19.

420 55 8
                                    

Setengah satu siang dihari Sabtu, Liga sekolah sebentar lagi dimulai tapi Namjoon malah duduk diatas motor depan rumah Jennie, menunggu gadis itu selesai berpakaian. Jennie termasuk gadis yang malas untuk mandi dengan alibi takut airnya habis, padahal bak air dirumahnya selalu terisi penuh.

"Kok tumben kepengen atau malah maksa kepengen jemput? Kenapa?" Ia keluar menenteng sandal berwarna abu-abu kecil.

"Kepengen aja." Pandangan Namjoon lurus menatap wajah ayu Jennie, tersenyum hingga lesung pipitnya terlihat membuat gadis itu mengerutkan keningnya bingung.

"Hei! Kenapa, sih? Ngeliatnya biasa aja, gue tau gue cantik tapi biasa aja." Walaupun ucapannya terdengar percaya diri nyatanya ia begitu gugup dipandang sedemikian rupa oleh Namjoon.

Namjoon mengangguk senyumnya makin lebar karna setuju akan ucapan gadis didepannya, ya Jennie memang cantik.

"Mau apa?" Pertanyaan tiba-tiba kembali mengagetkan Jennie. "Hah?! Lo mau beliin gue?"

"Buat kita, kamu maunya apa?" Mata Jennie bergulir dari kanan ke kiri dengan wajah bengongnya.

"Kamu-an banget?! Lo kenapa, sih? Gue bingung, ini pasti Liga udah mau dimulai nanti telat kasian yang lain." Berusaha mengalihkan pembicaraan karna jantungnya yang bertalu kencang.

"Jawab dulu kamu maunya apa buat kita?" Pertanyaan yang membingungkan kembali dilontarkan.

"Apasih? Tentang apa? Buat kita apa?" Jennie nyaris kesal pada Namjoon dan pertanyaan anehnya.

"Kamu nganggap aku apa?" Suaranya masih begitu lembut selaras dengan pandangan teduh pemuda itu.

"Ya--y-ya temen, udahlah ayo berangkat keburu Seulgi ngomel-ngomel ini." Jennie hendak beranjak menuju jok belakang motor Namjoon tapi tangan kanannya digenggam erat tak boleh bergerak sedikitpun.

"Jen, tapi dari awal aku deketin kamu aku udah ngga nganggap kamu temenku." Elusan pada jari gempalnya membuat jantung gadis itu berdebar kencang.

"Kamu pasti paham akan tingkahku beberapa hari terakhir ke kamu, aku mau kasih apa yang kamu mau yaitu kejelasan kan?" Jennie melotot lalu mengumpat dalan hati.

Seulgi sialan!--batinnya terus mengumpati, sudah tidak mungkin salah pasti gadis itu yang memberi tahu Namjoon.

"Joon--"

"Aku suka kamu, itu kejelasan dari ku, Jen." Satu kalimat yang dapat memaku Jennie, sungguh ia tak tahu harus membalas apa, ia kira Namjoon akan memintanya menjadi kekasih pemuda itu, tapi hanya itu? Sudah? Selesai?

"Ayo berangkat, pasti udah dimulai Liga-nya." Pegangan tangan Namjoon hendak terlepas tapi tertahan akan genggaman balik dari Jennie.

"Jadi sebenarnya kita udah pacaran atau belum, sih?" Malu, satu kata yang mencerminkan perasaan Jenni kali ini, bagaimana bisa ia menanyakan pertanyaan sampah macam itu?

"Jen, aku ngga tau perasa--"

"Ya, kamu pikir?! Kalo aku ngga suka sama kamu udah aku blok nomor kamu, tau ngga?! Pasti ngga bakal aku ladenin semua pesan kamu! Sumpah kamu belum pernah pacaran, yah?!" Untuk meredam kegugupannya Jennie mengoceh panjang lebar dengan nada marahnya.

"Pernah bahkan masih, beberapa detik yang lalu sampai sekarang, aku pacaran sama kamu."

"Bajingan! Ternyata bisa gombal juga." Jennie menggumam dengan wajah bersemu merahnya.

"Aku bisa, Sayang." Walaupun Jennie bergumam lirih tapi Namjoon tetap bisa mendengarnya.

"Namjoon!!" Makin menjadi kemerahan karna malu diwajah Jennie, si pemuda malah tertawa kencang menikmati pemandangan didepannya.

Kisah-Kasih [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang