Ana

6.9K 331 9
                                    

       Setelah sarapan tadi pagi, papi langsung pergi ke kantor. Di rumah hanya tinggal ada aku dan mami. Aku anak tunggal di keluargaku. Terkadang aku senang karena mami sama papi selalu memperhatikanku. Namun terkadang aku pun merasa penat. Mami selalu bawel kalau terjadi apa-apa denganku.

"Mi mau kemana sih" tanyaku menghampiri mami yang sibuk memindahkan beberapa koper ke dalam mobil. "Ke rumah tante Sylva" sahut mami sambil merapikan barang-barang di mobil.

"Katanya tante Sylva mau diajak ke rumah?" Tanyaku. "Tidak bisa orangnya. Makanya mending kita yang kesana" jawab mami sambil berhenti sejenak, mengelap keringat di dahinya dan menatapku.

"Terus? Buat apa barang-barang ini?" Tanyaku yang merasa aneh. "Liburan, hahaha" jawab mami seenaknya.

"Mi aku sekolah mi, ada kegiatan osis juga, terus kalau tiba-tiba ada ulangan mendadak gimana? Kalau aku di yellow card (peringatan dari guru) gimana? Trus aku gak di percaya lagi jadi osis gimana?" Kata-kataku kesal.

"Hehh. Udah-udah, tadi papi mampir ke sekolah kasihkan surat izin. Mami sudah telpon temen osismu itu si doffo" jawab mami. "Doffi" sahutku.

"Ya doffu lah doffi lah pokoknya itu. Ana kamu harus tenangkan dirimu dulu beberapa waktu. Mami gak mau anak mami depresi" kata mami yang membuat bungkam bibir-bibirku.

"Oh ya, tadi boneka setan itu sudah mami buang, ntar mami carikan tempat les lagi. Jangan les lagi disitu, bikin kesurupan anak orang aja nantinya" kata mami bersungut-sungut.

"Tapi mi . . ." Kataku pelan.

"Tapi kamu ganti seragammu itu langsung ikut mami. Cepet!" Kata mami sambil memegang seragamku.

      Aku berbalik badan dan melangkah pergi meninggalkan mami di halaman. Masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamarku di lantai atas.

Aku menaiki tangga yang mengarah ke kamarku. Aku masuk ke kamar dan menutup pintu kayu tebal penutup kamar.

Aku duduk di atas ranjang dan berfikir sejenak tentang sikap mami. Masih sebal di dadaku melihat mami yang seenaknya sendiri. Mami selalu saja berbuat seenaknya sendiri.

"Tok tok tok tok tok" suara ketukan di pintu. "Apa sih mii" jawabku sebal. "Tok tok tok tok" suara itu kembali terdengar mengetuk-ngetuk pintu dengan arah yang lebih rendah dari ketukan orang dewasa.

"MI MASUK AJA KAN BISA SIH" suaraku dengan nada tinggi kesal dengan mami.

"Tok tok tok tok tok" suara itu kembali terdengar. Mami tak menyahutiku. Aku mulai berfikir yang macam-macam.

"Mi please jangan bercanda mi" Aku mulai gemetaran. Keringat dingin mulai mengucur di tubuhku. Terdengar suara pintu mobil di tutup dari halaman.

Aku melangkah mundur dan mundur.

Aku berlari ke jendela yang ada di sisi kamar. Jantungku berdegup keras. "Mi jangan buat aku takut" Kataku.

Mami masih tak menyahuti.

Aku menoleh ke jendela siapa tahu aku menemukan jalan keluar seperti di film-film action barat yang sering aku tonton.

Mataku terbelalak tatkala melihat mami masih di halaman depan. Masih di posisinya yang tadi sambil merapikan barang-barangnya.

Kalau itu mami, terus itu . . .

Pintu mulai berderit perlahan

"Kriieeeeeggggg"

"Tuhan, Aku lupa menguncinya" fikirku sambil memegang teralis besi yang menghiasi jendelaku.

"Miiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii Toloooooooooooonngg" teriakku dari lantai dua rumahku.

Mami menoleh dan berlari sempoyongan ke dalam rumah.

Pintu itu terbuka hebat membentur dinding. Menyisakan suara keras yang bahkan dapat terdengar sampai halaman.

Aku tak berani menoleh.

"Mi tolong"

"Mi"

"Mami" rintihku.

Ku pegang erat teralis besi itu. Mi maafkan aku mi. Untuk saat ini aku merasa apa yang mami fikirkan tentangku itu benar.

Suaraku memelan. Dan berakhir gelap.

Gelap.

Tanpa cahaya.

The Last Student (murid terakhir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang