Bercak Darah

3.4K 187 19
                                    

Aku duduk di ruang tunggu dengan tas yang ada di pangkuanku. Di sampingku ada Doffi dengan buku pink nya yang berisi rumus-rumus fisika.

Aku tak melihat Calvo dan Rino dari tadi.

Tampaknya mereka tak jadi untuk berangkat bersama.

"Dimana Rino?" Tanyaku.

"Telat katanya, gak jadi bareng aku" jawab Doffi.

"Lihat dong buku mu!" Kataku.

Doffi memberikan bukunya dan aku mulai membuka lembar per lembarnya. Tampak penuh dengan rumus fisika.

"Siapa yang gambar ini?" Tanyaku menunjuk ke sebuah gambar di buku Doffi.

Terlihat gambar itu adalah gambaran tangan.

"Gak tau" jawab Doffi dengan beralih bermain game online di hp sambil menunggu yang lain.

"Kamu beli kapan sih?" Tanyaku.

"Sudah lama, sebelum ulangan semester" jawab Doffi.

"Kok aku gak tau?" Jawabku heran.

"Sebelum kamu masuk rumah sakit, malam itu kayaknya ketinggalan disini sebelum kamu di bawa ko Roy ke UGD" jawab Doffi dengan tetap fokus ke layar HP.

"Paling itu Rino atau Calvo yang gambar" tambah Doffi.

Aku masih tak percaya, mereka berdua payah dalam menggambar. Gambar ini terlalu bagus untuk mereka gambar.

Beberapa saat kemudian ko william masuk ke WRD dengan muka yang sedikit murung tampaknya.

Ko William berjalan melewati kami. Menuju ke meja admin dan merapikan sesuatu di sana.

Hingga pandangannya menuju ke arah kami.

"Owh udah lama ya?" Tanya ko william.

"Lumayan ko, sampek jamuran" jawab Doffi.

"Heehh" kataku sambil menyikut Doffi.

"Ko roy hari ini gak ngajar, kamu sama ce viona aja ya" jawab ko william.

"Ko roy kemana ko?" Tanyaku.

"Mungkin ada urusan" jawab ko william dengan terus merapikan meja admin.

Hari itu kami belajar di kelas B di lantai bawah dengan ce viona.
Aku duduk bersama doffi. Beberapa saat kemudian calvo dan rino datang bersamaan.

Ce viona terus menerangkan di papan tulis. Dengan diriku yang terus membolak-balik buku pink berisi rumus-rumus fisika milik doffi.

Aku membuka buku itu setiap halamannya satu persatu.

Tepat di halaman yang ada sebuah gambaran yang tadi ku lihat di admin tanganku berhenti sejenak.

Ada yang aneh dengan gambaran ini. Tadi ketika di meja admin tak kulihat bercak warna merah di tengah gambar ini.

Aku mengamati dengan seksama bercak merah itu, tampaknya seperti baru.

Ku sentuh permukaannya dan akhirnya menempel di ujung jariku.

Tubuhku seketika bergetar saat kusadari sesuatu

Itu bukan bercak biasa, itu darah

Darah yang nampak masih segar.

Lalu ku tutup buku itu dan meletakkannya di meja. Di samping buku itu terdapat bercak lagi, berjejer hingga terhenti di tepi mejaku.

Aku mengikuti bercak itu sampai ketepi meja hingga kusadari bercak itu terus  berlanjut hingga ke lantai sampai keluar ruangan.

Jantungku terus berdecak kuat melihat hal itu. .  .

Aku memegang erat tangan Doffi, dan ku gerak2an tangan doffi. "Doooooff, lihat dooof, ada darah" kataku.

Doffi tak menjawab, terasa tanganya sangat dingin.

"Doff, dooof" aku memanggil doffi pelan tapi doffi hanya diam saja.

Doffi tampak tak bergerak sedikitpun.

Begitupun dengan calvo dan rino. Semuanya terdiam seperti patung.

Ce viona dan semua orang tak bergerak sedikitpun. Suasana di WRD menjadi gelap meski lampu tetap menyala.

Aku melirik kembali bercak darah itu yang menuju luar ruangan kelas.

Apa yang harus aku perbuat? Fikirku.

Dari luar ruangan terdengar suara lari anak kecil dan terlihat sekilas sebuah bayangan anak perempuan lalu menghilang.

"Siapa itu?" Kataku pelan dalam hati.

Aku berjalan perlahan ke luar kelas B. Melihat kekanan ke kiri tampak sepi dan gelap. Ko william dan anak-anak di kelas sebelahpun tampak diam tak bergerak.

Bercak itu berlanjut hingga ke tangga dan terus sampai ke lantai dua.

Aku berjalan perlahan dengan hati berdegup kencang.

"Kaaak, kaaaak tolooong" suara lirih terdengar dari lantai dua.

Suara siapa? Fikiranku terus berkecamuk. Aku tidak tau suara siapa itu, diriku antara iya atau tidak. Akhirnya aku memberanikan diri kesana siapa tau ada yang membutuhkan pertolongan.

Aku dengan langkah perlahan menaiki anak tangga satu demi satu.

Terlihat ujung tangga semakin gelap begitupun di lantai dua.

Tepat di lantai dua. Di ujung lorong terduduk seorang anak perempuan sedang menangis tampak kesakitan.

Aku berlari hendak menyelamatkan anak itu, anak itu menundukkan wajahnya sambil menutupnya dengan kedua tangannya. Tangis terisak tampak terdengar dari adik kecil itu.

Aku duduk di depannya dan mencoba menenangkanya. "Dek kamu kenapa?" Kataku sambil membelai rambutnya.

Tangan anak perempuan itu terlihat berdarah dengan luka sayatan dimana-mana.

Aku berhenti membelainya dan mundur beberapa langkah.

Darah itu berasal dari anak perempuan di depanku.

Aku akhirnya menyadari sesuatu . . .

Anak itu perlahan mengangkat kepalanya . . .

Jantungku berdegup kencang

Tubuhku terasa tak bisa di gerakkan sedikitpun

"Kak, tolong Mey . . . ."

Suara lirih terdengar dari mulut anak itu yang penuh dengan darah segar dihiasi lebam luka di seluruh wajahnya.

Mataku terbelalak tak percaya

Pintu kaca di belakang anak itu terbuka dengan perlahan . ..

Menyisakan cahaya putih menyilaukan mata yang membuatku. . .. .




The Last Student (murid terakhir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang