raisa―bahasa kalbu
vibrasi dari alarm ponsel sukses mengalihkan perhatian kenya satu ini dari buku-buku dan para aksara tak tahu diri.
lia menghela nafas saat layar ponsel nya menampilkan angka 22.00, akhirnya, lia bisa menutup benda yang katanya penuh ilmu tersebut.
seperti biasa lia akan tidur kalau acara belajar nya sudah selesai, tapi rasa lapar justru lebih menuntut dari pada rasa kantuk, alhasil lia memilih untuk beralih ke dapur.
"ma, lia mau makan." ucap lia pada mama nya yang terus memperhatikan dirinya sejak keluar kamar bahkan sampai berdiri tepat di hadapan mama saat ini.
"kamu baru selesai belajar?"
lia mengangguk sebagai jawaban.
"ma, lia mau makan. enaknya makan apa?"
"kamu mau goreng ayam sendiri? soalnya mama juga lagi makan." lia mengangguk lagi, dan segera mempersiapkan apa yang diperlukan, tentu nya sesuai arahan mama.
padahal lia tidak terlalu pandai dalam hal seperti ini, tapi apa boleh buat? makanan yang ia sisakan tadi sore juga sudah dimakan mama nya, berakhirlah lia dengan penggorengan dan minyak yang muncrat kemana-mana.
"api nya kecilin, kalo gitu nanti kamu kena minyak nya." ucap mama, memperingatkan.
lia takut-takut untuk mendekat lagi, sebab tadi ia sempat terkena minyak tersebut. beginilah lia kalau sudah berkutat di dapur.
"jangan dibalik dulu, bagian bawah nya masih belum matang!" lia mengulum bibir saat mama terus-terusan mengarahkan nya dengan bentakan.
"kamu itu cewe apa cowo sih? masa goreng ayam aja ngga bisa." omel mama untuk yang kesekian kali nya.
"kalo takut muncrat ya api nya dikecilin, atau tutup pake penutup. makanya jadi anak tuh yang pinter."
lia muak, ia melempar spatula ke arah tempat penyaring minyak kemudian pergi dari sana, tak mempedulikan teriakan mama yang meminta lia tetap di dapur untuk melanjutkan menggoreng.
ia menutup pintu kamar dan mengunci nya. lia mengambil ponsel diatas meja belajar untuk memutar lagu pengantar tidur, tapi tangan nya terlampau gemetar sampai menjatuhkan benda pipih tersebut.
gadis yang tengah menahan air mata nya itu duduk ditepi kasur dan memeluk lutut. lia itu tidak bisa marah apalagi sampai melampiaskan ke barang-barang seperti tadi. akibat nya tangannya akan bergetar, mungkin merasa bersalah, atau bisa jadi ia tidak bisa mengendalikan emosi nya.
ini yang lia benci dari diri sendiri. ia tidak bisa melakukan apapun yang ia mau, bahkan marah sekali pun. seolah-olah apa yang menjadi hak nya tidak bisa ia genggam. menyedihkan.
lia selalu membatasi dirinya. tentang jangan terlalu bahagia, atau nanti akan terlalu sedih. jangan begitu larut dalam kesedihan atau kedepannya tidak akan bisa bahagia lagi. dan juga, jangan terlalu marah atau nanti akan mudah dikuasai emosi.
ia selalu memikirkan hal itu, tapi tak pernah sekali pun muncul dalam benak nya tentang, jangan terlalu memendam sesuatu atau sewaktu-waktu kamu bisa tertekan oleh apa yang sudah kamu simpan.
lia itu overthingking orangnya. jangan percaya kalau ia melamun, karena pikirannya tak pernah kosong. jika pandangan nya memang tetap pada satu titik dan terlihat kosong, ia tidak melamun, melainkan sedang berfikir keras tentang banyak nya masalah.
lia menghela nafas panjang saat pintu nya diketuk dari luar dan terdengar suara mama, "ayam goreng nya sudah siap, makan dulu."
tapi kali ini biarlah lia beristirahat tanpa makan apapun. sungguh ia sangat letih bahkan untuk sekedar berjalan ke dapur, apalagi kalau nanti sampai mendengar ocehan mama nya yang mengungkit kegagalan lia dalam hal pendidikan, dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
percakapan asa
Fanfiction[ na jaemin ] perihal segala romansa yang kembali menanti sang perasa ©Ratnamonalisa, 2O21