14.

84 26 40
                                    

the overtunes―sayap pelindungmu











juna ingat bagaimana rasanya dahulu disini, di posisi seperti saat ini. kala teman pembangun harsa nya justru memilih merajut asa di zamin yang berbeda.

kalau dulu juna bisa menolak, mungkin sekarang ia belum pernah merasakan kehilangan dan ditinggalkan pada saat itu. ia akan ikut kemana lia pergi. namun juna juga punya takdir yang harus ia jalani, baik ataupun buruk, itu tetap hidupnya.

tapi lia itu milik semesta yang pernah menjadi bagian dari harsa juna. dan ia harap, itu juga menjadi takdirnya.

maka tanpa lia, tidak ada harsa lengkap yang didekap.






"jangan dipaksain. lo harus istirahat."

pemuda yang tengah bersiap dengan seragam sekolahnya itu teralihkan oleh suara dari ambang pintu kamar, lantas ia tersenyum kecil lalu menjawab.

"santai aja lah, aman kok―"

"gue bilang harus. ngelawan, gue aduin ke bokap."

juna berdecak malas saat sang kembaran mendudukkan paksa badannya di kasur. "nurut dan gue bebasin lo ngapain aja asal di rumah, atau gue kurung di kamar sampai ada yang bukain."

"tumben, biasanya lo ngga peduli sama gue."

"diem."

"heh kita tuh kembar, ngga usah sok bersikap seakan lo jauh lebih tua dari gue."

"faktanya, gue lima menit lebih tua dari lo."

"cih, tua kok bangga."

"like-like gue lah."

"jeva!"

pemilik nama yang baru saja diteriakkan kini hanya menatap datar juna yang memberontak saat tubuhnya ditutup selimut.

"apa?" tanya jeva, pelan namun tegas.

"gue mau sekolah."

jeva nampak menghela nafas sebelum berteriak lantang memanggil, "AYAH, JUN―"

"diem, bego. cepu lo!"

"pengecut lo. ungkapin kalo lo kecewa, buat apa ditelan sendiri kalau ujung-ujungnya dalam diam lo bakal muntahin sesuatu yang menyakiti diri lo sendiri. itu ga baik." jeva menarik selimut sampai sebatas dada juna.

"jangan bohongin diri sendiri. but, it's up to you. gue tau semuanya bahkan cuma dari cara lo jalanin hari."

sampai ketika jeva berbalik dan mulai melangkah, juna mengerjap sekali dua kali dan berucap, "serem lo, jev!"

"emang." respon jeva saat itu juga adalah, melambai tangan lalu mengibaskan rambutnya. pamer, ia bisa keluar kamar. sementara juna, dikurung dalam ruang kacau usai duel bantal kembar najaendra tersebut.

"kok dia bisa tau?"



"juna!"

"gue bukan juna." jeva menepis tangan lia. "dia ngga berangkat sekolah."

"jeva?"

"iya, gue."

lia mundur menjauh, memberi jarak. "juna kenapa?"

"sakit."

ia berdecak frustasi. "dari kemaren dia ngga jawab telfon gue, chat juga ngga dibales, sekarang lo kalo kasih info jangan setengah-setengah. juna sakit apa? kok bisa?"

jeva menatap lia tak suka, "juna ngga jawab telfon sama bales chat ya derita lo sendiri." ia kembali melangkah hendak pergi dari hadapan lia.

"jev, lo belum jawab pertanyaan gue!"

percakapan asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang