"riana mana?" haikal datang kepada lia untuk bertemu riana, tentu itu membuat juna yang sedang bersama lia berdecak kesal."ngapain nanya lia coba? lia kan bukan emaknya riana." begitu ucap juna dengan tatapan sinis.
"ya maksudnya kan biasanya lia sama riana, siapa tau dia tau dimana riana sekarang." balas haikal.
"ngga, lia dari tadi sama gue―"
lia menyentuh tangan juna untuk memberi isyarat agar tidak berdebat dengan haikal, "biasanya kan kalo istirahat jam segini dia di kantin, cek coba." ujar lia memberi jawaban.
haikal hanya mengangguk lalu menoyor kepala juna sebelum berlalu pergi.
"MAKASIH KEK TOLOL!!" kesal juna. memang tidak tahu terimakasih haikal itu.
lia dengan tawanya mengusap kepala juna yang baru saja mendapat toyoran dari si nakal haikal itu, "utututu sakit ya?" kata lia.
juna hanya manggut-manggut seraya menikmati setiap usapan lembut tangan wanitanya. dalam hati juna mengucap syukur karena takdir mengabulkan doanya dan mendengar segala dukanya selama ini. kalau lia tidak kembali, juna tidak yakin senyumnya akan kembali selebar dulu.
setelah semua itu, sangat tidak adil kalau semesta membiarkan satu-satunya alasan senyum juna itu pergi lagi, sangat jahat jika takdir mempermainkan juna lagi, sebab lia itu separuh dari juna. lia pergi maka juna merasa hidupnya tidak lengkap.
mari lihat suatu saat nanti, benarkah semesta dan takdir sejahat itu kepada juna?
"kalo semesta emang sejahat itu, dan kalo bisa memilih, gue gak akan pernah mau dilahirkan ke dunia dengan semua yang gue punya sekarang." begitu ucap lia di depan kamera vlog nya, bukan apa-apa ia membuat video ini, hanya ingin mengutarakan apa yang ia rasakan tanpa melibatkan orang lain saja.
toh yang paling mengerti lia hanya dirinya sendiri, meski lia memiliki juna sebagai pelipur laranya, lia tetap lebih nyaman seperti ini, bercerita dengan diri sendiri dan berdamai dengan diri sendiri.
lia memeluk lututnya diatas kasur, "buat orang lain mungkin gue keliatan baik-baik aja dan happy happy aja hidupnya, tanpa mereka tau gue punya beban berat yang ngga semua orang bisa lalui. gue gak mau adu nasib, cuman emang ini seberat itu buat bisa dilalui sampe sejauh ini." ia mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya sebelum kembali berucap.
"coba jadi gue sehari aja di hari-hari berat gue, setelah itu mereka boleh bilang apa aja, terserah. gue gak bilang kalo masalah gue lebih berat dari masalah mereka, tapi beneran.... ini sulit dan gue capek"
"mereka gatau rasanya hidup dibawah tuntutan orang-orang tentang harus jadi kaya gitu, harus jadi kaya gini, harus, harus dan harus! gue gak ada pilihan, malah gak pernah dikasih pilihan. gue gak bisa ngelawan, karna cuma mereka yang gue punya."
"gue bodoh? mungkin iya, tapi semua harus tau, gue mau ngebahagiain mereka dengan kebodohan gue ini. ya walaupun gue tau kebahagiaan gue juga yang jadi korban, jujur gue gak bisa bilang gapapa, tapi seenggaknya gue rela kok. gue cuman kangen liat mama papa senyum ke gue, bukan senyum biasa, tapi senyum karna bangga sama anaknya..."
"nih, gue pernah menang lomba olimpiade ipa waktu kelas 6 sd, juara satu. disitu gue bahaaagiaaaaa banget waktu ngeliat orang tua gue juga bahagia waktu liat piala yang gue raih. mama sama papa senyum...." lia ikut tersenyum mengingat hari itu, yang akhirnya air matanya mengalir bersama ingatan tiap momen yang lia harap terulang kembali.
"mereka keliatan bangga banget sama gue sampe cium pipi gue, ngusap kepala gue, nepuk bahu gue, ngerangkul gue, dan sekarang? tuhan, bisa ga si gue minta itu semua lagi sekarang? atau gue minta waktu untuk diulang lagi? sungguh, gue rindu itu semua...."
lia menutup wajahnya dan menangis sesenggukan, itu tangisan laranya yang sering ia pendam. lia tidak ragu mengeluarkan teriakannya, tidak akan ada yang mendengar karena orang tuanya sedang bekerja saat ini. jam-jam bebas miliknya justru diisi dengan suasana suram seperti sekarang.
ia mengusap air matanya dengan cepat sambil menggelengkan kepala lalu tersenyum, "okey, gue gak boleh nangis terus 'kan? okey lia gapapa" ucapnya dan tersenyum lagi, kemudian mematikan kemeranya dan membereskan tripod miliknya.
ia sudahi semuanya dan mencari kesibukan lainnya seperti membaca novel misalnya. makin kesini lia semakin sadar bahwa jika sedih yang ia rasakan terus menerus akan merusak mentalnya, walau memang itu faktanya. lia hanya perlu membangun ilusi bahwa ia juga bahagia saat ini.
_ _ _ _
eum... halo?
rindu saya? atau rindu juna?
atau rindu segala lara milik lia? :((
oh!! atau rindu segala romansa milik juna, ya?
dasar para bucin juna.oke, sebelumnya saya ingin meminta maaf kalau hiatus cukup lama tanpa aba-aba. dan sebabnya pun sepele yang tak lain dan tak bukan adalah masa-masa bosannya penulis TT
bukan cuma pacaran yang bisa saling bosan, penulis juga bisa bosan sama karyanya sendiri ternyata.
ini saya update juga belum tentu saya sudah kembali dari hiatus saya ya readers, kita lihat saja nanti.see u!!
KAMU SEDANG MEMBACA
percakapan asa
Fanfic[ na jaemin ] perihal segala romansa yang kembali menanti sang perasa ©Ratnamonalisa, 2O21