•••
Hyunjin dibuat terkejut dengan kedatangan Mama yang tiba-tiba menjemputnya ke asrama. Ia tidak mengatakan apa-apa sedari kemarin, Hyunjin belum memiliki izin dari managernya untuk pergi.
"Bisa, Mama udah ngobrol sama manager kamu, Hyun," Mama menegaskan dengan rautnya yang nampak meyakinkan. Mereka mengobrol di ambang pintu karena Mama tidak mau masuk, memaksa Hyunjin untuk segera ikut dengannya.
Hyunjin mengulum bibir bawah, sebelum akhirnya Chan datang dari arah belakang dan menepuk pundaknya. "Pergi aja, nanti malem balik," ujarnya.
Di perjalanan, Hyunjin tidak bisa bertingkah seperti biasanya karena dia masih merasa tidak enak hati. Soal hasil lab yang keluar hari itu, benar-benar mengganggu keseharian Hyunjin bahkan hampir dua minggu setelahnya.
"Ngelamun terus." Mama menyadarkan Hyunjin.
"Kita kemana, Ma?" Hyunjin mengalihkan topik, sibuk menilik jalanan—dia tidak mengenalinya. Ini pertama kali Hyunjin melewati jalan ini.
"Ke Gyeongpo, Hyun." Mama menambah laju kendaraannya sambil sesekali melirik, Hyunjin nampak tidak bahagia.
Mama membawa Hyunjin ke pantai yang tak pernah mereka kunjungi sebelumnya. Oh, Hyunjin memang jarang berlibur ke pantai, bahkan bisa dihitung dengan jari. Dia lebih banyak menghabiskan liburannya dengan berkunjung ke taman hiburan.
Lekukan di wajahnya perlahan terbentuk—dia tersenyum, melihat matahari yang nampak seperti bersembunyi dan akan tenggelam sebentar lagi. Perjalanan selama hampir tiga jam itu terbayar oleh pemandangan yang disuguhkan.
"Kita terakhir ke pantai kapan, ya?" tanya Hyunjin, berjalan mendekat ke area pantai.
"Mungkin tiga tahun yang lalu," balas Mama yang juga tidak begitu ingat.
Angin yang berhembus terasa menyejukkan. Pantai tidak begitu padat sehingga rasanya seperti menyewa. Bahkan kalau diperhatikan lagi, memang kebetulan sedang tidak ada yang berkunjung. Karena hari ini bukan akhir pekan atau tanggal merah.
Mama menggenggam tangan Hyunjin, mengajaknya maju mendekati garis pantai. Sejak dulu, Mama jarang mengajak Hyunjin pergi ke pantai karena dia takut hal-hal buruk terjadi. Dia takut Hyunjin terbawa ombak, dia takut Hyunjin terlalu lama berenang sehingga tubuhnya sakit, dia menakuti banyak hal buruk menimpa pada putra satu-satunya.
"Hyunjin kanker lagi, Ma," Hyunjin tiba-tiba berucap ketika suasana benar-benar senyap.
Mama tidak mengatakan apa pun. Dia lantas memeluk Hyunjin dengan erat. Begitu erat sehingga tak ada yang dapat melepaskannya. "Nggak apa-apa, nggak apa-apa," Mama mengulang perkatannya.
"Uljima, Hyunjinnie," bisiknya sambil mengusap lembut rambut Hyunjin.
"A-ah." Hyunjin melepas pelukannya, tersedu, lagi-lagi merasakan sesuatu seperti menekan dadanya.
Langkahnya terasa berat. Ia berjalan gontai mendekati air sampai kakinya tergenang, lalu berteriak sekencang-kencangnya. Dia meluapkan semua emosi yang tertahan selama ini. Dia menyuarakan semuanya, meneriakkan bahwa dia marah pada semesta dan garis takdir.
"Saya marah, Tuhan, saya marah!" suaranya kian meninggi. Dia membungkukkan sedikit tubuhnya, mengambil beberapa bebatuan kecil yang kemudian dilemparnya dengan kuat ke arah laut. "Saya marah!" Ia menyentak.
Dari kejauhan, Mama hanya bisa berdiri beku, menutup mulut yang sebetulnya ingin ikut berteriak mengatakan hal yang sama.
"Saya takut.." Hyunjin melirih, merendahkan tubuhnya perlahan—bertopang dengan lutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up [ ✓ ]
Fanfiction[ Telah dibukukan. ] ❝You did well, Hyunjin-ah...❞ Sepanjang Hyunjin melewati mereka, dia dihormati. Dia dihargai atas perjuangannya selama ini. Dia akan dikenang dunia sebagai si kuat Hwang Hyunjin. Dia akan dijadikan lambang semangat mulai tahun i...