15.

461 55 5
                                    

Festival seni sudah lama berlalu, kini tinggal ajang olahraga antar sekolah se-Jawa tengah hendak mereka adakan. Pencarian sponsor sudah dihentikan satu minggu lalu, uang merea kumpulkan hingga dua puluh tujuh juta rupiah, tak lupa akan baju kepanitiaan yang juga mereka dapat dari sponsor, makan siang pun akan ditanggung satu rumah makan dekat dengan sekolah.

Sabtu pagi Seulgi sudah siap dengan seragam pramukanya, sekolah memang libur tapi ia tak ditakdirkan merasakan hal itu, diturunkan didepan gerbang oleh kakaknya lalu jalan menuju ruang osis sembari menenteng helm berwarna hijau army miliknya.

Hari ini mereka akan membagikan undangan untuk sekolah-sekolah agar mengikuti ajang olahraga yang mereka adakan. Karna itu Seulgi datang menenteng helm agar tidak ditilang polisi nantinya.

Ia menaruh helm pada motor Irene yang tertangkap oleh padangan mata, tak mungkin masuk ruang osis dengan helm ditangan, yang ada ia ditertawakan.

Walaupun seharusnya kelas 11 tengah melakukan PKL tapi Mas Tama selaku ketua umum dan juga Mas Arya menyempatkan ikut dalam kegiatan hari ini, membimbing dan membagi mana saja yang akan mereka beri undangan.

Diskusi dimulai, pembagian sekolah dan juga siapa-siapa saja yang mengantar sedang dicatat oleh Arya. Ketukan pintu terdengar saat dibuka muncullah wajah tampan Seokjin dengan cengiran lebar.

Suasana menjadi riuh karna yang mereka tau Seokjin PKL di Jakarta sana, tapi masih sempat pulang untuk membantu mereka. Jisoo menganga kaget Mas pujaannya ada disini dengan gagahnya.

"Mingkem, anjir!" Tegur Jennie menyikut lengan Jisoo agar sahabatnya cepat tersadar. Bibirnya langsung terkatup rapat membenarkan posisi duduknya menghilangkan kegugupan.

"Sekolah-sekolah yang akan kita bagikan undangan udah Saya catat tinggal nentuin siapa sama siapa yang bakal membagikan." Arya memperlihatkan kertas bekas print-printan undangan yang gagal sebagai coret-coretan.

"Mas! Saya jangan sama Seulgi, dong. Saya gendut dia juga gendut berat, motor Saya ngga kuat." Keluh Ardi saat pembagian teman membonceng dibicarakan, Seulgi membulatkan mata tak terima, ia tahu ia gendut tapikan tidak sampai motor akan rusak karna berat badannya.

"Saya sama Seulgi saja, Mas. Biar Dini yang sama Ardi." Putra mengusulkan setelah melihat wajah Seulgi berubah keruh.

"Yasu--"

"Saya disini aja, Mas. Mengirim undangan lewat email saja buat sekolah yang jauh-jauh, kasian nanti Putra keberatan saat memboncengkan Saya." Orang yang dioper sana-sini membuka suara, moodnya sudah jatuh hingga dalam tanah.

Menggerutu dalam hati, menyesali kenapa ia repot-repot berangkat hari ini, membawa helm pula! Percaya diri sekali, siapa juga yang akan merelakan ban motornya kempes karna berat badannya?

Keempat temannya tidak terima jika Seulgi hanya diam di Sekolah saja, tapi mereka tahu keras kepala Seulgi tak bisa ditembus jika bukan dengan palu.

Semuanya berangkat meninggalkan gadis itu sendiri didalam ruang osis walau ada dua orang rekannya yang menunggu di pos satpam jika ada yang hendak mendaftar langsung ke sekolah.

Bunyi ketikkan terdengar keras dengan Seulgi yang menggebu-nggebu ingin cepat selesai, ia menghela napas lelah saat melihat masih banyak list sekolah yang harus ia kirimi email undangan.

Hari semakin siang, kepalanya pun berubah menjadi berat, ia dehidrasi karna sedari tadi tak menenggak sedikitpun air putih. Sudah tidak tahan dan lelah, ia mematikan laptop miliknya dan memasukkan kedalam tas, beranjak keluar menyambar helm berjalan menuju gerbang sembari menghubungi seseorang.

"Seul! Pulang?" Teriak Gea rekannya yang menunggu di pos satpam tempat pendaftaran.

"Iya, agak pusing soalnya, gue udah ijin Mas Arya kok lewat WhatsApp." Senyum setengah hati ia tampilkan. "Iya ngga papa, hati-hati!" Seulgi hanya mengangguk dan tersenyum terus berjalan ke jalan raya agar dua rekannya itu tak tahu jika Seulgi pulang dijemput oleh berandal sekolah, Jimin Saputra.

Kisah-Kasih [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang