day by day:: 2021.

7.5K 818 164
                                    

•••

"Gue nitip sandwich di satpam. Nanti diambil ya."

Kaku. Dia bahkan berpikir ribuan kali untuk merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat. Hembusan napasnya tertahan sementara, dia berpikir seseorang di seberang sana akan berbicara sepatah kata. Ternyata tidak. Seperti selalunya, tak ada balasan sama sekali. Laki-laki berkewarganegaraan Australia itu akhirnya menurunkan telepon setelah merasa yakin, percakapan antar keduanya sudah cukup.

Ia keluar dari sebuah bilik telepon koin dekat apartemen yang jaraknya jauh dari jalanan besar. Lee Felix berdiri, dengan seluruh tubuh dibalut warna hitam. Dia menaruh kedua tangannya ke dalam saku, memperhatikan dengan seksama ke arah lantai empat. Di mana jendela selalu tertutup, gelap, layaknya tak ada kehidupan.

Udara terasa mulai hangat setiap harinya, memasuki bulan Juni. Tapi dia tetap diharuskan berpakaian serba tertutup ketika bepergian, apalagi ke tempat-tempat yang jelas dilarang. Dia nakal, batinnya yang terlampau rindu memaksanya untuk tutup telinga terhadap aturan perusahaan.

Tiba-tiba seseorang membuka gorden di lantai empat. Felix masih terpaku pada posisinya. Dia tersenyum, padahal separuh wajahnya tertutup masker.

Kacau, dia sedang berusaha untuk memperbaiki dirinya selama empat bulan ini dan ternyata belum berhasil.

Tunggu aku.

Felix mengangguk, membaca gerak tangan dari Hyunjin yang sejujurnya hanya terlihat sebagian kepala saja. Dari lengannya, tertebak seberapa banyak dia kehilangan berat badan. Seharusnya Hwang Hyunjin pulih lebih cepat, atau lebih baik dia tidak pernah sakit seperti hari ini. Lebih tepatnya lagi, tidak seharusnya dia disakiti.

Sekitar lima menit setelahnya, seseorang berlarian kecil dengan kantung kertas berisikan sandwich yang tadi dibawa oleh Felix, untuk Hyunjin, secara diam-diam, sempat diambilnya dari satpam yang berjaga di bawah. Hyunjin memakai mantel hitam tebal, kupluk hitam, sepatu hitam. Padahal cuaca sedang cukup terik.

Hari ini, Hyunjin mau makan siangnya dihabiskan dengan Felix, setelah sekian purnama.

"Mau makan di mana?" tanya Felix, ketika Hyunjin telah sampai di hadapannya.

Hyunjin lagi-lagi mengisyaratkan lewat gerak tangannya. Dia mengajak Felix untuk masuk ke lobby parkiran apartemen Hyunjin. Mereka duduk di belakang sebuah mobil hitam yang dulunya selalu Hyunjin pakai kalau akan pergi mengisi jadwal MC. Sekarang, sudah berbulan-bulan mobil itu menganggur. Sopir juga difokuskan mengantar member-member yang sedang dalam keadaan aktif.

Hyunjin menengok kanan-kiri dengan raut seperti terancam, dia terlihat ketakutan tanpa sebab. Padahal dia sedang memikirkan kemungkinan buruk seperti, bagaimana jika sasaeng-sasaeng itu melihat kedatangan Felix? Bukankah hukuman Hyunjin akan diberatkan dan Felix akan mendapat hukumannya juga?

"Tenang." Felix menyender pada mobil. Keduanya duduk tanpa alas apapun, berselonjor kaki dengan punggung menempel pada mobil berdebu. Seperti bersembunyi dari kejaran mafia. Apalagi parkiran juga tidak menyediakan cahaya yang memadai.

Hyunjin melepas maskernya, pun dengan Felix. Ia kemudian membuka bungkusan kertas itu dengan semangat. Lalu pergerakan kedua tangannya terhenti, melihat sebuah kotak transparan berisi beberapa cookies coklat buatan Felix. Dia terakhir memakannya di bulan Januari lalu. Dan hari ini, dia kembali merasakannya.

"Ponsel lo masih diblokir ya?" tanya Felix. Yang dibalas anggukan kecil oleh Hyunjin. Ponselnya diblokir agensi, tidak bisa digunakan. Terkunci, semua sosial media yang ada di sana dinonaktifkan. Rasanya seperti diasingkan. Hyunjin hidup sendirian selama berbulan-bulan. Member juga, tak semuanya bisa berkomunikasi dengan Hyunjin. Hanya Felix satu-satunya yang memiliki nekat kuat dan memilih menghubungi Hyunjin lewat telepon rumahnya. Dia juga selalu menelepon Hyunjin lewat telepon koin yang masih tersedia di beberapa tempat. Karena tidak memungkinkan menghubungi dengan ponselnya sendiri.

Ketika satu suapan memasuki mulutnya, Hyunjin merasakan euforia yang bisa meledak kapan saja dalam perutnya. Selama ini, semua makanan terasa hambar. Lalu sandwich yang dibawa Felix kali ini seolah memiliki semua rasa, membuat lidahnya kembali merasakan makanan yang membahagiakan.

"Kita semua nggak baik-baik aja," ujar Felix sambil melamun. Sedang Hyunjin sibuk dengan makan siangnya yang terasa begitu menyenangkan.

"Nanti gue bawain makan siang tiap hari, ya?" ucapnya ketika melihat bagaimana Hyunjin makan dengan lahap. Kedua tangannya gemetar, mungkin karena dia menahan lapar. Dia merasa bersalah hanya membawa dua potong saja. Tahu begini Felix akan membuat porsi dua kali lipat.

Hyunjin menggeleng. Felix terlalu sibuk untuk sekadar mengirim makan siang secara diam-diam ke tempat tersembunyi setiap harinya. Walau Felix yang menginginkan itu, tetap saja dia tidak mau memberatkan.

Felix memperhatikan Hyunjin, seluruh tubuhnya. Dari ujung kaki sampai kepala. Dia melihat banyak luka yang tak jelas penyebabnya apa. Dia melihat banyak memar sekitar kepala, dekat mata, luka memanjang dekat alis. Dia melihat banyak sayatan di punggung tangannya. Dia melihat bagaimana kuatnya Hyunjin memukul cermin dengan kepalan tangannya.

Ia mengeluarkan beberapa lembar pembalut luka mini. Hyunjin selesai dengan sandwich-nya. Tangan kanannya dituntun Felix untuk dipakaikan pembalut di beberapa sisi. Felix mengutuk dirinya sendiri, bahkan untuk luka-luka kecil yang dimiliki Hyunjin, dia tidak bisa menyembuhkan seluruhnya.

"Nanti gue bawa plester lagi," katanya sambil mengusap kedua pipi yang berair. "Jangan dilukain terus, gue nggak punya banyak plester," lanjutnya, berusaha untuk kuat. Dia menatap ke arah Hyunjin, menyaksikan betapa kejamnya semesta pada Hyunjin yang tidak tahu apa-apa.

Hyunjin anak baik. Dia terlampau kuat untuk tidak menangis dihadapan Felix hari ini. Felix menangis sendiri, dia merasa gagal. Dia merasa bersalah atas apa-apa yang telah menimpa Hyunjin.

Lalu ia menyadari, rambut Hyunjin nampak terpotong secara acak.

Ia menyentuh ujung rambut Hyunjin, memperhatikannya. Hyunjin telah melewati banyak hal sendirian. Selama dia hiatus,  seharusnya rambutnya telah tumbuh sebahu, atau mungkin lebih. Tapi kali ini hanya sebawah telinga. Potongannya juga tidak rapih, berantakan. Felix kebingungan antara Hyunjin memang ingin memotong rambutnya, atau dia berusaha menghilangkan beban pikirannya dengan melampiaskan emosi pada rambut-rambut itu?

"Cookiesnya, gue sengaja bikin buat lo. Suka yang banyak chocochips, ya? Ayo, dimakan."

"Tiga hari lagi gue pulang.."

"Iya." Felix memeluk Hyunjin erat ketika akhirnya dapat mendengar suara Hyunjin setelah sekian lama.

Tiga hari lagi, atau sedikit lebih lama, Hwang Hyunjin?

•••

Grow Up [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang