"Jadi di duniamu, aku sebuah cerita fiksi?" Tanya Jake setelah aku menceritakan dongeng Ann sok ahjumma tempo hari. Tentu saja dengan meninggalkan setengah dari cerita itu lantaran berisi tentang perang.
"Bukan hanya sebuah kisah fiksi, Jake" Ucapku, "Kau merupakan bagian dari sebuah dongeng terlupakan"
Ia terdiam. Senyum yang tadi menghiasi wajahnya selama aku bercerita, sirna. Aku memandangnya sendu. Ia mungkin malah menganggapku aneh atau lebih parah, titisan gipsi yang sudah mulai hilang akal.
"Lady Jeon" Ucap Jake tiba-tiba. Pandangannya fokus ke depan.
"Apakah itu nama..?" Aku memilih tidak menyelesaikan kalimat tanya itu. Jake pun hanya mengangguk lemas. Pegangan tangannya semakin mengerat .
"Mendiang Raja Kanth IV, ayahku dan Duke Jeon merupakan rekan bisnis yang terlampau dekat. Akibatnya kami, anak-anak mereka pun menjadi dekat. Dididik oleh guru yang sama, dan kemudian membuat proyek bersama hanya menambah kedekatan kami" Ucapnya, "Bagiku, Ara adalah sahabat terbaik, terhebat seorang Jake pernah miliki. Tapi semuanya seakan terhempas saat Ara akhirnya menyatakan cinta nya padaku"
Tatapan Jake kosong. Mengahadap ke depan tanpa tujuan. Aku yang merasa hawanya tidak baik, menyentuh pundaknya pelan, "Kau tidak perlu melanjutkan" Ucapku.
Ia menggeleng. Tangannya terus-terusan bermain dengan jariku, "Tidak, kau harus mendengarnya" Ia menolak, "Malam itu, salju turun cukup berat. Ara yang seharian itu membantuku mengerjakan sebuah proyek bendungan, terjebak di istana. Ia tak bisa pulang. Karenanya, aku menawarkan untuk menginap saja di istana. Ia menerima tawaranku. Di istana memang ada kamar yang sering ia tempati. Saking seringnya, mendiang ibuku sering membelikan pakaian untuknya dan disimpan di kamar yang biasa ia gunakan itu"
"Kamar yang aku tempati ya?" Mulutku tak kuat menahan kalimat sarkastis itu. Aku bukan membenci fakta bahwa semua barang disana bekas, bahkan bisa jadi baju yang sekarang kugunakan pun bekas Lady Jeon. Tapi, aku membenci diriku sendiri yang tidak awas dengan kemungkinan adanya fakta itu. Jika aku lebih berupaya mengeluarkan pertanyaan-pernyataan seperti itu pada diriku sendiri, aku bisa menanyakannya langsung tanpa harus memberitahunya dongeng itu. Aku bisa mencari tau sendiri siapa wanita itu dan menghentikan tindakan yang akan menimbulkan perang itu.
"Winter-ah?" Jake menggoyangkan tanganku, "Apakah kau marah?"
Nada bicaranya, perlakuan manisnya. Sudah pasti ia terbiasa melakukan itu pada Lady Jeon. Astaga.
Aku baru saja menyadari apa yang benakku fikirkan. Aku terdengar seperti seorang yang sedang cemburu. Segera, aku membuang jauh-jauh pikiran itu dan memaksa kesadaranku terkumpul kembali, "Aku tidak marah padamu" Ucapku sedatar mungkin, "Lanjutkan saja"Walau terlihat tak yakin diawal, Jake tetap melanjutkan ceritanya, "Waktu itu mungkin sekitar sebulan setelah ayahku menghembuskan nafas terakhirnya. Aku yang belum siap menjadi raja, melempar tugas-tugas kerajaan kepada kabinet, setelah aku atur ulang anggotanya. Sebulan itu terasa sangat berat. Akibatnya ada beberapa malam yang tidak bisa ku lewati dengan tenang. Bayangan ayah masih sering bergelayut dibenakku. Malam itu termasuk malam terburuk yang pernah ku hadapi. Aku bermimpi buruk. Karena tak bisa tidur lagi, aku memutuskan untuk berjalan dikoridor istana" Ia kemudian menatapku, "Bagian berikutnya mudah ditebak"
Aku mengangguk, "Kau bertemu dengan Lady Jeon di koridor dan kalian bercakap-cakap. Lantas, karena merasa suasananya hangat, ia pun merasa kau memiliki perasaan yang sama dengannya dan memutuskan untuk mengambil langkah pertama" Tukasku, "Dia menyatakan perasaannya padamu"
"Kau mengatakan itu semua dalam sekali ucap dengan nada yang kasual sekali, seolah itu bukan apa-apa" Ia tertawa kecil, "Dan kau salah, ia bukan hanya menyatakan perasaannya" Aku menoleh bingung. Segera terkaget dengan kalimat berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding My Way To You || Project Hypen (-) Jake Side
Fanfic"Memangnya kamu kuat?" "Kita lihat saja nanti" Highest rank: #2 Enhypen fanfiction - 9/9/22