O8.

74 42 65
                                    

kita lihat sebesar apa harsa yang lia dapatkan setelah satu tahun kembali pada dekapan raga pemuda pelipur lara nya.














"sudah makan?"

lia segera menegakkan badan nya lagi setelah susah payah mencari posisi nyaman untuk tidur di kelas saat jam istirahat.

"belum! aku lupa."

sementara juna hanya bisa menghela nafas pasrah dan meraih tangan lia, "kamu 'kan udah janji sama aku ngga akan lupa isi perut sesibuk apa pun kamu belajar."

lantas gadis ini pun berdiri untuk mengikuti kemana langkah juna membawa nya. "maaf, aku beneran lupa."

juna mengangguk paham, "gapapa, lain kali jangan lupa makan."

"siap, bos!" kalau gadisnya sudah bertingkah, juna bisa apa selain merasa gemas?

"mau pesan―"

belum sempat juna menuntaskan kalimatnya, atensi lia sudah teralihkan kala namanya diserukan oleh seorang pemuda dari pojok kantin yang berlari menghampiri.

"lia nanti...., em lo―" sama seperti juna, pemuda ini memotong ucapanya saat melihat genggaman tangan juna di tangan lia.

tahu temannya kebingungan, dan juna pun seperti menatap pemuda itu dengan penuh tanya, lia segera membuka suara.

"eh satria, kenalin ini juna." ucap lia memperkenalkan.

disambut baik oleh pemuda berasma satria, yang diketahui teman lia itu. "satria," hanya itu, dengan sedikit senyuman yang memperlihatkan lesung pipit khas pemuda itu.

juna membalas uluran tangan dari satria, "juna." begitu respon yang ia berikan. lagi-lagi ia menangkap netra satria tertuju pada genggaman tangan juna dan lia yang baru saja terlepas.

menimbulkan banyak pertanyaan di kepala juna mengenai satria.

"oh ya, kita bisa ngomong sebentar ngga?" yang satria maksud kita adalah ia dan lia, tanpa ada juna.

merasa satria sempat meliriknya, juna pun mengalah untuk pamit undur diri sejenak dari lia. "aku tunggu disana, ya?"

"tapi jun―"

"kayaknya penting, gapapa kok aku tungguin." ia mengacak pelan surai lia sebelum berlalu pergi dari sana.

"lia?" satria kembali memanggil lia saat pandangan gadis itu masih tertuju pada juna, bukannya kepada orang yang mengajak mengobrol.

"kenapa?"

"gue mau ngomong."

"iya mau ngomong apa?"

satria tertawa kecil, "lo kenapa sih? waktu masih banyak kali, jangan buru-buru gitu lah." bukan tanpa maksud ia berkata seperti itu, tapi karena lia terus-terusan menatap juna yang sedang memesan beberapa makanan disana.

"justru itu, 'kan waktu masih banyak kenapa harus sekarang sih ngobrol nya? gue mau makan tau."

"kita bisa ngobrol sambil makan, mau?"

"masalahnya gue mau makan sama juna."

lia melihat perubahan ekspresi satria saat itu juga, "kok diem? jadi ngga?"

"lo ngga mau sambil duduk? biar enakan."

"ngga, buruan."

satria menarik nafas sebelum mulai berbicara, semakin membuat lia harus menunggu lagi.

"ah lo kelamaan!" perut lia sudah tidak bisa menunggu lagi, pun dengan keinginan menemui juna yang terus meronta, alhasil ia mengabaikan satria begitu saja dan menghampiri juna yang sudah siap dengan makanan pesanananya.

percakapan asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang