11.

60 32 36
                                    

jurrivh―miss me








"rumah riana?"

yeji mengangguk lantas mencekal tangan lia untuk dibawa masuk menemui muda mudi yang sudah menunggu.

baru masuk selangkah, lia harus terpisah dengan yeji saat jeno dan haikal lalu lalang kesana kemari secara bersamaan, mengundang decak kesal dari sang gadis.

lia hanya bisa pasrah saat yeji melupakan nya kalau sudah berpapasan dengan jeno. sementara ia masih berdiri di ambang pintu, sampai akhirnya ada yang menyadari kehadiran nya.

"eh ini temen riana yang baru, ya? ayo masuk, cantik." mama riana menyapa lebih dulu setelah meletakkan nampan diatas meja, diikuti riana di belakang.

mendengar itu buru-buru lia membentuk kurva di bibir nya, "iya tante, ini lia."

"sini duduk, jangan berdiri terus."

"masuk li, anggep aja rumah sendiri." ucap riana seraya mendorong pelan tubuh lia untuk duduk di sebelah juna.

"dah duduk disini aja, yang anteng." setelah nya riana pamit undur diri untuk kembali ke dapur.

"kok masih pake seragam?"

lia menatap juna lamat-lamat sebelum akhir nya ia menyenderkan kepala di bahu juna. rindu, sendu, menjalar sampai kelabu.

"jun, aku takut pulang."

sedang juna kepalanya dijejali kepingan memori yang perlahan terbentuk menjadi sebuah nostalgia. kala lia mengatakan hal yang sama setiap kali merasa gagal, maka gadisnya akan mengeluh perihal orangtua yang seolah-olah memberi konsekuensi dari hasil akhir lia.

"aku takut liat muka mama sama papa yang kecewa, intinya aku takut segala hal yang ada di rumah disaat keadaan kayak gini."

juna menuntun tangannya untuk mengusap surai hitam milik lia. "dari cara kamu ngomong udah kayak gagal ujian bertahan hidup aja." sahut juna diiringi tawa kecil.

sedetik kemudian lia mendaratkan cubitan di pinggang pemuda tersebut, "kok malah bercanda sih?"

"ngapain colek-colek?"

gadis ini mengangkat kepalanya langsung memasang wajah heran, "aku nyubit loh, jun."

"kok ngga kerasa?"

"ih aneh."

lia terus menatapi juna yang tengah tertawa, sesekali ia juga mengukir senyum. lia rasa ini rumah yang sebenarnya, dimana ia merasa nyaman, didengarkan, dipahami, juga diberi sayang.

ia memandang arah lain saat juna mengobrol bersama rendra.

riana disana sedang asik menata camilan dibantu mama nya dan ica. sudah lama lia tidak tersenyum selebar riana saat bersama mama, canda tawa pun sulit dibangun. tapi terlepas dari itu semua, lia selalu yakin bahwa mama menyayangi nya, pasti.

hingga lamunan lia buyar, ia dikejutkan dengan teriakan yeji yang nyaring.

"napa, ji?" tanya lia.

"tadi ada bocil treak lewat depan rumah, bikin kaget aja."

lia mendecih, "bocil kok ditanggepin."














"lia, ayo ikut aku."

juna menarik tangan lia untuk berdiri, membuat lia mengeluh, "kemana? sini aja lah."

"bentar doang kok, aku mau nunjukin sesuatu."

pasrah, lia ikut saja dari pada harus terus-menerus melihat pemandangan jeno bersama yeji, sementara rendra bersama ica. romantis sekali, tapi memuakkan.

"na, kata bang johnny lo punya piano?"

lia tak menghiraukan juna, agaknya bolu buatan mama riana lebih menarik.

"lah kok malah makan?"

"ambil dikit boleh kali."

"maaf ya tante, lia memang gini. cantik tapi maruk." ujar juna pada mama riana yang dibalas dengan tawa.

sementara lia yang menggenggam banyak makanan di tangannya hanya bisa membalas ucapan juna dengan tendangan kecil, "cuma dua, mana ada maruk."

juna mencibir lalu menuntun lia ke arah yang ditunjuk riana untuk sampai di ruangan yang tak jauh dari ruang tamu.

piano. sedikit berdebu namun nampak klasik. melihat itu lantas lia mengingat kapan terakhir kali ia melihat pesona juna saat memainkan nya.

"sini duduk sebelah aku."

juna menepuk bangku di sebelah nya agar lebih bersih dan nyaman untuk sang gadis. "jangan terlalu buru-buru buat mencapai impian, li. pelan-pelan aja, ini 'kan bukan balapan." ucap juna sembari menangkup pipi lia.

"dengerin baik-baik dan jangan sedih lagi, ya?" lia tersenyum merasakan usapan di pipi nya.

detik selanjutnya, suara piano dari elok nya permainan juna memenuhi ruangan ini.

lantas yang dirasakan lia selanjutnya adalah ketenangan dalam hati, tentu hanya juna dan melodi nya yang memberikan kesan berbeda untuk menghibur lia.

senandika lia ikut bersenandung menikmati sampai tangannya melingkar pada lengan juna dan kembali bersandar di sana.

segala rasanya masih sama, namun yang membedakan tentang seberapa harsa yang diberi dan diterima. dan malam ini, juna kembali membuktikan bahwa dirinya yang paling reswara untuk penawar nelangsa di hati lia.

"kita pamit pulang dulu, na!" kompak yeji dan ica yang lebih dulu meninggalkan halaman rumah riana, disusul yang lain kecuali juna, lia, dan haikal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"kita pamit pulang dulu, na!" kompak yeji dan ica yang lebih dulu meninggalkan halaman rumah riana, disusul yang lain kecuali juna, lia, dan haikal.

"ati-ati, ya!"

"na, haikal lagi caper noh sama mama lo."

riana mengangguk dengan wajah julid nya, "terus gue bisa apa? selain..."

"....ngusir dia!"

lia dan juna kompak menggelengkan kepala melihat tingkah riana yang menarik paksa tudung jaket pemuda itu untuk dijauhkan dari mama nya. lia ingat jelas saat riana berkata kalau haikal itu 'virus bucin', jadi mungkin riana khawatir kalau mama nya akan tertular bila ada di dekat haikal.

hampir lupa, juna kembali menatap lia untuk bertanya. "jadi, kamu pulang?"

lia tidak ada pilihan selain mengangguk, "kamu mau nganterin?"

"gass!"

percakapan asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang