Haii guys!
udh pada vote blum? Klo blum vote dlu yuk! Biar berkah hihiHappy Reading 💙
________
_____________Anin terduduk di halte bis, menunggu angkot lewat. Jika ia pulang menaiki bis, sudah di pastikan imun tubuhnya menurun seketika, alias mabok.
Terbayang kejadian beberapa jam yang lalu, disaat Luis menyatakan jika hubungannya lebih baik di sembunyikan, ia takut, ia takut jika Luis mencintai orang lain selain dirinya.
Anin hanya bisa pasrah dan menghela nafas, mungkin memang seperti ini lebih baik. Dan sekarang Anin hanya bisa percaya, jika Luis tidak akan pernah seperti apa yang dipikirkannya.
Pas sekali, angkot berhenti di depannya, dengan segera Anin menaiki kendaraan tersebut dan menuju tempat tinggalnya.
*******
Luis keluar dari area parkiran dan pandangannya terpaku pada seorang gadis yang sedang terduduk diam di tempat waiting bis.
Entah yang dia lakukan ini salah atau benar, ia hanya ingin membebaskan gadis itu, ia rasa jika Anin selalu ada di sampingnya itu tidak akan berdampak baik untuk gadis itu.
Maka dari itu, Luis memilih jalan ini yang menurutnya baik untuk gadis yang amat ia sayangi setelah ibunya.
Luis melajukan motor nya meninggalkan gedung sekolah, ketika melihat Anin menaiki angkutan.
|•••||•••||•••|
Anin menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, tempat membuat pulau kapuk. Anin merasa sangat lelah hari ini.
Sedang menikmati hembusan Angin dari kipas yang tergantung di langit-langit kamarnya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi keras menandakan panggilan telpon masuk.
Dengan asal Anin meraba sekitarnya untuk meraih ponsel. Setelah dapat tanpa melihat id si penelpon, ia mengangkatnya disertai dengan muka yang masam.
"Apaan lo!" Ucapnya ngegas. Enak saja orang ini, mengganggu waktunya saja.
Tidak tahukan betapa berharganya waktu Anin untuk rebahan. Sungguh sangat menyebalkan.
Tidak ada sahutan dari sana, membuat Anin semakin naik pitam.
"Heh! Kalo ga ada perlu apa-apa gausah telpon! Ganggu aja lo!" Semprot Anin. Namun tetap saja tidak ada sahutan dari lawan bicaranya.
"Siapa si lo?! Gaje banget anjir gada kerjaan lo"
Saat ingin mematikan sambungan, terdengar suara seseorang dari sambungan tersebut. Anin menatap bingung ponselnya, seperti familiar.
"Berisik"
Anin terdiam, ia masih mengingat-ingat siapa si pemilik suara tersebut.
"Heh! Sekate-kate ya lo! Udah ganggu waktu gue juga, seenakanya ngatain gue berisik!" Amuk Anin.
Ia sangat emosi saat ini, bisa-bisa nya orang ini berbicara demikian padanya. Tidak tahukah siapa Anin itu ha?!
Tutt
Tiba-tiba sambungan terputus sepihak dari sebrang sana. Anin memandang ponselnya dengan tajam. Lalu mengedikkan bahunya acuh.
Saat pikirannya berkelana, lagi-lagi Ia teringat dengan sosok Luis. Tidak menyangka hubungannya seperti ini. Sangat berat menurut Anin, ia takut tidak bisa menjalankannya.
"Gue gatau harus gimana.. gue.. gamau Al.." gumam Anin pelan sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Brak!..
Pintu terbuka dengan keras, membuat Anin terkejut luar biasa. Ia terduduk lalu memandang si pelaku dengan kesal.
Sedangkan si pelaku hanya berjalan santai sambil meminum es di gelas, lalu mengambil duduk di kursi belajar.
Itu Ezra. Saudara kembarnya. Yang datang-datang membuat kericuhan dan ketidak nyamanan seorang Anindya.
Ingin rasanya Anin request pada Tuhan agar tidak mempunyai saudara seperti Ezra. Lihat saja sekarang. Makhluk itu dengan santainya mengangkat kakinya ke atas meja belajar lalu memposisikan tubuhnya dengan nyaman sambil meminum es. Dan tak lupa pakaiannya yang hanya mengenakan kaos kucel serta kolor. Sangat tidak elegan bukan.
"Ngapain sih??, Bikin mood tambah jelek aja" ketus Anin.
"Gapapa. Lagi pengen ke sini aja, emang ngapa sih pelit amat" jawab Ezra lebih sinis.
"Jelas dong!! Ini kamar gue!!" Ngegas Anin, sambil melempar bantal guling tepat di wajah Ezra. Dengan sigap Ezra menangkapnya lalu terkekeh kecil. Sangat menghibur hatinya ketika melihat Anin misuh-misuh seperti sekarang ini.
Ezra memandang Anin. Terlihat sekali bahwa Anin sedang memikirkan sesuatu. Namun Ezra tidak akan bertanya padanya. Ia tidak ingin membuat Anin semakin susah untuk melupakan apa yang harus di lupakan.
Lihat saja sekarang, ia sedang mengoceh tidak ada hentinya, membuat Ezra hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.
"Kesel gue buset kesel!! Kenapa sih!! Kenapaa anjir kenapa!! HAH?! KENAPA ZRA?! GUE BENCI ANJIR!!" Anin terus bertanya kenapa, kenapa dan kenapa. Ezra tahu kemana arah pembicaraan ini.
"Gue gak mau" lirih Anin sambil terduduk lesu memandang lurus kedepan.
Ezra menghela nafas lalu menghampiri Anin, ia duduk di sebelah gadis itu.
"Kenapa gak bilang aja ke dia? Kalo lo gak mau? Bilang sama dia kalo lo gak bisa kaya gini" ujarnya dengan pengertian.
Disaat seperti ini, sosok Ezra sangat dibutuhkan oleh Anin. Ezra pun selalu merasakan apa yang dirasakan oleh Anin. Jangan lupa, mereka kembar hanya saja tak seiras.
"G-gak bisaa..." Lirihnya. Disusul dengan air mata yang jatuh mengenai pipi.
Ezra dengan sigap memeluk Anin, membawanya kedalam dekapan. Membuat Anin semakin kencang menangis. Ezra hanya bisa menghela nafas dan mengusap punggung Anin dan menepuk-nepuk pucuk kepalanya, yang selalu ayahnya lakukan pada Anin kecil ketika gadis itu menangis terjatuh dari sepeda.
"Sutt, udah gak usah ditangisi, buat apa coba, cuma buat cape diri lo doang. Udah ya.." ujar Ezra dengan lembut.
•
•
•
•
------------------------------
--------------See you next time 💙
Papay👋🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
Posessive Boyfriend [On Going]
Ficção AdolescenteDON'T COPY MY STORY, MOHON MAAF JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH ATAU YANG LAINNYA. ----------- Sulit hati ini untuk merasa yakin adanya bukti janji, akan berharapnya terhadap beberapa sebuah perbincangan yang penuh dengan ruang harapan "Lihat sikapnya...