IP 32 : Kasih Sayang Ibu✨

60 7 0
                                    


Tatapan Papa menajam dan rahangnya mengeras, melihat aku berada di atas panggung dengan mendapatkan gelar baru sebagai pewaris utama keluarga Karisma. Gelar yang bisa membuat Papa semakin membenciku. Aku menggelengkan kepala berulang kali, menatap penuh arti ke arah Papa. Berharap Papa dapat mengetahui isi hati terdalamku.

"Pa ... Melody tidak tahu tentang ini semua." dalam hatiku

"Perhatian semuanya, ada satu hal penting yang ingin di sampaikan oleh Pak Aldebaran Alfahri."

Mendengar nama Aldebaran di sebutkan oleh MC, membuatku mengalihkan tatapan ke arah kanan. Dimana seorang pria bersetelan jas mahal tengah menaiki panggung, dia tersenyum padaku dengan sebelah tangan memegang sebuket bunga mawar merah. Apalagi ini? Belum sempat pertanyaan di dalam benakku terjawab, Aldebaran sudah bersimpuh di depanku. Menggenggam tanganku dengan sebelah tangannya yang bebas, jantungku mulai berdetak tak karuan menanti apa yang akan dia katakan.

"Melody, aku sudah tidak dapat menahan perasaan yang meluluhkan rasa bahagia ini lagi di hati. Jadi, disini, di atas panggung ini, aku mau mengungkapkan perasaanku padamu di hadapan semua orang." Dia menjeda ucapannya sebentar, membuatku semakin gugup menantikan kelanjutan dari perkataannya. Meskipun, aku sendiri dan semua orang yang ada di ruangan ini tahu maksud dari perkataan Aldebaran, tapi tetap saja aku masih gugup.

"Mau kah, kamu menjadi pendamping hidupku, menemani hari-hariku di sisa hidupku dan menjadi ibu dari anak-anakku?" tanyanya penuh harap. Aku menahan napas selama beberapa detik, mencoba menenangkan jantungku yang terasa akan keluar dari tempatnya.

Melihat pandangan kesekeliling, aku dapat melihat hampir semua wanita yang ada di sini sedang memandang ke arah kami---baper. Aku sendiri tidak menyangka bahwa Aldebaran akan mengungkapkan perasaanya padaku. Aku kira setelah dia tahu aku berpura-pura menjadi istrinya dan membohonginya dengan begitu kejam, dia akan menjauh hingga tak ingin mengenalku lagi tapi ... dugaanku salah! Dengan beraninya dia malah mengungkapkan perasaannya padaku di hadapan publik.

Huftt ... huftt ... menarik napas perlahan lalu membuangnya kembali, memejamkan mata sebentar. Aku pun membuka mata seraya mengangguk. Aku tidak dapat membohongi diri sendiri lagi, jika aku telah jatuh hati pada pria sombong dan terkesan tak punya hati ini.

"Terima bunganya, dong!" pintanya lagi sembari menyerahkan buket bunga mawar merah itu padaku. Sesaat setelah aku menerima bunga darinya, dia langsung memelukku dengan erat.

"Terima kasih, telah menerima cintaku. Mulai detik ini aku akan selalu berusaha membuatmu bahagia dan tak akan membiarkan setetes air mata pun jatuh dari matamu. I love you!.

"Love you too!" tanganku terangkat membalas pelukannya. Namun rasa bahagiaku belum terasa lengkap, menoleh ke arah kursi dan meja tamu. Aku melihat Papa beranjak dari duduknya, matanya menyiratkan ketidaksukaan yang jelas.

Aku ingin Papa ikut mendampingi di pernikahanku dan memberikan restunya untuk hubungan kami. "Aldebaran ... kita minta restu Papa yuk, besok?" bisikku di telinganya.

Aldebaran melemaskan pelukan kami, menatap ke arahku seperti sedang mencari sesuatu dari ku. Tak lama kemudian dia mengangguk, "Oke. Jika kamu bahagia dengan itu, aku akan melakukannya."

Aku tersenyum senang, lalu kembali memeluknya dengan erat.

***

melihat pandangan keselliling ruangan, aku merasakan kerinduan yang begitu hebat. Dulu aku memimpikan kehidupan yang penuh kebahagian akan tercipta di rumah ini, tapi yang kudapatkan hanyalah sebuah luka. Luka itu merenggut semua kebahagian yang selalu aku impikan dan hari ini aku kembali ke sini. Berharap akan mendapatkan sambutan yang baik dari si pemilik rumah.

Identitas PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang