"jev, ayo!" juna terus menerus mengumpati kembarannya karena terlalu santai bersiap untuk sekolah, sementara waktu sudah menunjukan tepat di pukul tujuh.
begitu jeva menutup pintu mobil, juna segera tancap gas tak memedulikan omelan kakak selisih lima menitnya.
"mentang-mentang udah sembuh, ngoceh nya kumat lagi." begitu ucap jeva.
"sakit pun gue tetep ngoceh kok, punya mulut buat apa kalo bukan ngoceh?"
"yaudah iya gue kalah, fokus nyetir aja lo"
"lagian motor lo kenapa lagi sih?"
"lagi ngambek"
"lah bisa gitu ya?"
juna sebenarnya tahu kalau motor yang dimaksud itu disita papa, sebab jeva ketahuan mengikuti balap liar dan pulang larut malam. tapi Juna pura-pura bego saja, dari pada banyak bicara dan membuat jeva semakin membangkang.
"ketua kelas kok hobi telat, ketua kelas kok ngga ngasih contoh yang baik, ketua kelas kok ga peduli temen kelasnya, ketua kelas gadungan, ketua kelas ga tau tanggung jawab―" dan juna tidak akan berhenti mengoceh melampiaskan kekesalannya hingga sampailah pada bangunan penuh ilmu tersebut.
"eh pulangnya gue nebeng lagi, ya?" mendengar perkataan jeva lantas membuat juna merotasikan bola matanya.
"dasar, tu―" ucapan juna terpotong ketika jeva membanting keras pintu mobil, membuat empunya kembali merapalkan sumpah serapah.
"apa-apa gue apa-apa gue semua harus gue. sarapan roti dua ribuan aja bandel gamau buang bungkusnya satu jutaan. untung kembaran, kalo engga y-ya gapapa."
gerutu juna masih berlanjut selama ia membereskan sisa-sisa kekacauan yang disebabkan jeva dan berlalu keluar dari mobil sembari disibukkan mengecek seisi tasnya barangkali ada yang tertinggal sampai tiba-tiba ada seseorang yang menabraknya dari samping.
juna terkejut melihat siapa yang menabraknya dan berakhir jatuh terduduk dan merintih kesakitan. "eh lia maaf aku ngga liat kamu mau lewat tadi." ungkapnya sembari membantu lia berdiri.
alih-alih marah karena kelalaian juna yang tidak memperhatikan jalannya ketika keluar dari parkiran, gadis ini justru tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya dan berkata bahwa ia tidak apa-apa dan lebih dulu pamit masuk ke kelas.
lihatlah sepasang kaki milik lia yang sedang berlari, terlihat yakin mengambil langkah lebar padahal hatinya sama sekali tidak menginginkan jalan tersebut. lia selalu terlihat seolah-olah dikejar asa orang lain dan mengejar asanya. lalu lihatlah punggung tegap yang sebenarnya banyak menahan beban. itu yang juna lihat dari seorang lia. yang membuat juna selalu ingin membagi kebahagiaannya pada lia.
"belajar yang bener ya!" teriak juna menyampaikan pesan.
ketika rambut tergerai panjang milik lia bergerak indah mengikuti angin dan kepalanya yang menengok menatap kebelakang sambil mengacungkan jempol, ia memberikan senyuman lebar yang tidak disangka terlalu menghanyutkan sampai pada lubuk hati pemuda pelipur laranya yang diam-diam mengagumi.
juna balas tersenyum dan melanjutkan langkahnya sembari merangkai kata tiap kata di kepalanya yang membentuk sebuah fakta bahwa apa yang ia lihat mengenai lia yang rapuh belum benar sepenuhnya. terlepas dari itu semua, jika mengingat apa saja yang dilalui lia sampai masih bisa berdiri di titik saat ini adalah sebuah kehebatan yang lia miliki.
lia masih bertahan bukan karena juna, melainkan karena keinginan dari dalam dirinya sendiri. juna tau semua, tau segalanya, bahkan mengingatnya, kala lia selalu berdiri sendiri didampingi asa nya.
pemuda satu ini menghembuskan nafasnya dan mempertahankan kurva di bibirnya. kepalanya mendongak menatap langit, sekali lagi, juna meyakinkan hatinya tentang akan tetap berada di sisi lia meski tidak berpijak di zamin yang sama lagi.
karena juna mencintai lia, tidak peduli apa yang akan terjadi dan dimana pun itu akan terjadi.
suasana sunyi menyelimuti muda mudi yang sudah nyaman pada posisinya diatas hijaunya rerumputan lapangan favorit tempat lia mendapat ketenangan, yang sepertinya juna pun merasakan ketenangan yang lia maksud.
"kamu gapapa nih jam segini belum pulang?" juna lebih dulu membuka topik.
"kayaknya sih ngga masalah, lagian aku udah ijin dan tadi mama sama papa oke-oke aja pas liat aku pergi bareng kamu 'kan?"
"hm"
lia menengok, "hm?" ulang lia.
"hah?" juna bingung sendiri dengan suasana ini.
"hah?" pun begitu juga dengan lia.
pada akhirnya keduanya tertawa lepas menertawakan kebodohan masing-masing. angin berhembus pelan seperti ingin ikut bergabung dengan sepasang pemilik tawa bahagia tersebut.
"li, kita bisa kek gini terus 'kan?" dan pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan juna menghentikan tawa lia, digantikan dengan raut wajah penuh tanya.
"sampai kapanpun, 'kan?" imbuh juna.
lia mengangguk cepat lalu mengacak surai milik juna dan menjawab, "pasti. aku kan udah disini, ga akan pergi lagi. ayo gini terus sampai kapanpun!" ujar lia antusias.
"bohong."
_ _ _ _
rindu percakapan asa, juna dan lia?
atau, rindu saya?
KAMU SEDANG MEMBACA
percakapan asa
Fanfiction[ na jaemin ] perihal segala romansa yang kembali menanti sang perasa ©Ratnamonalisa, 2O21