Masih juga terbayang kata-kata ko Roy yang masih segar di ingatanku.

Ku pegang batang sikat gigi di depanku yang tak kunjung kugunakan. Hingga ku akhiri lamunanku tatkala mendengar suatu suara. "Tuk tuk tuk" suara langkah kaki di luar ruangan menghentikan gerakanku. Aku menoleh ke pintu kayu kamar yang bersebelahan dengan kamar mandi kamarku.

"Tuk tuk tuk" suara itu berhenti. "Dug dug dug" terdengar suara ketukan di pintu. "Dug dug dug" suara yang terdengar kembali. "Yaa siapa?" Kataku setengah berteriak.

Aku tak kunjung mendapatkan jawaban. "Siapa ya?" Tanyaku lagi sambil berjalan ke pintu. "Jangan bercanda ya" tambahku lagi.

"Ana tenang, tak ada yang harus di khawatirkan" fikirku sambil menarik nafas dalam. "Fyuh".

Dengan ragu, ku dekati pintu kamarku dan memegang gagang pintu yang terasa dingin oleh suhu kamar yang kubiarkan gelap di malam hari.

Kriiieegg pintu itu setengah terbuka hingga bisa terlihat apa yang ada di baliknya.

"Anaaa" suara bisikan tepat di sampingku mengagetkan.

"Huaaaaaaaaaahhhhhhhhhh" teriakku terkejut dengan reflek kebelakang menutup telingaku.

"Miii apa-apaan sih" kesalku melihat mami yang terlihat salah tingkah di depan pintu. "Kamu kenapa belum tidur?" Kata mami.

"Baru selesai sikat gigi mi" jawabku. "Mana tuh masih kering gigimu" sangkal mami. "Habis ini sikat gigi kok" kataku sambil ingin menutup pintu.

"Na mami temenin tidur ya" kata mami. "Gak usah mi, Ana sudah gede gak akan terjadi apa-apa" jawabku pada mami. "Beneran?" Tanya mami. Aku hanya mengkerutkan dahi dan menutup pintu itu. "Na teriak lagi kalau ada apa-apa" kata mami samar di balik pintu.

Aku tak menghiraukan lagi mami. Aku segera menuju ranjangku dan mencoba untuk tidur. Aku tak peduli lagi. Aku cuma mau hidupku tenang. Ku tarik selimutku dan mulai memejamkan mata.

Hingga ku terlelap dalam alunan sendu gelapnya malam. Mengantarku ke keheningan mimpi dan dunianya yang penuh misteri.

Hingga di keesokan paginya . . . .

Ku turuni tangga rumah dengan tergopoh yang langsung menuju ruang makan. Terlihat papi sedang menyiapkan tas kantornya sambil membuat kopi di meja kecil di ujung ruangan itu.

Mami masih sibuk menyiapkan sarapan pagi kami. Sambil menaruh piring-piring dan sendok di atas meja.

Ku berdiri di anak tangga terakhir sambil tangan kiriku berpegangan di pegangan tangga.

"Pi, tadi malam ke kamar Ana ya?" Tanyaku pada papi yang membuat aktivitas mereka sekejap berhenti.

"Enggak, papi baru datang tengah malam. Mamimu bilang katanya kamu udah tidur" sahut papi sambil duduk di meja makan dan mulai mengunyah roti isi yang telah di siapkan mami.

"Mami ya berarti" kataku. "Arti apa?!"jawab mami yang ikut duduk bersama papi. "Mami tadi malam masuk ya ke kamarku" sahutku. "Ya gak lah, kamu aja gak mau mami tidur disana, jadi tadi malam mami tidur sendiri sambil nunggu papi, kamu ini ada-ada aja. Mimpi buruk apa lagi kamu" jawab mami.

"Terus ini boneka siapa?" Tanyaku seraya mengangkat tangan kananku yang menggenggam kaki boneka yang kutemukan di samping tempat tidurku pagi itu.

Boneka itu menggelantung dengan satu kaki tergenggam di tangan kananku.

"Siapa yang punya tu, jelek amat" sahut papi.

Mami terbelalak kearahku.

"Mii jangan bilang kalau . . . . "

Mami tidak jadi menelan makanannya.

The Last Student (murid terakhir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang