IP 4 : Manager Lucu✨

77 9 0
                                    


"Aldebaran! Apa yang sudah kamu perbuat pada Andin? Hingga Andin mengalami shock seperti ini dan pingsan?!"

Suara bentakan itu membuatku terlonjak bangun. Samar-samar kulihat ada sepasang suami istri yang sedang memarahi pria bernama Aldebaran itu.

"Itu, bukan salah Aldebaran! Itu salah Papa dan Mama yang menyeret wanita itu ke dalam hidup Aldebaran?!"

"Kamu!" kulihat pria paruh baya itu mengangkat tangan kanannya ke arah Aldebaran, si suami tidak peka itu.

"Apa? Papa mau tampar! Tampar aja, Pa!" Aldebaran meraih tangan pria paruh baya itu lalu menempelkannya ke pipinya.

"Udah, Mas. Nggak usah dilanjutin. Andin lagi sakit, dia butuh istrirahat dengan tenang." Lerai Ibu paruh baya yang berdiri di sebelah pria paruh baya itu. Mereka terlihat familiar dalam ingatanku, tapi aku pernah melihatnya di mana ya? Ah! Aku ingat seminggu yang lalu mereka datang bersama ibu paruh baya, Mama Andin.

"Kenapa, berhenti? Lanjutin aja, kalo perlu Mama sekalian. Aldebaran udah kebal diperlakuin kayak gini sama Mama dan Papa sejak kecil."

Tatapanku beralih pada kedua sepasang suami istri itu yang terlihat menyendu, mereka kompak menundukkan kepala dengan bahu lunglai.

Aku yang ingin menyela percakapan mereka, urung saat kulihat pria paruh baya itu berlutut di hadapan Aldebaran.

"Maafin, Papa. Semua salah Papa, kalau marah sama Papa lampiasin ke Papa. Kalau kamu benci Papa, hukum Papa. Jangan lampiasin ke orang yang nggak bersalah seperti Andin. Dia nggak tahu apa-apa, Al."

"Terlambat! Kalo Papa minta maaf sekarang! Kemana Papa dulu saat Aldebaran membutuhkan perhatian Papa? Kemana dulu saat Aldebaran minta Papa temenin bermain? Kemana, Pa?!"

"Hari itu, Aldebaran kira Papa akan ajak Aldebaran jalan-jalan untuk menebus waktu Papa yang terbuang. Tapi apa, Papa buang Aldebaran kayak sampah! Sampah, Pa!"

Aku semakin bingung, sebenarnya apa yang terjadi? Seingatku tadi aku sedang jalan-jalan di taman dan melihat Aldebaran, pria itu yang sedang berselingkuh dengan seorang wanita. Wanita yang wajahnya...

"Auw!" pekikku yang merasakan nyeri kembali kurasakan saat berusaha mengingat kembali wajah familiar wanita itu.

"Andin, kamu udah sadar? Kenapa ada yang sakit, ya? Kalo gitu Mama panggilin Dokter dulu. Tunggu sebentar ya,"

Ibu itu pergi meninggalkan kamar rawatku untuk memanggilkan dokter.

"Andin, maafin Papa ya. Gara-gara Papa kamu jadi begini," ucap pria paruh baya itu dengan sendu.

Aku hanya diam, aku tidak berhak menghakimi siapapun. Aku pingsan karena diriku sendiri yang berusaha mengingat kepingan kejadian yang kulupakan itu. Dan lagi, aku bukan Andin yang asli. Jadi, aku tidak ada hak untuk marah pada mereka.

"Tid--" Ucapanku terpotong kala Ibu paruh baya itu masuk bersama seorang dokter dan Suster.

"Dok, tolong periksa menantu saya. Sepertinya kepalanya sakit lagi."

"Oke, sebentar saya periksa dulu. Ibu jangan panik."

Dokter Ikhsan kembali memeriksaku, menempelkan tetoskop itu pada bagian dadaku.

"Masih pusing?" tanya Dokter itu kemudian.

"Agak, tapi sudah mulai berkurang. Dok, kenapa saya akan merasa pusing saat berusaha untuk mengingat kembali hal yang berhubungan dengan penyebab dari kecelakaan itu?"

"Kamu mengalami gegar otak ringan. Walaupun ringan tapi kamu tidak boleh meremehkannya, karena pusing yang melanda kamu itu bisa melemahkan fungsi ingatan kamu. Jika kamu terlaku memaksakan diri untuk mengingat dalam kondisi tubuh kamu yang belum pulih secara sempurna, itu akan mengakibatkan masa pemulihan kamu terhambat dan pingsan ini menandakan bahwa tubuh kamu masih sangat lemah."

Identitas PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang