Seharusnya semua ini tak pernah terjadi

6.4K 336 33
                                    

       Tubuhku tertarik dengan keras hingga membentur lantai putih di lorong lantai 2 WRD. Aku mencoba berkeliat melepaskan diri namun percuma.

Sesuatu melilit tubuhku. Hingga menjerat leherku. Seperti tali. Bukan. Itu sebuah rantai.

Aku mencoba dengan cepat melepaskannya namun semakin cepat aku mencoba semakin rantai2 itu melilitku.

Tubuh dan leherku semakin tercekik.

Aku mencoba melirik siapa yang melakukannya.

Kepalaku mencoba menoleh dengan leher yang terjerat rantai itu.

Aku terperanjat melihatnya. Bayangan sesosok wanita dengan rambut yang sangat panjang memegang ujung rantai yang lain.

Aku hanya terkejut bukan kepalang. Itu wanita yang ada di mimpiku kala itu.

Dengan kasar dia menarik ujung rantai yang lain sambil berjalan.

Sontak tubuhku tertarik dengan kuat. Seperti daging babi yang di tarik oleh seekor kuda, terseret dengan perlahan di lantai. Menimbulkan beberapa goresan-goresan luka.

Aku tak sanggup meronta.

Teriakanku bahkan tak terdengar oleh telingaku sendiri.

Kedua tanganku mencoba melepaskan ikatan yang menjerat leherku.

Kaki-kakiku meronta-ronta berusaha untuk lepas.

Namun itu sia-sia.

Gerakanku terhenti oleh suatu suara.

Sebuah tangisan. Di salah satu kelas.

Dengan tubuh yang terseret aku melihat jauh ke salah satu kelas disana.

Terlihat siluet seseorang tengah bersembunyi. Seorang anak.

Sedang menangis disana. Terisak di bawah sebuah meja.

Aku tahu siapa dia.

Itu Mey.

Bersembunyi dari sesuatu.

"To' to looonng"

"Too' longgghhkk" rintihku meminta tolong dengan rantai yang semakin menjerat leherku.

Gerakan langkah wanita itu berhenti. Sorot matanya liar. Terdengar dengus nafasnya semakin menderu.

Dengan sekali tarikan keras, tubuhku terseret keras dan membentur sebuah kaki meja yang ada di lorong. "Brakkkkhhh"

Aku merintih kesakitan di lantai lorong lantai 2.

Tubuhku diangkat keatas dan di benturkan ke kaca pintu kaca di lantai dua.

Kali ini seperti yang terjadi di mimpiku kala itu.

Tangan berkuku tajam melingkari leherku dan mulai mencekik dengan keras.

Pandanganku semakin kabur dan semakin gelap.

Aku hanya bisa membentur-benturkan tanganku di pintu kaca itu dan tangan yang lain mencoba melepaskan cengkeramannya di leherku.

Lonceng jam tengah malam berbunyi.

Dentuman nada-nadanya terdengar menyeramkan dan berdengung ke seisi WRD.

Waktuku habis.

Siapapun tolong aku.

Aku tak bisa lagi bernafas.

Di saat akhir aku teringat akan sesuatu. Lonceng itu.

Aku genggam dengan keras dan ku benturkan ujungya ke kaca.

Prangggggg

Sebuah lubang tak beraturan tercipta disana.

Disusul oleh darah yang mulai mengucur dari tanganku akibat pecahan kaca yang menggores nadiku.

Sakitttt terasa mengiringi kucuran darah.

Cengkeraman wanita itu melemah hingga tanganku mampu melepaskannya.

Apakah aku berhasil?

Dengus nafas kebenciannya semakin menjadi jadi.

Dentuman tengah malam masih terdengar.

Aku harus kembali.

Tapi bagaimana?

Bagaimana caranya aku kembali?

Siapapun tolong.

Aku terus memukul-mukul lonceng kecil yang sudah berlumuran darah itu ke lantai.

Tangan wanita itu mengangkat sebuah kursi yang ada di sekitarnya. Aku tak tau apa yang akan dia lakukan padaku.

Tampaknya dia tak suka aku melakukannya.

Di hujamkannya kursi itu hingga tubuhku terdorong keras membentur kaca dan memecahkan bagian yang lain.

Luka luka luka

Darah dimana-mana.

Tubuhku lemas di atas pecahan kaca. Di bawah kilauan sinar bulan di padu pekat hitamnya malam.

Bel tengah malam akan segera berhenti.

Ini akhirku.

Lonceng yang masih ku pegang ku benturkan tuk terakhir kali.

Suara langkah kaki berlari mendekat.

Bel tengah malam berhenti.

Di susul kelopak mataku yang mulai gemulai menutup.

Menyisakan luka dimana-mana.

Seharusnya aku tidak disini.

Seharusnya semua ini tidak pernah terjadi.

The Last Student (murid terakhir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang