18

30 7 3
                                    

Praang

Aku mengerjapkan mata. Ah, barusan aku terjatuh. Hiasan dari kaca yang ku bawa terpental.

Hari ini para penyedia hiasan upacara serentak datang ke istana. Aku, Ann sok, ketua pelayan, dan pelayan-pelayan yang lain sedang memeriksa sekaligus mengawasi proses pemasangan hiasan. Dari kain yang digantung menjuntai, rangkaian bunga yang disebar, hingga piring-piring hidangan yang nanti akan digunakan saat menjamu tamu.

Sepulang dari menemani Jake dua hari lalu, kesehatanku memburuk. Jake yang sudah awas dengan penyakitku segera memanggil Sa guil. Walaupun tak mengetahui penyakitku, Jake tetap pada kesiagaannya. Butuh upaya untuk Sa guil menutupi resiko sebenarnya pada Jake, bahwa penyakitku akan menggerogoti nyawaku perlahan.

"Nona Winter!" Ann sok menjerit kaget, ia yang sedang membetulkan letak bunga segera berlari ke arahku, "Apakah Nona baik-baik saja?" Ia bertanya dengan nada khawatir.

Aku tersenyum, "Ne, gwenchana" Jawabku dan memandang sekitar, tidak ada Jake, aman.

"Sepertinya Nona harus istirahat" Ann sok menyentuh lenganku, "Nona sudah cukup membantu, ini bukan pekerjaan nona, ini tugas kami"

"Ani" Balasku dan berusaha berdiri sendiri, "Aku baik-baik saja"

Ann sok melihatku ragu, tangannya tak lepas dari lenganku, "Nona sepertinya istirahat saja, muka nona pucat"

"Ani" Aku menyentuh pundaknya, "Aku baik-baik saja Ann sok, percaya lah"

Akhirnya setelah diyakinkan berkali-kali, Ann sok pun mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya yang tadi tertunda. Aku tersenyum singkat, Sa guil sudah mengingatkan bahwa aku tidak boleh merasa terlalu lelah. Tetapi, aku bosan menunggu di kamar, membantu persiapan acara penobatan lebih menggiurkan.

"Winter-ah" Seseorang berbisik dekat telingaku.

"Ah! Kamchagi-ya!" Aku terlonjak, lantas memukul bahu Jake yang sedang terpingkal, "Itu sangat tidak lucu" 

"Hahaha, mukamu, astaga.." Jake tertawa, "Ya, Winter-ah, ikutlah denganku sebentar"

Aku mengernyitkan dahi, "Tidak mau, kau pasti akan menjailiku lagi"

Jake tertawa, "Jinjja" Jarinya membentuk huruf 'v' "Ikutlah bersamaku sebentar"

"Haah, baiklah" Aku pun menurut dan mengikutinya berjalan keluar dari aula kerajaan. Kami melewati lorong menuju sebuah ruangan di pojok. Kejadian Jake memojokkanku di depan kamar tempo hari terlintas di benakku. Jake yang akan membuka pintu ruangan yang jauh dari keramaian itu tertahan, tanganku refleks menarik seragam putihnya. 

Jake menoleh bingung, "Waeyo?" 

"Apa yang ingin kau lakukan?"

"Aku ingin menunjukkan kau sesuatu" Ucapnya dan membisikkan sesuatu di telingaku,"Untuk penyamaranmu"

Aku mengeluarkan nafas yang ternyata ku tahan, "Baiklah" Anggukku

Jake pun mendorong pintu, kami masuk berdua. Ruangan itu polos, hanya diisi oleh sebuah lemari pajangan sederhana dan sebuah jendela terbuka dengan vitrase nya yang berterbangan ditiup angin. Jujur saja, ruangan itu sederhana namun indah.

"Ruangan apa ini?"

Jake yang sedang membuka lemari menoleh, "Ah ini ruangan pribadi mendiang Ibu" Jawabnya dengan senyuman, "Dulu ruangan ini memiliki sebuah kursi dekat jendela, kursi itu sudah pindah ke ruang kerjaku" Jake pun kembali fokus pada lemari, ia melanjutkan cerita masa kecilnya tanpa membalikkan badan, "Aku ingat, dulu saat masih kecil, aku sering kali bermain disini, mengganggu ibu yang sedang membaca atau merangkai topeng"

Finding My Way To You || Project Hypen (-) Jake SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang