Nok 1: Sekolah Yummy

17K 2.4K 117
                                    

😙 klik bintang sebelum baca yoooo....

Perjalanan menuju apartemen di 59th street dari kantor yang berlokasi di Madison ave malam ini Dinan rasakan berbeda. Wajahnya jelas memancarkan aura bahagia. Edmund Meyer, head HR di kantor tempatnya bekerja menginfokan namanya masuk dalam daftar kandidat yang akan dipromosi. Minggu depan dia akan mengikuti wawancara dan serangkaian tes. Semoga dia yang akan menerima promosi jabatan tersebut.

Kakinya melangkah lebar, hatinya sudah tidak sabar membagi kabar bahagia ini kepada adik perempuannya. Seolah waktu tidak bisa menunggu lebih lama atau kesempatan ini berubah menjadi gelembung yang sewaktu-waktu dapat meletus.

"Masih kandidat kan?" Tanggapan sinis Ana setelah Dinan menceritakan kabar promosi. Dinan menipiskan bibirnya, menahan geram atas ucapan Ana yang meremehkan kabar ini. "Mending lo rethink. Lo nggak bisa bertahan di sini selamanya. Kerjaan lo kece, bankir. Tapi lo punya Kimmy yang butuh lo. Promosi ini bakal mengurangi daddy-baby time kalian."

Dinan terdiam, balasan yang hendak dia lontarkan tertelan kembali ke tenggorokan. Perkataan Ana tidak sepenuhnya salah. Bayinya butuh lebih banyak waktu bersamanya. Lahir lalu ditinggalkan ibu kandung sudah cukup berat bagi Kimmy, mendapat jabatan lebih tinggi barang tentu semakin mengurangi waktu kebersamaan mereka.

"Kalo lo masih mau buktiin ke ayah, lo sanggup hidup mapan tanpa sokongan dia, gue saranin lo balik trus challenge diri lo di Jakarta." Ana mengambil jaket jeans di punggung kursi. Dinan tahu sebentar lagi teman-teman Ana akan datang menjemput. Menghabiskan waktu mengasuh balita gemuknya sangat melelahkan dan Ana butuh rehat dan rekreasi bagi dirinya sendiri. Biarlah malam ini Ana menyerahkan sepenuhnya urusan Kimmy padanya. Malam panjang ini ingin dia habiskan tanpa jeda mengasuh bayi perempuannya. Besok pagi dia akan melanjutkan rutinitas menjemukannya. Bekerja.

"Kalo lo masih berkeras mengejar karir lo, gue yakin lo akan berhasil tapi lo akan semakin jauh dari bayi gendut lo." Ana berkata membelakangi dirinya. Kembali satu tohokan menghantam tenggoroknya, Ana si adik liar mengangkat topik penting namun masih sukar diproses kepalanya.

Selepas kepergian Ana, Dinan memilih bergabung bersama bayinya di kamar. Kimmy tertidur pulas mendekap guling. Pernak-pernik dan barang-barang di kamarnya didominasi warna-warna pastel dan pink, khas warna anak perempuan. Seingatnya sejak Kimmy mengenal warna dan Ana tinggal di flatnya, barang-barang pribadinya digusur barang-barang serba berwarna manis. Dinan bukan pria yang keras menentang perubahan isi kamarnya. Demi menyenangkan Kimmy, baginya warna perabot bukan masalah pelik yang menimbulkan huru-hara jenis kelamin. Dia tetap pria sekalipun malam-malamnya dihabiskan di balik selimut bermotif Little Pony.

"Papa," suara lenguhan Kimmy yang terbangun.

Segera Dinan tepuk-tepuk pantat gemuk putrinya sambil berdesis menenangkan. Bukannya kembali terlelap, Kimmy mengucek matanya lalu bangkit duduk.

"Where Ana?" Kimmy memutar kepalanya ke penjuru kamar. Tadi dia pulas setelah dibacakan buku cerita mengenai creepy crawlies oleh tantenya. Tahu-tahu dia terbangun bersama papanya.

"Ana pergi bersama temannya." Dinan pernah meminta Kimmy memanggil Ana dengan panggilan Tante atau auntie. Kala itu Kimmy bertanya balik kenapa dia harus memanggil Ana tante dan apa itu Tante. Sejak hari itu, momok besar Dinan sebagai seorang ayah dirasa makin membengkak. Dia merasa gagal mengasuh putrinya bahkan dia tidak tahu bagaimana mengajarkan bahasa negara mereka selama tinggal di negara orang.

Ana memang solusi efektif membantu bahasa Indonesia Kimmy sejak pindah tinggal bersama mereka. Namun emosi Ana yang labil serta karakternya yang manja dan suka diutamakan merupakan kekurangan besar dalam pengasuhan bayinya. Sosok kekanakan dan egois membesarkan seorang bayi yang tengah belajar segala hal tentu Dinan pahami sebagai kesalahan besar. Kecuali jika Dinan ingin melihat Kimmy menjadi Ana versi mungil.

"Aku eat bread Ana sama-sama," kata Kimmy dalam kalimatnya yang berantakan.

"Kimmy makan bread bersama Ana?" Dinan menyukai kebiasaan Kimmy yang senang membagikan cerita seputar kegiatannya seharian. Meski komunikasi mereka tidak seintens ayah dan anak lainnya, dia percaya sebentar saja asal komunikasi mereka selalu ada maka ikatan mereka akan tumbuh kuat.

"No. Ana angry me eat bread Ana sama-sama." Bibir Kimmy mengerucut di akhir cerita. Wajah sedih bayi yang nyaris tiga tahun ini tercetak jelas. Wajarnya Dinan ikut bersedih namun bagaimana bisa jika dia sudah hapal kelakuan putrinya yang jago akting.

"Kimmy makan bread Ana tanpa izin?" Dinan bertanya perlahan-lahan. Berharap putrinya bisa memahami pertanyaannya.

Kimmy diam tidak menanggapi selama hampir tiga puluh detik. Mata hitamnya hanya menatap Dinan. Yang ditatap malah merasakan satu cubitan besar di hatinya. Dinan tahu Kimmy tidak mengerti makna pertanyaannya, lebih kepada masalah minim kosakata bahasa Indonesia yang diketahui dan jarangnya praktik bicara.

"Did you ask Ana when you ate her bread?" Dinan menyerah. Dia kembali menggunakan bahasa Inggris. Mestinya waktu mereka dihabiskan dengan komunikasi bahasa Indonesia. Itu rencana pengasuhan Dinan.

Kimmy diasuh Lizzy, seorang perempuan berdarah Afro-Amerika yang aktif berbahasa Inggris dan tidak bisa bahasa lain kecuali bahasa itu. Sejak bayi, Kimmy mendengar lebih banyak bahasa Inggris. Walau Dinan kadang menggunakan bahasa Indonesia namun dampaknya tidak banyak. Komunikasi Kimmy bersama Lizzy lebih mendominasi.

"Yeah. Then Ana go crazy. She shouting and ask me to sit on the corner like Lizzy." Kimmy terbiasa mendengar bahasa informal dan bayi gemuk ini masih belajar membuat satu kalimat yang sesuai pola. Seringkali Kimmy salah menggunakan kata atau kacau membuat urutan kata untuk membentuk satu kalimat.

"Did you say sorry to Ana?"

"Yes." Kimmy mengangguk mantap. Dirinya merasa sudah menunaikan tugas besar setelah mengucapkan kata maaf pada tantenya yang suka marah-marah sepanjang hari.

"Good girl." Dinan mengacungkan ibu jarinya yang dibalas Kimmy dengan menempelkan telunjuk gemuknya pada ibu jari papanya. "Kalo Kimmy salah, harus say sorry."

"Kalo papa salah, harus say sorry," tiru Kimmy. Menghabiskan waktu seharian diasuh Ana seorang selama dua minggu, sedikit-banyak memengaruhi pola pemikiran Kimmy menjadi lebih atraktif termasuk dalam menanggapi perkataan orang lain, sejauh dia bisa paham.

"Papa say sorry juga kalo salah."

"Papa say sorry ke Ana," kata Kimmy polos.

Alis Dinan menyatu. Dia bingung mengapa Kimmy berkata demikian. "Kenapa papa say sorry ke Ana?"

###

28/08/2020

Masih mau baca kimkim?? Ngacung ☝️☝️☝️

A Note of KimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang