Yang seneng angkat tangaaan ✋🖐️🙌👐🤚👋☝️👆
Miss San:
Saya sedang di Blitz. Kita bertemu dimana pak?Dinan membaca pesan singkat yang dikirim wali kelas puterinya. Ini akan menjadi pertemuan aneh, official meeting dengan wali kelas Kimmy pada jam tujuh malam dan berlokasi di Grand Indonesia. Mengurut pelipisnya yang pening akibat kerja dan sikap Sandra, Dinan tetap melangkah menyusuri deretan pertokoan di lantai satu mol. Bukannya dia mau bersikap tidak sopan menolak ajakan begini, dia sadar pentingnya komunikasi antara pihak sekolah dan orangtua murid. Terutama situasi Kimmy yang lain dari kebanyakan murid. Namun haruskah sekarang? Saat dia membicarakan ini kepada Velia, perempuan itu malah mendukung pertemuan aneh begini.
Rasanya masih janggal membuat janji temu membahas puterinya sekarang. Mau bagaimana lagi, dia tidak bisa membatalkannya. Hati dan pikirannya sejalan, sama-sama tidak setuju. Demi Kimmy, begitu penekanan yang dia berikan pada dirinya sendiri hingga bisa sampai di lantai lima.
"Miss Sandra," sapa Dinan pada perempuan yang duduk sendirian di sofa tunggu depan Blitz. Penampilan guru muda itu sangat santai, kemeja bahan satin dipadu celana jeans tiga per empat. Rambut panjang di bawah garis batas bahu diikat setengah, dahi yang kecil, dan pipi yang gemuk. Sandra hanya satu dari sekian banyak tampilan standar perempuan ibukota. Dinan harusnya tidak terpanah, tidak terganggu. Hanya saja, cerita-cerita Kimmy selama ini membangun imaji berbeda dalam benak Dinan mengenai Sandra.
Sandra diam, lebih tepatnya terpana menatap Dinan. Jika mereka bukan dua orang asing, ingin rasanya Dinan terkekeh geli pada sikap Sandra. Tingkahnya seperti kali pertama bertemu pria, menurut Dinan. "Miss?" Dinan coba menyadarkan Sandra.
"Apa kabar pak?" Sandra berdiri dari duduknya lalu mengangsurkan tangan dan dibalas jabatan erat oleh Dinan disertai senyum sopan.
"Kabar baik, miss apa kabar?"
"Baik juga, pak," jawab Sandra kikuk.
Dinan menangkap ketidaknyamanan Sandra. Pikirannya menebak ini juga pengalaman pertamanya mempunyai pertemuan orangtua murid malam hari. "Kita mau mengobrol dimana, miss?"
"Di emm..." mata Sandra bergerak ke kanan-kiri lalu kembali pada Dinan membawa sorot tidak nyaman. "Sini.''
"Di sini?" Keanehan apalagi yang diterima Dinan? Guru Kimmy terlalu di luar jangkauan pikirannya.
"Bapak ada rekomendasi tempat mengobrol lain?"
"Kalau miss nyaman mengobrol di sini, saya tidak masalah." Dinan tidak bodoh untuk menyadari pertanyaan basa-basi yang diajukan Sandra. Dia turut duduk di sisi Sandra membawa kesal yang ditahan. Waktu pertemuan yang janggal di tambah mereka akan mendiskusikan puterinya di depan bioskop, Dinan harus bicara pada Velia nanti.
"Saya baru menjadi guru Kimkim selama sekitar sebulan. Saya akui Kimkim menunjukan banyak perkembangan selama sekolah. Saya mengajak bapak bertemu agar kita bisa share info Kimkim di sekolah dan di rumah. Jadi kita bisa encourage Kimkim di dua tempat itu pak," kata Sandra pelan dan tertata.
Cara bicaranya yang demikian, mengurangi kekesalan Dinan. Tampaknya dia tidak boleh menilai sesuatu dari satu atau dua hal. "Begitu ya miss," katanya serius.
"Jika ada issue di rumah atau sekolah yang mau bapak bahas, boleh silakan."
Menimbang beberapa saat, akhirnya Dinan mengungkapkan kegelisahannya belakangan ini, "Kimmy pernah sedih karena mommy Luth."
Sandra terkejut sedetik lalu berusaha menormalkan ekspresinya. "Apa yang diceritakan Kimkim soal mommy Luth?"
"Kimmy ingin punya ibu seperti mommy Luth," jawab Dinan mengingat kejadian di mobil beberapa hari lalu. "Sekarang dia tidak mau membicarakan mommy Luth lagi karena daddy Luth."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Note of Kim
General FictionRATE +5 Tokoh utamanya bayi gendut. Jangan baca kalo gak mau obesitas!! Dinan kembali pulang ke Jakarta setelah sembilan tahun bertahan di NY. Bersama balita gemuknya, duda muda ini berharap dapat memperbaiki hubungan dengan orangtuanya yang sempat...