4.

820 82 6
                                    

Kembali lagi bertemu pada Senin pagi, upacara bendera telah selesai tapi para siswa masih dijemur dilapangan karna akan ada beberapa pebgumuman.

Disaat yang lain-lain terkena panas matahari Jisoo dan ke-empat temannya sudah berleha diselasar depan tata usaha, karna empat temannya itu tiba-tiba masuk dalam barisan paduan suara hanya untuk menghindari sinar matahari.

"Yang benama Yogi Pamudya, Yusuf Pratama, dan Jimin Saputra silahkan maju ke-depan!" Suara lantang Pak Basiran membuat seisi lapangan senyap seketika, bertanya-tanya ada apa gerangan?

"Cepat, Mas!" Tak lama ada satu siswa dengan celana yang diketatkan, dasi tidak rapih yang berisi tiga garis menunjukan kelas, padahal ia baru kelas 1 SMK, tapi mengapa ia mengenakan dasi itu.

Hanya satu yang berani maju kedepan, padahal ada tiga nama yang dipanggil. "Saya panggil sekali lagi, Yogi Pramudya dan Yusuf Pratama tolong maju sekarang! Nge-rokok diwarung orang berani sekarang disuruh maju kedepan saja tidak berani?! Mentalmu mental kerupuk Mas, mlempem!"

"Mereka dipanggil karna ngerokok diwarung? Apa salahnya?" Seulgi yang tak tahu apa-apa bertanya pada keempat temannya.

"Katanya, sih. Anak pramuka yang liat mereka ngerokok tapi pake seragam sekolah, mungkin warung itu tempat tongkrongannya kali, yah." Jennie yang selalu up to date tentang gosip sekolah pun menjawab.

"Oouh, terus dilaporin gitu? Tapi sangar banget itu sisanya engga berani maju." Seulgi menyetujui perkataan Irene, matanya menyipit untuk melihat jelas seperti apa wajah orang yang dalam kasarnya sedang dipermalukan satu sekolah.

"Es teh?!!" Seru Seulgi saat sudah mengingat bahwa orang yang berdiri tegap ditengah lapangan sana adalah orang yang sama dengan orang yang kemaren bersedekah es teh untuknya.

"Lo haus apa gimana, sih?! Jangan keras-keras, bego! Malu!" Seperti biasa hobi mereka adalah mempermalukan diri dengan suara keras mereka.

"Itu kaya gitu dapet poin berapa? Apa langsung diskors?!"

"Tunggu gosip selanjutnya." Jennie tersenyum miring, ia menanti banyak gosip yang akan berdatangan.

Kembali lagi ke-tengah lapangan, Pak Basiran masih dengan sekuat tenaga mengomeli Jimim. "Orangtuamu kerja apa, Mas?! Masih kelas 1 udah ngerokok! Uang masih minta orangtua juga! Mikir Mas!! Mikir!! Jangan nyusahin!" Kepala Jimin tidak sama sekali menunduk, ia mengangkat kepalanya, menatap ke-depan tanpa pandangan takut sama sekali.

"Sudahlah, ini contoh buat kalian entah kelas 12 atau kelas 10, 11, mikir! Kalo mau nakal itu kalo punya duit sendiri! Masih nyusahin orangtua tingkahnya bejad pula! Mau jadi apa?! Buat kamu, Mas, abis ini ke BK tarik kedua temanmu yang lain!" Ucapan terakhir sebelum barisan dibubarkan, dan masuk menuju ruang kelas masing-masing.

Seulgi sudah duduk ditempat paling pojok lurusan meja guru, sengaja agar ia bisa tertidur jika mengantuk.
"Buka grup!! Ada tugas dari Bu Sri." Teriakan senang menggema berarti kelas PPKN kali ini kosong, bebas bisa ke kantin atau tidur, menyenangkan pokoknya.

Saat Rizki teman sebangkunya mengerjakan tugas, Seulgi malah memanjangkan lehernya untuk melihat Kakak kelas lewat karna sudah waktunya pindah kelas untuk beberapa kelas.

"Anjir ganteng bangett--eh bukan ganteng, tapi keren bangettt." Ucap Seulgi tertahan dengan pipi memerah tak karuan, hanya melihat cowok itu mampu membuat Seulgi tersipu dan menjerit-jerit dalam hati.

"Yang mana anjir!! Gue pendek ngga bisa lihat, itu jendela kenapa tinggi banget si!" Kesal Rizki karna ia sudah sangat kepo akan siapa orang yang mampu membuat Seulgi segininya.

"Keren banget, kii!!!" Pekik Seulgi membuat Rizki menutup telinganya karna suara teman sebangkunya itu begitu cempreng.

"Udah cepet kerjain, bego!"

Kisah-Kasih [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang