IP 14 : Cinta Pertama✨

72 9 2
                                    


Keberadaan Aldebaran sebelum Andin tenggelam

Aku termenung di rumah ruang kerja setelah pertengkaran yang baru saja terjadi antara aku dan Andin. Dia meminta cerai, harusnya saat ini aku bersorak gembira karena itulah yang selama ini aku inginkan tapi entah kenapa hatiku tiba-tiba berat untuk menyetujuinya. Padahal dulu aku sangat ingin bercerai dengan dia, sekarang aku malah galau saat dia meminta cerai.

Menyandarkan punggung ke kursi lalu memutar kursi kerjaku ke segala arah berharap kegelisahan ini segera hilang dari pikiranku. Kegiatanku memutar-mutarkan kursi terhenti tak kala melihat sebuah bingkai foto yang menapilkan dua sosok anak kecil, itu fotoku dengan gadis kecilku yang saat ini sudah tumbuh dewasa. Miche, dulu aku tidak tahu siapa nama panjangnya karena dia selalu menyebut namanya dengan dua huruf itu. Tapi sekarang aku sudah tahu namanya, Michella Karisma .

Pertemuan pertama kami itu waktu kami masih sama-sama tinggal di Yogyakarta, tepatnya saat aku dibuang oleh kedua orang tuaku ke tempat Nenek. Mengingat hal itu gejolak amarah selalu memenuhi hatiku, sebenarnya apa salahku hingga mereka membuangku? Aku selalu jadi anak baik, penurut, prestasiku juga bagus di sekolah tapi itu semua tidak pernah terlihat di mata orangtuaku. Segala kasih sayang mereka hanya tercurahkan untuk Kakak, semua hal yang aku lakukan menjadi tidak terlihat saat Kak Roy muncul.

Hingga akhirnya aku berubah menjadi anak yang nakal, suka membantah dan tak lagi mau belajar. Hasilnya apa? Mereka membuangku ke tempat Nenek, mereka juga mengatakan untuk tidak kembali lagi sebelum aku dapat berubah menjadi seperti Kak Roy yang maha sempurna. Saat aku menjadi baik mereka acuh dan ketika aku menjadi nakal mereka membuangku, lalu aku harus bagaimana? Apa-apa yang kulakukan semuanya salah di mata mereka.

Tinggal di tempat Nenek, aku merasakan kasih sayang dari beliau sangat besar padaku. Lama kelamaan aku nyaman tinggal disana sampai suatu ketika aku bertemu dengan dia, gadis kecil yang sangat cantik dengan baju pink-nya terlihat imut dan menggemaskan di tubuh mungilnya itu.

Saat itu aku melihat dia terjatuh di aspal jalanan besar, niat hati ingin menolong namun urung saat dia menolak. Katanya dia hanya ingin di obatin oleh Mamanya, aku masih ingat dengan ucapannya waktu itu.

"Kakak nggak usah nolongin Miche, biar Mama aja yang obatin luka Miche nanti di rumah." Dia sangat keras kepala tidak mau di obati olehku.

"Tapi kalo nggak di obatin nanti lukanya bisa infeksi, lebih baik Kakak aja yang obatin," paksaku seraya meraih kaki mungilnya hendakku obati.

"Jangan?! Miche maunya Mama yang obati, Miche mau di sayang Mama seperti Mama yang sayang sama Kakak."

Aku terhenti mendengarnya, apakah dia sama sepertiku yang tidak mendapatkan kasih sayang orangtua?

"Memangnya Mama kamu nggak sayang sama kamu?"

Gadis yang kutebak masih berusia lima tahunan itu menunduk, jarinya saling meremas di pangkuan. Perlahan dia ngangguk, "Mama sayangnya sama Kakak, mungkin aku nakal makanya Mama nggak sayang."

Persis, perkataannya sama seperti apa yang dulu aku pikirkan. Sejak saat itu kami mulai dekat, kami selalu bermain di taman. Kedekatan kami itu menimbulkan sebuah rasa dalam hatiku yang baru kutahu setelah dia pergi, bahwa aku telah jatuh cinta padanya. Sedih rasanya saat dia mengatakan akan pindah ke Jakarta, rasanya baru saja aku merasakan bahagia bersamanya tapi kini kebahagiaan itu akan terenggut lagi dari hidupku.

"Kakak jangan sedih, nanti kita bisa ketemu lagi kok kalo jodoh. Sebelum Miche pergi kita buat kenang-kenangan, yuk!" ajaknya membawaku ke studio foto untuk foto bersama.

Sehari sebelum dia pergi, aku sempat memberikannya sebuah liontin berbentuk hati yang dalamnya bisa di beri sebuah foto.

Ucapannya waktu itu ternyata benar, kami kembali bertemu di sebuah pesta perusahaan besar. Awalnya aku tak mengenalinya tapi saat aku melihat liontin itu, aku langsung yakin bahwa dia adalah Miche. Gadis mungilku yang imut.

Identitas PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang