O1.

369 93 61
                                    

na jaemin―river flows in you


















"hey, lo mau kemana?"

sang hawa yang tengah dilanda kebingungan itu merotasikan kepalanya, tersenyum kikuk pada gadis berambut pendek sebahu yang bertanya lebih dulu.

yang ditanya mengedipkan netra, dia nyata, adakah gadis secantik itu?

lantas ia mengatupkan kelopak mata sejenak, menjaga sikap agar kesan pertamanya tetap baik di depan siswa-siswi sekolah baru.

"em itu, kantin dimana, ya?"

"ck, makanya tadi jangan asal keluar aja, lo tuh anak baru disini, jangan ngelayap sendirian. kenalin, nama gue riana"

"hai, gue―"

"tau, gue udah tau tadi di perkenalan kelas. jadi, gue panggil lo apa? aulia atau putri?"

ia tersenyum manis, "terserah, tapi saran dari gue, panggil lia aja."

gadis cantik yang mengaku bernama riana itu mengacungkan jempol, "oke, ayo ke kantin, yang lain udah nunggu disana."

"maksudnya yang lain?"

"iya, temen-temen gue, dan bentar lagi akan jadi temen lo juga."

lia mengangguk, mengikuti langkah riana yang parasnya terlalu rupawan. tidak ada canggung yang dia ciptakan, agaknya gadis ini pintar membuat suasana. ini teman yang lia harapkan untuk menjadi sahabat.



























bisakah jakarta mengabulkan semua harapan lia? setelah bertahun-tahun ia menyesali perihal takdir nya yang tidak pernah adil.

pandang lia layangkan pada hamparan langit, bebarengan dengan semilir angin yang mendatangkan ketenangan sejenak, ia mengernyih pada diri sendiri yang lemah. tak mau mengeluh pada yang mengekang nya, padahal nestapa sudah terlalu memuakkan.

lia menghela nafas. kali ini jakarta, esok kalau ia gagal, kota mana lagi yang akan menemani nya berjuang dan mendapatkan konklusi dari segala asa?

kalau saja lia mengenal seseorang yang punya ceritera terhebat di semesta, pasti dalam sekejap lia akan diklaim menjadi orang terbodoh yang mau-mau saja diperbudak―ah tidak, bahkan jika ada yang mengatakan itu, lia tetap yakin semua yang dilakukan orangtua nya adalah tentang kebaikan.

sampai kapan lia harus terus menerus bersua pada jalan menuju dewasa yang tiap sekon nya membawa pilu, padahal obat nya sedang tidak ada disisi lia saat ini, bahkan bisa jadi selamanya tidak akan ia temui lagi.

ah membahas dia yang menjadi pelipur lara nya, ya?

lia jadi rindu, bukan pada dilan, melainkan pada pemuda yang dulu selalu menemani nya bercakap perihal asa, membenci asa, bahkan sampai membangun asa kembali. semuanya ia curahkan kepada dia.

"juna, apa kamu masih di jogja?"

kalau iya, apa masih di tempat yang sama dengan perasaan yang juga sama? lia ingin tahu, tapi tidak bisa sebab ia semakin lelah pada waktu yang selalu bergurau.

"woi awas!"

lia tersadar dari lamunan, reflek menghindar ketika bola basket melayang menuju ke arahnya.

"maaf," ujar pemuda berkulit sawo matang yang datang menghampiri lia hanya untuk mengambil bola nya bahkan tanpa menanyakan kondisi calon korban yang masih terkejut.

tapi lia memaklumkan, huh jakarta.

hey, jangan anggap remeh ibu kota dong!

di gedung setinggi menara, lia menaruh asa yang isinya seperti biasa, selalu tentang keinginan kemenangan menggapai harsa.

lia bersenandung pelan, sampai akhirnya ia kembali diserbu kebingungan saat menyadari kemana langkah kaki membawanya.

ruang musik?

tanpa perlawanan suara permainan piano seseorang dari dalam langsung membelenggu relung hati lia. instrumen yang tidak asing bagi telinganya, sebab dulu suara inilah yang selalu memanjakan indra pendengarannya.

"mungkinkah itu kamu, juna?"

manik mata lia sendu, mendadak ia menyadari akan rasa hatinya yang simpang siur hendak melihat siapa pemilik jemari yang bergerak lihai diatas tuts piano atau mengabaikan dan anggap itu hanya delusi semata.

perlahan lia melangkah masuk ke dalam ruang musik yang pintunya dibiarkan terbuka.

netranya kembali bertemu dengan netra milik pemuda yang selalu singgah di hatinya, bahkan sampai pikirannya. lia selalu sulit menjabarkan perangai dari pemuda ini karena terlalu, ah istimewa dan handal bahkan dalam hal mengembalikan penyesalan.

lia kembali bertemu sang pelipur lara, yang semoga kali ini segala romansa dan percakapan asa nya tidak akan lengkara.























"selama satu tahun terakhir, kenapa kamu ngga kasih kabar lagi, lia?"

_ _ _

enjoy!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

enjoy!

percakapan asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang