Aku diam dengan keringat dingin di sekejur tubuhku. Ada apa di atas sana? Siapa itu? Kaki siapa?
Kaki yang tadi menyentuh kepalaku beberapa kali itu membuat jari-jemari kakinya menyentuh pipiku yang mulai dingin oleh keringat dingin
Aku masih tidak berani menatap ke atas.
Terasa kaku dan kasar di pipiku membuatku bergetar di bawah meja itu.
Kurasakan gerakan itu terhenti. Diam dan diam yang ku rasakan. Hanya detak jantung yang menderu yang berdetak seakan menjebol dadaku.
Dug dig dug jantungku membuat nafasku mulai sesak di buatnya.Aku mundur beberapa langkah. Dan mendongak ke atas.
Mulutku menganga melihat apa yang aku saksikan.
Seorang wanita yang aku benar-benar mengenalinya.
Dengan leher terpelintir ke kiri dan lidah menjulur keluar. Aku tahu dia siapa?
Aku hanya bisa kaku mematung melihat apa yang aku saksikan.
"Itu. . ."
"Ce . . "
"Ce winda. ." Aku terdiam tak percaya. Ce winda yang beberapa bulan lalu menghilang. Apakah ini nyata?
Ko william bilang kalau ce winda pindah ke luar kota, apakah benar? Atau semua yang di katakannya bohong belaka untuk menyembunyikan sesuatu.
Ce winda terlihat diam. Tergeletak di atas meja. Dia sudah tak bernyawa dengan leher yang terpelintir ke samping dan kaki yang bergerak-gerak yang rupanya terhembus angin yang entah dari mana datangnya.
Aku masih terdiam tak percaya di lantai itu. Sebuah aroma busuk yang berhembus ke indra penciumanku.
Aku menutupi hidungku dengan tangan. Bau busuk yang berasal dari mayat di depanku.
Ada yang janggal dengan mayat ce winda. Mayat itu menoleh ke kiri. Namun matanya mengarah ke sebaliknya.
Mungkin ada sebuah petunjuk.
Aku menoleh ke arah mata ce winda mengarah. Tepat ke lorong menuju tangga lantai dua.
Jantungku mulai berdegup.
Aku membunyikan bel dengan membentur-benturkan beberapa kali di lantai. Tak ada suara yang terdengar dari bel itu. Tak ada sesuatu yang menyahutiku.
Sejenak hanya hening yang terasa.
Hingga suara langkah kaki yang terdengar mendekat.
Dug dug dug
Suara itu berjalan menuju ke arahku. Suara itu dari kelas sebelah.
Dug dug dug suara itu semakin mendekat.
Aku beralih posisi menjauhi pintu masuk dengan posisi tubuh yang masih terduduk di lantai.
Aku beringsut hingga tubuhku sangat dekat dengan kaki mayat ce winda yang tergeletak di atas meja di atasku.
Hanya bau busuk yang sudah tidak dapat ku tahan lagi.
Suara langkah kaki yang mendekat hampir sampai di kelas A.
Suara ketukan di dinding-dinding yang mengiringi langkahnya membuatku seakan berhenti bernafas.
Suara itu tepat berhenti di pintu kelas A.
Tak ada siapapun disana.
Tak ada apapun.
Bibirku masih terkunci dengan sedikit gemetaran disana.
Siapapun tolong aku.
Waktuku tidak banyak.
Dimana teman-temanku? dimana tante Sylva? Dimana ko Roy?
Hanya satu petunjuk saat ini yang aku miliki.
Sorot pandang mayat ce Winda itu. Mungkin ada sesuatu disana.
Daripada aku kehabisan waktu disini. Aku sebaiknya kesana. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi.
Aku beranikan berdiri dan mulai melangkahkan kaki kesana.
Melangkah ke lorong
Menuju tangga yang mengarah ke lantai dua.
Aku mulai melangkah dengan gemetaran.
Melangkah menaiki tangga ke atas.
Tiba ku di lantai dua yang gelap gulita dan remang-remang hanya terbesit cahaya bulan yang remang-remang.
Bel yang sedari tadi ku pegang ku pukulkan beberapa kali dengan lembut ke dinding.
Sunyi yang terasa kembali menghampiri.
Hingga sesuatu memegang bahuku dari belakang.
"Arrgggffmmmm mmmm mmmm mmmm mmm" mataku terbelalak mulutku tak mampu berkata-kata.
Sesuatu menarikku. Menarik tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Student (murid terakhir)
HorrorTempat itu selalu ramai dengan suara canda murid, namun ketika kelas telah usai dan pintu utama di tutup, tidak ada yang mengira apa yang tengah terjadi disana.