39. Impossible 2

595 34 0
                                    

Dalam kediaman rumah yang memiliki arsitektur modern, dengan guci besar di sudut ruangan, namun hawa tak menunjukkan kehidupan sama sekali. Rumah itu terasa sepi, sekalinya ramai; itupun karena pertengkaran kedua orang tuanya. Bagas yang berkali-kali membentak Asrih yang tak berdosa dan sesekali menuding-nuding Asrih yang tengah menunduk.

Asrih diam karena tak ingin memperkeruh keadaan. Apalagi Bagas yang setengah mabuk, membuat tubuh kurus Asrih bergetar menahan takutnya.

Hingga satu-satunya laki-laki yang bisa ia andalkan masuk ke dalam rumah dengan keadaan babak belur setelah dihajar oleh musuhnya dan langsung memeluk tubuh renta Asrih.

"Mak gak pa-pa?" tanya pemuda itu dan menatap tajam pria paruh baya yang sedang mengamuk tak jelas.

"Ayo ke kamar Mak," katanya sambil memapah Asrih.

Prank!

Hingga salah satu benda pecah karena kena pelampiasan kemarahan Bagas. Guci bernilai puluhan juta dengan motif bunga itu tak lagi utuh.

"Arrghhh! Sialan kalian berdua!" bentak Bagas menatap nyalang Jonathan.

Bagas mendekat dan tanpa aba-aba meninju wajah Jonathan yang lebam dan belum diobati.

Asrih memekik heboh dan menghampiri Jonathan yang menyeka darah di sudut bibirnya.

Tak apa. Sudah menjadi makanan sehari-hari Jonathan untuk seperti ini. Menjadi pelampiasan amarah Bagas tak membuat sifat konyol dan wajah menyebalkan itu luntur. Malahan, ia sering menghibur anak kecil hingga tertawa bahagia. Padahal dirinya sendiri pun belum bahagia.

Katanya, 'gue gak mau orang lain bernasib sama kayak gue.' Itu salah satu motto hidup Jonathan yang sudah ia terapkan sejak kecil.

Hingga ... semua terasa melelahkan. Beban di bahunya tak bisa ia tampung lagi, kapasitas lukanya melebihi batas normal. Namun satu yang tak membuatnya menyerah, ada dua hal yang belum ia selesaikan.

'Menjadi sayap pelindung untuk Mak-nya dan ... Menjadi badut penghibur untuk orang lain.'

Namun sepertinya ... Jonathan tidak bisa menepati dua janjinya. Dalam keadaan antara hidup dan mati, ada rasa menyesal dan kecewa telah meninggalkan orang yang ia sayang.

Dalam kamar dengan aura mencekam, air mata Jonathan luruh seketika. Berkali-kali berdoa dalam hati semoga masih ada harapan dan waktu untuk menepati janjinya, tapi Tuhan berkehendak lain.

Tubuh pucat yang dipenuhi alat medis itu sudah tak bernyawa, meninggalkan raganya saja.

Jonathan ... Jonathan dengan teganya meninggalkan Asrih, dengan teganya meninggalkan Dracula tanpa berperasaan.

Meninggalkan kenangan lama yang ditinggalkan oleh Jonathan, saat ini rumah kediaman Bagas telah ramai dipenuhi orang yang turut berduka. Ada bendera berwarna kuning bertengger di pohon jambu serta papan ucapan bertuliskan 'turut berduka cita' pun memenuhi sepanjang depan rumah Jonathan.

Percaya tak percaya, Bagas yang baru saja pulang dari kerjanya langsung masuk ke rumah dengan terburu-buru. Di sana ... di tengah-tengah orang melingkar, ia melihat dengan jelas wajah pucat Jonathan terbungkus kain kafan berwarna putih serta kain batik coklat yang menyelimuti tubuh kaku-nya

Tangis pilu mereka tak dapat terbendung. Isakan demi isakan nampak saling bersahutan seolah belum ikhlas untuk melepaskan Jonathan.

Tas yang Bagas bawa seketika terjatuh, ia lantas bersimpuh lantaran kakinya yang mendadak lemas dan seperti jelly.

Bagas menghampiri jasad Jonathan dan menatap Asrih dengan tatapan tak terbacanya.

Sedetik kemudian, ia sadar dan segera merubah raut wajahnya menjadi datar. Bagas kembali mengambil tas nya yang tergeletak dan berlalu begitu saja tanpa rasa iba.

Fiona (Sequel my Chubby Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang