Aku mengerjapkan mata. Cahaya matahari mengintip malu kamar yang di dominasi putih gading ini. Aku menyingkap selimut dan berjalan menuju jendela, menggeser sedikit gorden sutranya. Mataku menangkap cahaya matahari yang sudah naik lumayan tinggi. Diujung kamar, jam menunjukkan pukul 8. Kemudian aku beralih menuju meja rias dan mengambil kertas dan pensil dari lacinya. Aku harus mencari tahu ada dimana aku sekarang. Setidaknya, tahun berapa ini.
Sudah ada jam, senapan, dan sutra. Semua barang itu muncul dari tahun-tahun berbeda. Pensil ditanganku menari-menari diatas kertas. Coretan sana, coretan sini. Kemudian aku menambahkan hal-hal yang belum aku lihat. Listrik, teknologi modern, bahkan mesin tik. Aku mengangguk, berarti kemungkinan besar aku berada diantara abad 16 akhir hingga abad-
Pintu kamarku terbuka tiba-tiba. Refleks aku membalik kertas dan menaruh pensil diatas meja. Hampir selusin pelayan memasuki kamarku, baju putih gading mereka membuat mereka seperti kelompok manusia hanya kepala di kamar ini. Keterkejutanku tak hanya berhenti disana. Tak lama setelah pelayan-pelayan itu berbaris, Jake memasuki kamarku diikuti oleh tabib Sa guil dan asistennya, Ra geuk.
Jake bergeser sedikit dan memberikan jalan, Sa guil segera mendekati dan memeriksa luka-luka tempo hari, "Fisikmu cepat sekali pulih, Nona Winter" Ia tersenyum, aku membalas serupa. Lecet dan luka kecil, bukankah memang mudah diobati?
Setelah beberapa saat kemudian, ia menarik diri dan menunduk hormat pada Jake, "Dia sudah jauh lebih baik, Yang Mulia" Ucapnya. Jake mengangguk. Sa guil dan Ra geuk pamit undur diri. Pintu kamar pun ditutup.
Seolah diberi komando telepati, pelayan-pelayan yang masih ada di ruangan itu menuntunku menuju kamar mandi. Seperti sebuah pemaksaan memang, tapi mungkin sebuah kelaziman disini. Aku menurut saja saat air hangat dituang dan beberapa batang sabun aneka warna di siapkan. Aku bahkan terlampau diam saat mereka memijat-mijat rambutku. Itu seperti layanan salon paling lengkap, terbaik di ibu kota.
Selesai mandi, mereka mengantarku yang masih mengenakan bathrobe ke semacam walk-in closet. Ini berlebihan, jujur saja, tapi lagi-lagi ini sebuah kerajaan. Justru akan terlihat aneh, jika mereka kamarnya tidak ada fasilitas-fasilitas seperti ini, "Anda ingin mengenakan yang mana, Nona?" Tanya salah satu pelayan itu. Aku melihat-lihat beberapa gaun, memilih-milih yang paling sederhana, tapi seolah tidak ada. Aku terdiam dan memeriksa bagian lain, tetap tidak ada. Astaga. Aku tidak terbiasa dengan gaun-gaun sutra yang panjang ataupun dress dengan korset dan rok mengembang.
Aku hampir menyerah saat ujung mataku melihat sebuah midi-dress berwarna biru langit di bagian paling pinggir walk-in closet itu. Aku meraihnya dan memberikannya pada pelayan, "Yang ini saja" Ucapku, pelayan itu tersenyum dan membantuku mengenakannya. Dress itu polos dengan artian tidak memiliki hiasan apa-apa, hanya sebuah dress dengan kain perpaduan antara taffeta dan sifon. Ringan dan halus saat digunakan.
"Apakah aku harus mengatur rambutmu, Nona?" Tanya pelayan yang berbeda. Aku menggeleng.
"Tidak, terima kasih" Tolakku dan mematut diri depan cermim. Aku bahkan tidak mengenal wanita yang berada di cermin. Aku bahkan terlihat lebih segar. Urat biru yang cukup mencolok di leher, seolah menghilang. Leherku terlihat lebih putih dan sehat. Mukaku juga tidak tampak lagi pucatnya. Bisa jadi tabib Sa guil memang tabib istana yang hebat.
"Maaf Nona" ada lagi pelayan yang membuyarkan lamunanku, "Yang Mulia telah menunggumu, apakah kau tidak ingin bergegas memilih sepatu?"
Aku mengangguk dan melihat beberapa jenis sepatu, mulai dari heels disko hingga siletto seperti milikku di apartemen pun ada. Bukannya memilih sepatu, aku justru kembali memikirkan, aku berada di abad ke berapa? Kenapa bisa ada heels modern?
Lalu, hal yang lebih mengejutkan lagi adalah, di depanku ada sepasang flat shoes senada dengan midi dress yang aku kenakan. Aku mengambilnya dan memeriksa sepatu itu luar dalam. Tidak ada merknya, tidak ada cetakan ukurannya. Tetapi ketika dikenakan, sepatu itu pas dengan ukuran kakiku. Aku menatap pelayan tadi, dia telah selesai menyimpan kembali sepatu-sepatu yang dikeluarkan. Baru saja aku akan menanyakan ini tahun berapa, ia sudah menunduk, sibuk merapihkan ujung dress yang terlipat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding My Way To You || Project Hypen (-) Jake Side
Fanfiction"Memangnya kamu kuat?" "Kita lihat saja nanti" Highest rank: #2 Enhypen fanfiction - 9/9/22