1

176 19 0
                                    

Jalanan macet menghiasi jendela, khas kota perkantoran. Gedung kantor jurnalistik ini pas sekali berada ada di ujung perempatan kota. Terkadang suara klakson juga seolah masuk ke dalam area lantai 23 ini. Sedikit mengganggu, karena ini sudah malam tapi ini resiko. Jika tidak bisa mencintai kebisingan, maka jangan tinggal di kota.

Beberapa file laporan tertumpuk diujung meja kerjaku. Ini akhir tahun dan seperti tahun-tahun sebelumnya, kami akan lembur, mungkin hingga pagi.

Aku menggapai sebuah file berwarna biru tua, ini pasti kiriman dari divisi fotografi, laporan pertanggung jawaban event-event setahun kemarin. Aku menghela nafas ringan. Ini akan menjadi malam yang panjang.

"Lee Winter!" Sebuah suara terdengar, aku mendongakkan kepala, sepertinya atasan Da eul membutuhkanku, "Ruanganku, sekarang!" Ia pun berlalu dan memasuki ruangan kaca diujung lantai itu.

Aku mengerang malas dan berjalan sedikit gontai menuju ruangannya. Ini jarang terjadi, tidak biasanya ia meneriakkan namaku dengan nada amarah seperti tadi.

Tanganku mendorong pintu itu perlahan, atasan Da eul mempersilahkanku masuk dan menunjuk kursi di depannya. Aku melakukan apa yang ia minta, dalam hati berharap meja yang memisahkan kami sudah cukup membatasi.
"Ini laporan yang kau audit?" Tanyanya, mendorong sebuah file kuning ke hadapanku.

Aku meraihnya dan membuka file itu, dari divisi liputan. Segera tanpa pikir panjang aku membalik hingga halaman terakhir. Benar saja ada tanda tanganku, tanda telah memeriksa kebenaran laporan itu. Aku mencuri pandang ke arah atasanku, tangannya terlipat depan dada, rambut hitamnya acak-acakan, matanya merah. Pasti ada yang tidak benar dengan laporan ini.
Aku memeriksa isi laporan tersebut.

Isinya membahas tentang sebuah liputan eksklusif di sebuah situs sejarah di pinggir kota. Sekilas membaca acak, akhirnya aku menemukan kejanggalan tersebut. Identitas narasumber yang diundang sebagai pengisi liputan tidak ada. Aku menutup mata dan menghela nafas. Rasa malu, marah, bersalah semua campur aduk menjadi satu. Bagaimana mungkin aku melewatkan bagian sepenting itu.
"Maafkan aku Sunbae-nim, aku tidak akan mengulangi kesalahan seperti ini lagi" Aku berkata penuh rasa penyesalan.

Ia mengangguk dan mempersilahkanku untuk keluar dari ruangannya. Aku pun keluar dengan rasa kesal meledak di kepala. File kuning menyebalkan. Akan ku marahi habis-habisan sekertaris divisi liputan.
Sekertaris itu memohon maaf atas kecerobohannya meninggalkan poin penting seperti itu. Ia mengatakan seseorang dari divisinya akan mengurus laporan itu malam ini d0an aku akan segera memerima email revisimya. Telfon pun ditutup.

Atasan Da eul pastilah sedang mengalami hari yang berat, karenanya ia menegurku sekeras itu. Benar saja, tak lama, ia keluar lagi dan meneriakkan nama Kim Cha eum. Cha eum yang terkenal pendiam segera berdiri dan berlari kecil ketakutan menuju ruangan kaca itu.

"Ia sedang tidak mood" kata Ja soo disebelahku. Kepalanya keluar dari kubikel pemisah meja.

"Sudah pasti, tadi ia memarahimu karena apa Winter-ah?" Ga seol menimpali, "Masalah sepele bukan?"

"Tidak juga" Ucapku, "Aku memang melakukan kesalahan besar"

"Kesalahan besar, bukan kesalahan fatal" Ucap Ja soo disusul dengan tawanya dengan Ga seol.

"Kalian terlalu berisik" Gam do menyahut dari meja seberang. Lengan kemeja hitamnya sudah digulung hingga sikut, "Winter-ah baik?" Ia menanyai kabarku.

Aku mengangguk dan memberinya gestur dua jempol, "Terimakasih telah bertanya Oppa"

Ia tersenyum kecil dan melanjutkan kerjaannya di laptop. Sedangkan arah pandanganku belum beralih. Ia laki-laki yang manis, sedikit dingin, tetapi sangat baik. Wajah yang tampan dan tubuh tingginya juga membuatnya seolah memiliki kharisma tersendiri.
Aku mengenalnya sejak kami SMA, satu organisasi. Ia ketua dan aku bendahara. Ia seorang ketua yang baik dan pengertian. Aku telah mengaguminya sedari lama, bahkan mungkin aku lebih dari sekedar tertarik dengannya. Tapi aku tidak memiliki keberanian sebesar itu. Bisa meneladani sifat baiknya saja sudah cukup.

"Ya Winter-ah!" Ja soo berbisik di telingaku, "Berhentilah menatapnya seperti itu atau ia akan salah paham"
Aku mengangguk dan melanjutkan pekerjaanku meng-audit semua laporan ini. Ja soo sahabatku dari kecil, ia mengetahui perihal ketertarikanku dengan Gam do.

Dengan ditemani gelas-gelas caffe latte dan ipod, pekerjaan itu selesai pukul 3 pagi lebih sedikit. Aku meregangkan tangan. Baru terasa pegal sekarang. Meja Ga seol sudah kosong 4 jam lalu, Ja soo pun sudah terlelap di sofa dekat dispenser. Ia akan bangun setengah jam lagi untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Aku menoleh ke samping, sudah banyak meja yang kosong, tetapi Gam do masih berkutat dengan setumpuk kertas ditangannya. Alisnya sesekali berkerut bingung, ia sedang hanyut dalam euforia berkerja.

Aku bangkit dari kursi, terlalu pagi untuk pulang dengan subway. Jadilah aku memutuskan untuk tidur sejenak di sofa sebelah Ja soo.

"Kau sudah selesai?" Gam do bertanya, ia tidak memalingkan muka dari pekerjaannya. Aku pun hanya memandang punggung lebarnya.
"Sudah" Jawabku pendek dan mulai melepas heels, "Istirahatlah sejenak Gam do Oppa"

Ia terlihat mengangguk dan mengacungkan jempol, masih tanpa menoleh kebelakang.

Aku merebahkan diri dan mulai terlelap diatas sofa hijau itu saat suara Gam do terdengar sayup-sayup, "Selamat malam, Winter-ah"

- 🧸

Finding My Way To You || Project Hypen (-) Jake SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang