IP 6 : Debat Suami Istri✨

67 7 2
                                    


"Mas, hari ini aku memasak makanan spesial untukmu!" aku melangkah ke arah meja makan yang sudah di tempati Aldebaran dengan membawa semangkuk soto betawi.

Setelah kunjungan ketiga sahabat Andin yaitu Rini, Mira dan juga Ayu, aku mendapatkan banyak informasi mengenai Andin. Dan salah satunya adalah Andin suka sekali memasakkan makanan untuk Aldebaran.

Aldebaran tidak merespon ucapanku sama sekali, ia malahan sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya, sesekali bibirnya menyunggingkan senyuman. Aku menduga ia tengah berkirim pesan dengan wanita yang menjadi selingkuhannya itu.

"Mas, sudah dong main hape-nya! Ini loh istrimu masakin kamu makanan!" kesalku yang masih saja di kacangin.

Aldebaran meletakkan ponselnya ke atas meja, ekpresinya langsung berubah menjadi dingin. Kan, apa kubilang! Pasti tadi dia sedang asik chat-an selingkuhannya, huh! Menyebalkan?! Apa kabar dengan nasib hati Andin yang tiap hari harus menghadapi suami macam Aldebaran yang dingin ketus dan tidak punya perasaan! Selingkuh di depan istrinya sendiri, memang pria nggak punya hati!!

"Cobain, Mas! Ini hasil masakanku sendiri, loh!"

Aldebaran melihat menatap ke arahku dengan mata menyipit, "sejak kapan kamu bisa masak?" tanyanya heran.

Lah? Bukannya kata Rini, Andin suka masak? Tapi kenapa Aldebaran tidak tahu? aku harus melanjutkan akting ini.

"S-sejak... bangun dari koma. Iya, sejak bangun dari koma itu, tiba-tiba aku mendapatkan sepucuk hidayah. Aku baru menyadari betapa tidak becusnya aku dulu sebagai istri, yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada suami sendiri."

"Sudah, sudah. Saya tidak ingin lagi mendengar ocehanmu itu, saya tidak mau telat ke kantor hanya gara-gara ocehanmu yang tidak penting itu!"

Aku mengerucutkan bibirku, namun tanganku tetap bergerak untuk mengambilkan Aldebaran makanan.

"Stop! Kamu duduk sana makan, makananmu sendiri. Tidak perlu layani saya, banyak pelayan disini yang akan menyiapkan makanan untuk saya."

"Tidak apa-apa, ini kan sudah kewajiban seorang istri!" aku menekankan kata terakhir, berharap Aldebaran merasa tersindir dengan ucapanku.

"Kenapa sih, kamu ngotot sekali ingin mengambilkan makanan untuk saya? Kamu juga tiba-tiba memasakan makanan? Apa, jangan-jangan di makanan yang kamu buat itu ada racunnya, ya? Biar saya mati, lalu kamu bisa jadi janda kaya? Iya?!"

Pranggg...!

Dengan kasar kuletakkan kembali piring itu ke meja, emosiku tersulut mendengar tuduhannya yang sangat kejam itu.

"Kalo iya, emangnya kenapa? Hah?!" balasku sambil berkacak pinggang, tak lupa juga kuberi dia tatapan mematikan.

Aldebaran ikut melotot, lalu dia beranjak dari duduknya."Kamu!" telunjuknya mengacung ke arahku.

"Apa, Apa?" tantangku seraya kumajukan tubuhku menantangnya, "ya, tidak mungkin lah! Aku meracuni suamiku sendiri, kalo aku mau meracuni kamu. Aku akan buatkan kopi sabu yang sudah terbukti ampuh untuk membunuh orang!"

Dia menurunkan tangannya, kemudian duduk kembali tanpa membalas perkataanku.

"Makan aja Mas, nggak usah gengsi! Gengsi itu nggak bikin kenyang!"

"Saya tidak sedang gengsi, ngerti!"

"Iya in aja, biar seneng!"

Aldebaran menoleh kembali ke arahku, "kam... Mmmpphhttt.."

Dengan paksa aku menyuapka makanan ke dalam mulutnya, jika tidak begini. Aku yakin dia akan mengajakku debat.

"Makan, Mas, makan! Kalo Mas ngajak debat terus nanti telat loh ngantornya!" ujarku sambil terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Tawaku bergema dalam hati saat melihat dia hanya bisa melotot dengan mulut menggembung, penuh makanan.

***

Siang ini aku sudah menyusun rencana agar aku bisa pergi ke kosanku. Saat para pelayan sedang istrirahat siang, aku menyelinap keluar dari rumah gedung itu.

Berjalan dengan berjinjit-jinjit aku memeriksa pos satpam yang ada di dekat gerbang dan aman! Aku pun segera berlari cepat keluar dari gerbang. Di luar gerbang, aku memeriksa kembali pakaian yang sedang kukenakan, kaos hitam panjang dengan tulisan "Black Angel", lalu celana jeans broken white dan tak lupa juga aku memakai kacamata, topi dan juga masker. Perfect! Tidak akan ada yang bisa menyangka jika aku adalah Andin, karena Andin asli pernah memakai pakaian seperti ini.

Kulangkahkan kakiku keluar dari komplek perumahan elit itu menuju ke pangkalan ojek di sebrang jalan, ojek adalah pilihan agar terhindar dari yang namanya kemacetan permanen.

"Bang, anterin saya ke jalan manggis nomer 15, ya?"

Tukang ojek itu melihatku dengan aneh namun tak urung juga ia mengangguk, lalu memberikanku sebuah helm.

Hampir setengah jam perjalanan akhirnya aku sampai juga di depan deretan rumah berwarna hijau tua yang sudah mulai mengelupas. Ya, ini lah kosan tempat tinggalku dulu.

Aku melepaskan helm itu seraya turun dari boncengan motor si Abang ojek. "Ini Bang uangnya!"

Abang ojek itu terlihat bingung saat menerima selembar uang seratus ribuan. Aku pun tahu apa yang sedang Abang ojek itu pikirkan.

"Ambil aja kembaliannya!"

Seketika mata Abang ojek itu berbinar, "beneran Mbak?"

"Iya," jawabku, Abang ojek itu meraih tanganku seraya mengucapkan banyak terima kasih.

"Terima kasih, Mbak! Terima kasih...."

"Sama-sama, Bang. Abang juga udah nganterin saya dengan selamat sampai tujuan."

Setelahnya aku melangkah ke arah kosan, di rumah utama kulihat Bu Mirna sedang menyapu halaman depan. Kebetulan sekali pikirku, aku akan menanyakan apakah Bu Mirna tentang kejadian sebelum koma yang menimpaku waktu itu.

"Permisi Bu, saya boleh bertanya sesuatu?"

Bu Mirna meregangkan tubuhnya terlebih dahulu, barulah ia menjawab pertanyaanku, "boleh. Tapi anda siapa, ya?"

"Oh, perkenalkan saya Andin, Bu." Ku ulurkan tangan ke arahnya, yang di sambut baik olehnya. Mataku mulai berembun, aku rindu dengan Bu Mirna. Dia adalah ibu kos terbaik yang pernah aku kenal, Bu Mirna selalu memberikan kelonggaran waktu untukku membayar kosan. Karena dia tahu pekerjaanku yang hanya sebagai pelayan di sebuah kafe kecil dekat sini, Bu Marni juga terkadang mengantarkan makanan buatannya untukku.

"Oh, Nak Andin. Mau menanyakan tentang apa, ya?"

"Saya mau tanya tentang Melody, apakah dia masih tinggal disini?"

Raut wajah Bu Mirna langsung berubah sedih saat aku menyebutkan nama Melody, nama asliku.

"Nak Melody, dia... dia sudah meninggal, setelah hilang beberapa hari tiba-tiba dia di temukan oleh pihak kepolisian dalam keadaan tewas."

Aku langsung membekap mulutku, apakah itu... Andin yang asli? Namun cepat-cepat kugelengkan kepalaku, menyingkirkan pikiran yang tidak-tidak.

"Apa Ibu pecaya jika itu asli jenazah Melody?" tanyaku, sebisa mungkin aku berusaha tetap tenang.

"Awalnya Ibu juga tidak percaya karena wajah jenazah gadis rusak parah, tapi setelah polisi memperlihatkan bukti-bukti berupa KTP dan baju yang terakhir Melody pakai. Mau tidak mau harus percaya."

Berarti itu jenazah Andin, bagaimana bisa aku dan dia tertukar seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa dalang di balik ini semua?

"Lalu Melody, di makamkan dimana Bu?"

"Mari ikut Ibu, kebetulan Ibu juga mau kesana."

Aku berjalan mengikuti Bu Mirna dengan pikiran yang terus melayang memikirkan tentang semua ini.

****

Apa yg terjadi ?? apakah akan terungkap?? ikutin terus ceritanya dengan follow+votenya dan tunggu eps selanjutnya!!!

Identitas PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang