13.

87 31 39
                                    







satu warsa sudah terlewat dengan dia disisi. katanya pada saat itu sudah menjadi pergi terakhir kali, ternyata masih untuk yang kesekian kali.❞

❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







sampai detik ini, juna masih menjadi menjadi bagian semesta yang selalu menunggu seolah tanpa ada kata usai. atau mungkin, juna belum berjalan hingga ujung penantian tersebut.

tetapi juna tidak banyak mengeluhkan perihal itu. akan sia-sia jika takdir belum sejalan, kemudian terbentur realita, berakhir hancur lebur.

selagi tidak ada jarak selaksa yang terpaut diantaranya dan sang gadis, ia masih bisa menerima apapun sudah digariskan takdir. menjadi yang menunggu.






pemuda itu, dengan dua gelas minuman di tangan mencari dimana para kawan-kawannya berkumpul.

"woi juna, sini!" teriak haikal dari sudut kafe.

"satu lagi buat sapa tuh? gue, ya? uh makasih, juna" belum sempat tangan haikal mendarat di gelas, empunya lebih dulu menjauhkan dari jangkauan haikal.

"buat lia." jawab juna.

"lagian lo 'kan udah gue pesenin, minum!"

haikal menggerutu kesal saat riana menyondorkan segelas americano secara paksa. "gue gak suka, cantik."

"tapi udah terlanjur dipesenin, gimana?"

"makasih udah perhatian, tapi lo mau ngga beliin lagi? caramel machiato."

"ENAK AJA!"

juna hanya menggelengkan kepala tak habis pikir dengan tingkah dua sahabatnya itu. ia hanya ingin tahu, kapan lia akan datang.

"heh yeji, lia jadi dateng 'kan?" berhubung yeji yang di sebelahnya, juna pun bertanya.

"hah, lia? tadi sih bilang mau dateng, tunggu aja."

"iya dia juga janji ke gue bakal dateng."

"tapi ngga ada yang tahu, bisa aja tiba-tiba dia ngabarin kalo ngga jadi dateng. ya lo tau sendiri lah." imbuhnya.

baiklah, juna hanya perlu menunggu.







pukul delapan malam juna kembali memesan minuman yang sama seperti dua minuman sebelumnya.

masih untuk lia.

ia hanya ingin ketika lia datang langsung disuguhkan minuman kesukaannya. tapi sampai sekarang gadis itu tak kunjung datang, sehingga perut haikal yang menjadi tempat mendarat bagi minuman pesanan juna. dari pada harus minum americano pesanan riana, katanya.

juga obrolan dan canda tawa sahabat-sahabatnya menjadi teman tunggu juna malam ini. sedikit mengusik, namun cukup menghibur.

juna baik-baik saja meskipun dikelilingi para titisan setan.

"kalian punya kenalan ngga?" pertanyaan yeji menjadi pengganti topik sebelumnya.

"buat apa?" sahut ica.

"kembaran gue, gagal move on."

"lo punya kembaran, ji? kalo gitu, comblangin aja sama kembaran juna!" usul haikal dengan antusias.

"wah mantap tuh" imbuh rendra, ia sampai terbayang bagaimana kalau yeji dan juna membawa kembarannya saat sedang berkumpul seperti saat ini. pasti seru.

"apaan sih, kembaran juna 'kan cowo, kembaran gue juga cowok tau!"

"ngga usah ngegas juga kali, lagian gue juga ngga bakalan mau comblangin kembaran gue sama duplikatan lo. pasti sikapnya sebelas duabelas sama lo." yang lalu dibalas dengan pukulan keras oleh yeji.





iya, juna masih baik-baik saja kok ada disekitar mereka.



bosan.

sedari tadi juna hanya melihat para sahabatnya asik bermain tapi ia sendiri enggan untuk sekedar merespon candaan mereka. tau begini, ia tidak akan datang tanpa kehadiran lia.

alih-alih membiarkan diri ikut bercanda tawa, juna lebih memilih menyelami ingatan pada gulir beberapa tahun yang lalu. samar-samar, dan hampir pudar.

selalu mengenai gadisnya. aulia putri diningrat.


"maafin aku, ya? aku beneran lupa tadi malem. dan juga, papa ngga bolehin aku keluar malem, jun."

juna yang pada saat itu masih dikuasai mode kesal pun menepis tangan lia, ngga kasar kok. "itu sih pasti. secara kamu 'kan anak gadis, mana boleh keluar malem, apalagi itu papa kamu." ucap juna, dengan sedikit penekanan.

"seenggaknya kamu kabarin aku. bisa 'kan? ngga ada yang ngelarang 'kan?"

lalu lia menjentikkan jarinya, "nah, masalahnya aku lupa, juna. jangan marah lagi ya."

pada akhirnya juna mengalah. menghela nafas sejenak, "aku ngga marah, cuma sedikit kesel aja. kalo gitu harusnya kamu ngga perlu janji."

persis seperti saat ini. hanya saja, juna tidak tahu kali ini apa alasan lia.

janji memang mudah untuk sekedar dilontarkan, giliran menepatinya yang terkadang waktu dijadikan korban.

rupanya, hal ini sudah menjadi kebiasaan buruk gadis itu. dan juna, tidak bisa tidak menyukainya walau ingin. karena juna mencintai lia, gadis yang hanya sempurna di matanya. maka apapun kekurangan gadisnya, dengan harap harsa, juna menerimanya.


"ey bang,"

lamunan juna buyar saat suara yang ia kenal menyapanya. "eh lo ngapain disini?"

dia janu.

tanpa peduli dengan sahabatnya, juna balas menyapa sepupu lia itu dan membawa ke meja lain agar lebih leluasa membuka percakapan tanpa ada gangguan.

"bang juna udah lama disini?" tanya pemuda yang satu tahun lebih muda dari juna itu.

"lo belum jawab pertanyaan gue tadi."

"ohh ini, gue cuma mampir sebentar beli titipan gebetan, hehe." jawabnya sembari menunjukkan bingkisan digenggamannya.

"udah gede lo, ya."

"yaiyalah, masa mau kecil terus. lo sendiri, ngapain?"

juna menunjuk ke arah para sahabatnya, "noh ngumpul bareng mereka."

sepupu lia itu menganggukkan kepala sebagai respon, sedang juna kembali menegakkan duduknya untuk bertanya lagi.

"lia di rumah? lagi ngapain?"

janu tertawa kecil, "to the point banget, bang."

"iya, kak lia di rumah. paling lagi belajar, emang apa lagi yang bisa dia lakuin di rumah? lagian dia harus giat belajar, 'kan mau kuliah di luar negri."

reaksi juna saat itu juga adalah perubahan ekspresi yang tak disangka janu. tentu juna terkejut, ini di luar perkiraanya.

"em bang, jangan bilang lo baru tau?"

juna tidak ada jawaban lain selain mengangguk. faktanya, ia memang baru tahu dan tidak diberi tahu lia.

sepupu lia mendadak bertingkah aneh, agaknya ia takut salah bicara dengan perkataannya tadi.

"t-tapi gue belum tau pasti, kak lia juga belum setuju kok."

percuma. dalam sekejap asa yang juna bangun bertahun-tahun runtuh dalam hitungan detik. seluruh frasa dan romansa akan kehilangan rumah nya dan salah satu perasa.

meski belum ada kata setuju dari lia, juna yakin gadis itu tidak ada pilihan lain selain menjawab "iya" untuk pilihan papa nya.




haruskah juna relakan segala afeksi selama ini pupus karena kepergian, lagi?

percakapan asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang