13

33 9 0
                                    

Salah satu tradisi kekerajaan yang mungkin tidak cocok denganku adalah acara meminum teh di sore hari. Aku pekerja kantoran, bukan keturunan bangsawan atau semacamnya.

Ternyata rumah kaca di ujung taman itu adalah bank bunga terlengkap di kerajaan perbatasan. Dari bunga mawar putih, hingga lotus kertas berwarna emas pun ada. Jadi sekarang, disinilah aku berdiri dikelilingi aneka varietas anyelir.

Ji reon yang tadi diam hanya duduk di kursi.Pipinya lembab oleh tangis. Tangannya bergerak gemetar, ia ketakutan. Melihat tampangnya yang seperti itu, aku merasa bersalah. Tapi jika membuka topengku sekarang, aku sama saja memberikannya kartu truf, "Kau tidak menyentuh tehmu? Apakah kau takut aku meracunimu?" Tanyaku.

"Apa yang ingin kau ketahui dari wanita itu?" Ji reon balas bertanya, aku mengedikkan bahu, "Apakah kau ingin menyakitinya? Bukankah penderitaannya selama ini sudah cukup? Ditinggal pergi ibunya, percobaan pembunuhan oleh kakaknya sendiri, ditolak cinta pertamanya?"

Ji reon mentapku yang memberinya tampang datar. Wanita di depanku ini pasti menganggapku iblis atau semacamnya, "Hidupnya pahit ternyata" Ucapku.

Ji reon berdiri, aku bisa merasakan amarah yang dipancarkan kedua mata violet itu, "Tidakkah kau punya perasaan?!"

Aku mengetuk meja pelan, "Kendalikan emosimu, tidakkah kau tau nyawa adikmu berada di tangan siapa?" Ucapku berupaya sinis. Melihat respon Ji reon yang segera duduk kembali, aku berhasil, "Ceritakan apapun yang kau ketahui tentang Lady itu"

Ji reon terlihat ragu, tapi kemudian mengangkat kepalanya, "Sebelum aku memberitahumu, izinkan aku bertanya padamu satu hal"

"Satu hal saja?" Tanyaku memastikan.

"Ne, satu saja. Setelah itu aku tidak akan bertanya apa apa lagi"

Aku pun mengangguk "Baiklah, kau boleh bertanya. Masalah aku akan menjawabnya atau tidak, itu resikomu"

Ji reon menarik nafas dalam, "Mengapa kau terlihat membencinya? Padahal bertemu denganmu saja, ia tidak pernah"

Membencinya?
Tidak pernah terbersit sedikitpun dipikiranku, bahwa aku membenci yeoja bangsawan itu. Jadi Ji reon menganggap tindakanku menjadi tamu Jake adalah karena aku membenci Lady Jeon? Astaga. Ini semakin menarik saja.

"Aku akan menjawab pertanyaanmu dengan sebuah pertanyaan yang tidak bisa kau tanya balik padaku" Aku pun memutuskan duduk didepannya, perbincangan semi-hangat ini akan segera dimulai, "Apa yang membuatmu sangat yakin bahwa aku membencinya? Padahal kau tidak tahu apa apa tentangku? Bagaimana jika selama ini yang aku perlihatkan padamu merupakan hal yang tidak kau ketahui kebenarannya?"

Ji reon terdiam. Aku berhasil menebar umpannya. Kita lihat apakah dia akan menyambarnya atau tidak.

"Sekarang, ceritakan yeoja itu. Dari A hingga Z"

---

Aku berhenti diujung lorong istana menuju kamarku, pengawal pribadi Jake ada di depan kamarku. Aku menoleh ke belakang. Ji reon yang melihatnya juga refleks mengambil satu langakah ke belakang. Ancaman pengadilan itu sepertinya terlihat nyata sekarang dengan kepulangan putra mahkota.

"Kembalilah ke ruanganmu" Aku mempersilahkannya terlebih dahulu. Setelah punggungnya hilang diujung lorong. Aku berjongkok. Bermain peran seperti ini bukan keahlianku. Aku melepas siletto merah menyala itu dan menentengnya menuju kamar. Pengawal Jake menyapaku, "Yang Mulia telah menunggu anda di dalam"

Aku mengangguk dan membuka pintu. Aroma hangat lavender menyapa hidungku. Kemudian mataku melihat Tabib Sa guil dan asistennya, Ra geuk. Di belakang mereka, Jake duduk mentapku dengan pandangan datar.

Aku membungkuk, "Joesonghamnida, telah membuat kalian semua menunggu"

Sa guil tersenyum dan Ra geuk membimbingku untuk duduk diatas sofa. Kedua ahli medis itu memberikan pemeriksaan rutin, padahal tadi pagi sudah. Ra geuk mengoleskan sebuah salep pada buku-buku tanganku yang sedikit membengkak, mungkin tadi aku mencengkram kerah seragam Ji reon terlalu kencang. Setelah sekiranya selesai memeriksaku, Sa guil memberikan sebuah tabung dengan cairan berwarna hitam kental. Ia mengedipkan matanya dan aku memasukkan tabung itu ke dalam kantong. Ra geuk dengan baik hati menutup jarak pandang Jake terhadapku. Sebelum mereka keluar, aku menahan tangan Ra geuk dan menyerahkan pisau roti yang tadi aku pindahkan ke kantong. Pintu kamar ditutup.

Kamar tidur itu lengang. Aku memutuskan menatap ke bawah. Menghindari kalau kalau tatapan lurus Jake beralih padaku.

"Waeyo?" Jake tiba-tiba bersuara. Nadanya kuat, lugas. Entah kenapa, suara itu hanya bisa membuatku ciut. Ini istananya dan selama 3 hari ia tak ada, aku berlagak seolah aku pemiliknya.

"Mianhae" Ucapku, "Aku tidak bermaksud menjadi superior di istanamu, tapi-"

"Ani" Jake memotong ucapanku, "Waeyo kau memberikan kesempatan pelayan itu untuk bernafas lagi? Dari laporan singkat pengawalku, kau bahkan hafal isi revisi undang-undang itu"

"Anggap saja aku memaafkannya" Ucapku. Astaga, kemunafikan mana lagi yang akan aku berikan demi menutupi niat asliku didepannya? Sungguh Jake, maafkan aku..

Jake hanya menatapku sekilas lantas memgangguk, "Baiklah, anggap saja aku percaya padamu" Ucapnya.

Aku mengangguk singkat. Setelah beberapa lama, barulah aku memberanikan diri membuka suara, "Bagaimana dengan urusanmu diluar kota?"

Ia tersenyum tipis, "Baik" ia merogoh sesuatu dari kantong dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru gelap, tangannya terulur meletakkan kotak itu diatas meja diantara kami, "Bukalah"

Aku memandang diam kotak biru itu, tanganku kemudian tergerak menggapai kotak itu dan membuka tutupnya. Aku kehabisan kata-kata. "Jake-ah... ini?"

"Emblem kerajaanku" Ucapnya seraya memberikanku sebuah anggukan ringan, "Besok Jay hyung mengundangku makan siang bersama, kau harus ikut"

"Waeyo?" Protesku. Pasalnya, aku hanya seorang 'tamu' yang tak seharusnya hadir, "Aku bukan-"

"Dia menanyakan tentang wanita yang dipenjara oleh Heeseung hyung"

Sekujur tubuhku seperti dibanjur es, astaga. Segera badanku seolah kehilangan tungkainya, bagaimana ini? Pertama aku tidak pernah bertamu ala kerajaan, kedua aku objek yang ditanyakan? Apakah aku tidak bisa menolak saja ajakan Jake?

"Jake-ah, aku-" Nafasku tercekat, pemikiran untuk melanjutkan kalimat itu menguap, aku benar-benar mati kutu sekarang.

"Hei" Jake bersuara pelan, ia tersenyum kearahku dan mengambil satu tanganku yang tadi terlipat. Jari-jarinya ia sambungkan dengan jari-jariku, "Kau tidak perlu takut, dengan menggunakan emblem ini kau berada penuh dibawah perlindungan pemerintah kerajaan perbatasan"

"Pasal 18, hukum keluarga kerajaan" Tuturku tiba-tiba. Tawa Jake pun langsung pecah disusul tawaku.

"Kau memang penuh kejutan, putri musim dingin"

- 🧸

Finding My Way To You || Project Hypen (-) Jake SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang