22). Chance?

159 17 1
                                    

Lega sudah, tidak ada beban lagi yang akan mengganggu dirinya. Alea kini berada dikantin bersama dua sahabatnya itu, Liza dan Ceyra. Ia juga menjelaskan kejadian dari awal sampai akhir. Sahabatnya merasa tidak enak kepada Cynta, karena sudah menuduhnya tidak-tidak.

"Minta maaf guys, biar lega." Alea memerintahkan Liza dan Ceyra, kemudian dibalas anggukan.

"Iya, nanti pulang sekolah kita minta maaf," ucap Ceyra.

Ada satu hal lagi yang harus ia selesaikan, apakah ia harus memaafkan atau memutuskan? dipikir-pikir lagi, cowok kalau sudah pernah selingkuh, dia bakal ngelakuin lagi dan enggak akan berhenti.

Tapi ada beberapa sih yang tidak, namun wasapada juga diperlukan. "Menurut kalian, gue maafin Vito apa enggak?" tanya Alea, mencari pendapat.

Liza melepas seruputan nya dari sedotan, "Ikutin kata hati lo. Gue gak bisa kasih pendapat apapun. Kan lo yang ngejalanin."

"Nah setuju, tapi kalau masih sayang, ya bilang. Jangan bilang enggak, padahal hati jawabnya iya," seru Ceyra, Alea mencerna baik-baik, sepertinya dengan memberi kesempatan kedua, adalah yang terbaik.

Alea berpikir, untuk menanyakannya juga ke Cynta. Karena, pasti keputusan Cynta akan membuat dirinya yakin. Opini dari sahabatnya juga meyakinkan, namun masih kurang.

Alea pamit dengan Ceyra dan Liza, untuk menemui Cynta. Terpampanglah Cynta, didepan ruang perpus. Di sana berisik, omelan bu Dewi terdengar sampai tempat Alea berdiri.

"Emang yang beresih perpustakaan kamu! nyusahin penjaga sekolah aja sih. Emang kamu gak baca peraturan perpus ya? GAK BOLEH MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN DI DALAM PERPUS!" Amuk bu Dewi, tanganya dilipat depan dada.

"Iya ibu maaf, saya janji tidak akan mengulanginya," Ucap Cynta, ia menundukan kepalanya.

Bu Dewi memasang muka ketus, "Awas ya kamu! kalau sampai ngulangin lagi. Kena point 100." Bu Dewi masuk ke dalam perpus.

"Buseh, langsung 100. Di Drop out dong gue," batin Cynta, "Amit-amit," ucapnya pelan.

Di omelin tepat banyak orang, sungguh hal memalukan. Rasanya, ingin menghilang. Maluuu.

"Aduh, Cyn. Lo yang diomelin, gue yang malu," bisik Rehan.

"Siapa suruh lo di sini!?" Kesal Cynta, menatap sinis Rehan. Di balas cengiran oleh lelaki itu, "Ya, karena gue mau liat lo, disemprot sama bu Dewi."

"Kurang ajar! kampret lo kak," Cynta pergi ninggalin Rehan.

Alea melihat Cynta ingin pergi pun, cepat-cepat ia memanggil. Lalu berlari kecil ke arah Cynta.

"Cynta!"

Langkah kaki Cynta terhenti, ia menoleh ke arah Alea. "Iya kak?"

"Gue mau nanya, tapi jangan di sini lah ya. Em.. duduk di sana yu," Alea menunjuk kursi yang berada di ujung koridor. Dekat dengan kamar mandi perempuan.

Cynta mengiyakan ajakan Alea, ia membuntuti Alea di belakang.

"Mau nanya apa kak?" Penasaran Cynta, sambil mendudukan dirinya dikursi.

"Gini.. menurut lo, gue maafin Vito atau mutusin? gue bingung banget," ucap Alea, sebenarnya, dirinya juga merasa tidak enak dengan Cynta, pasti sangat berat untuk Cynta, tapi di sisi lain. Ia butuh pendapat dari Cynta.

"Maafin, gak ada salahnya kan, ngasih kesempatan kedua?" Ucap Cynta. Nyesek dengar pertanyaan itu, tapi mau gimana lagi? dirinya harus buat Alea dan Vito bersatu kembali.

"Tapi..lo gak apa-apa Cyn? gue enggak enak sama lo," kata Alea, menundukan kepalanya.

"Gak apa-apa banget. Gue malah seneng dan gue juga lega, kak." Cynta tersenyum, walaupun sebenarnya tidak.

Pacar Virtual (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang