C H A P T E R 14

68 10 0
                                    

Anin berdiri di depan gerbang, ia menunggu Lamborghini jemputan nya, yaitu angkot.

Padahal seharusnya sekarang ia pulang bersama Luis, namun ia masih merajuk soal tadi di toilet, lagi pula seharusnya Luis gantle. Menahannya dan menjelaskan yang sebenarnya terjadi.

Menjemputnya di depan kelas untuk pulang bareng, namun saat Anin sampai gerbang pun ia tidak melihat batang hidung Luis.

Mereka sudah berpacaran satu bulan lebih, dan semenjak ia punya perasaan pada Luis, hubungan mereka banyak sekali pertengkaran.

Saat ia sedang memandang sekitar, tidak sengaja matanya melihat siluet Luis yang membonceng seorang gadis.

Anin berusaha berfikir positif, namun tidak bisa, dengan segera ia berlari menghampiri Luis.

Luis yang melihat Anin pun terkejut, ia sangat terkejut. Luis dapat melihat mata Anin yang berkaca-kaca.

"I-ini ga kaya apa yang lo pikirin kok, serius" Luis berujar dengan panik. Ia takut Anin berpikir yang tidak-tidak.

"Jangan basa-basi, ini siapa?!" Tanya Anin penuh emosi, ia memandang tajam pada mereka berdua.

Bukannya menjawab, Luis malah diam saja.

"Ayo.. Kak Luis, ngapain malah berhenti. Cepetan!" Gadis itu berujar memaksa Luis untuk segera menjalankan motornya.

Anin sudah mati-matian menahan air matanya, kedua tangan nya mengepal kuat di sisi samping kanan dan kiri roknya.

Luis bingung, ia dilema, antara harus mengantar gadis ini pulang, atau menjelaskannya pada Anin.

"Ayo.. Kak!" Sekali lagi gadis itu menyuruh Luis mengikuti perintahnya. Dengan berat hati ia melajukan motornya dan meninggalkan Anin yang menatapnya penuh kekecewaan.

Yang terpenting sekarang ia harus mengantarkan gadis yang ia bawa, setelah itu menjelaskan semuanya pada Anin, pikir Luis.

Air matanya luruh begitu saja, Luis meninggalkannya demi gadis lain yang tidak tahu siapa dia.

Anin mundur perlahan, beruntung suasana kali ini sepi, karena tidak kuat lagi untuk menahan sesak. Anin masuk kedalam sekolah lalu menangis di bawah pohon di samping lapangan.

Ia memeluk lututnya dan menangis dengan keras di sana. Ia sungguh kecewa pada Luis, gadis tadi orang yang sama saat di toilet tadi.

Kenapa se sesak ini saat melihat Luis bersama gadis lain? Kenapa se sakit ini saat jatuh dari yang namanya cinta? Namanya saja Jatuh cinta, itu artinya harus sanggup dengan apa yang akan di hadapi nantinya.

Akan ada saatnya bahagia, dan ada pula saatnya bersedih, namun tidak mungkin salah satu dari itu ada yang mendominasi, semua sama, rata.

Anin merasa ada yang mengusap rambutnya, dengan segera ia melihat siapa dia, dan ternyata itu anak baru yang berusaha ingin mengobrol dengannya.

Sial!, Kenapa dia ada disini sih

"Kenapa?" Tanya Bara. Tatapannya teduh tertuju pada Anin membuat Anin teringat pada Luis.

"Lo nangis gara-gara ga ada angkot ya?" Ucapnya sedikit meledek Anin.

Anin berdecak lalu menghapus sisa air matanya.

"Ngapain lo disini?" Nada bicara Anin terdengar jutek di telinga Bara. Membuatnya lagi-lagi tersenyum.

"Gue dari tadi disana, trus liat lo nangis disini, jadi gue samperin" Bara menunjuk tempat duduk di pinggir lapangan.

"Mau pulang? Yuk sekalian gue anter" ajak Bara yang membuat Anin menimang-nimang ajakan tersebut

Ia teringat ucapan Luis saat itu, 'jangan deket-deket sama cowo selain gue dan keluarga lo'.

Posessive Boyfriend [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang