3 - Lupa pamitan

222 52 6
                                    

                      ************

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


                      ************

Ada yang aneh dengan Aneska. Hari ini adalah hari jadwalnya ia berangkat sore sekitar jam dua, dan biasanya gadis itu akan selalu bangun siang. Tapi, lihatlah bahkan ini masih jam enam pagi dan gadis itu sudah bangun. Aneska keluar dari kamarnya melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, menuju dapur untuk mengambil segelas air minum.

"Tumben banget bangun pagi, Nes." Elina menoleh sebentar ke arah putrinya yang kini sedang duduk di kursi makan.

Elina masih saja sibuk dengan masakannya, wanita paruh baya itu masih saja bolak-balik membuat Aneska pusing saja. Gadis itu menopang kepalanya, matanya sedikit terpejam. Sungguh, Aneska masih sangat ngantuk.

"Gak tau Bu, lagi gak tumben kayaknya." Aneska menjawab dengan nada pelan, membuat Elina tersenyum.

"Masa Ibu gak tau sih, Deka kan ada disini. Ini Anes pasti biar gak di bilang cewek pemalas aja sih." Anisa datang bersama Anin, perempuan itu membantu putrinya untuk duduk di kursi bersebelahan dengan Aneska. Setelah itu Anisa langsung membantu Ibunya memasak.

"Apa sih Kak, males banget pagi-pagi udah bahas itu orang," sahutnya kesal.

Jadi, Deka nginap disini? Di rumah guee.

"Ante Nes, Anin mau buah." Mendengar suara ponakannya yang menggemaskan itu membuat Aneska tersenyum, gadis itu mengambil sebuah apel dan memberikannya pada Anin.

"Kamu mau sarapan apa Nes?" tanya Elina.

"Ibu lagi bikin apa?"

"Nasi goreng,"

"Ya udah, nasi goreng deh."

Aneska menoleh ke arah tangga dan mendapati Deka disana. Laki-laki itu sudah berganti dengan kemeja merah maroon, mungkin dia membawa baju ganti. Rambutnya juga tersisir dengan rapi. Tanpa sadar Aneska menatapnya tanpa berkedip, sampai suara Deka membuyarkan lamunannya.

"Nes, kamu baik-baik aja." Deka menepuk bahu Aneska pelan. Gadis itu terkejut, Aneska memegang kepalanya lagi. Gadis itu mendadak pusing sepertinya.

"Saya baik-baik aja kok," jawabnya. Padahal Aneska sudah malu, malu karena menatap Deka seperti tadi.

"Ya udah, kalau begitu sekalian saya mau pamit Bu. Sepertinya saya harus pulang sebentar," perkataan Deka membuat Elina menghentikan kegiatan memasaknya, wanita paruh baya itu langsung menghampiri Deka yang kini sudah rapi dan terlihat tampan.

"Nak Deka, mending sarapan dulu aja. Masakan Ibu sebentar lagi juga selesai kok,"

Deka tersenyum."Terima kasih Bu, tapi saya harus segera pergi."

"Oh, begitu baiklah." Deka menyalami wanita itu dan mencium tangannya sopan.

"Kak Anis, aku pamit sampaikan salamku untuk Mas Amzar." Anisa mengangguk. Perempuan itu memberikan satu jempolnya dan berkata hati-hati.

Deka berjalan mendekati anak kecil yang kini sedang memakan buah apel di tangannya. "Hei princess, Om Deka pamit dulu ya."

Anin mengangguk. "Ajak Anin jalan-jalan ya Om nanti."

Deka tersenyum. Sampai matanya tertuju dengan Aneska, mulutnya ingin berkata sesuatu sebelum dering ponsel sangat mengganggu suasana pagi ini. Deka mengambil ponsel di sakunya lalu mengangkat panggilan itu.

"Hallo, Shaira.."

Deka membalikkan badannya, kakinya melangkah menuju pintu keluar. Aneska yang melihat itu tidak percaya, apa Deka sengaja mempermainkannya. Bukankah dia ingin mengatakan sesuatu padanya? Sekedar berpamitan mungkin.

Nama Shaira begitu mengganggunya pagi ini. Aneska mengenalnya tentu saja, gadis itu adalah sahabat dekat Deka. Shaira bahkan sering kali ke resto hampir setiap hari. Aneska bangkit dari duduknya, sedikit berlari menaiki tangga agar cepat sampai di kamarnya. Gadis itu berniat tidur kembali, kepalanya mendadak pusing. Tanpa Aneska sadari Elina dan Anis terus  menatap Aneska sampai gadis itu sedikit menghentakkan kakinya ketika berjalan.

Anisa maupun Elina tidak berani bertanya, mereka tahu Aneska sedang kesal.

                  ************
Ini masih jam sepuluh pagi, Aneska datang ke Apartemen ingin menemui Zoya dan Sasi disana. Aneska menekan digit password di pintu itu dan terbuka. Gadis itu membawa paper bag berisi seragam resto untuk ia ganti nanti jika akan berangkat, ia langsung duduk di sofa panjang yang ada disana. Kepalanya ia senderkan ke sofa, Aneska benar-benar pusing sepertinya.

"Ini minum dulu deh, teh anget biar lo enakan." Aneska menerima segelas air teh dari tangan Zoya lalu menegaknya setengah.

"Pucet banget sih Nes, lo sakit?" Sasi datang dengan beberapa cemilan di tangannya. Meletakkan jajanan itu di meja lalu ikut bergabung duduk bertiga di sofa panjang itu.

"Gue agak pusing, semalam tidur gue gak nyenyak."

"Kenapa sih lagi ada yang lo pikirin?" Zoya bergeser mendekati Aneska. Tangan gadis itu membantu mengurut kepala Aneska pelan.

"Gak tau, gue kesel aja pas tau Deka nginap di rumah gue."

Apalagi yang masalah dia lupa pamitan itu, makin kesel gue jadinya.

"Jangan bilang semalam Deka nganterin lo pulang?" Aneska mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Sasi.

"Gue mau naik taksi aja waktu itu, tapi Deka dengan seenak jidatnya nyuruh itu taksi putar balik terus. Padahal kan gue lagi buru-buru buat kejutan untuk Ibu."

"Di tambah lagi kalian semua enggak pada aktif hapenya, bikin gue pengin nangis aja," lanjut Aneska lagi.

"Maaf Nes, gue lagi sama Mas Reno. Hp-nya gue silent."

"Gue juga udah tidur Nes di jam segitu."

Aneska mengangguk mengerti, seolah memberi jawaban enggak papa. Gadis itu memijit pelipisnya pelan, masih saja merasakan pusing yang tak kunjung hilang.

"Sini gue pijitin kepalanya Nes, lo tiduran aja di paha gue." Aneska menurut merebahkan badannya dan paha Sasi sebagai bantalan gadis itu. Zoya juga membantu memijit kakinya, betapa bahagianya Aneska mempunyai sahabat seperti Sasi dan Zoya.

"Ah pijitan kalian okey juga, gue merasa udah mendingan kayaknya."

"Nanti traktir ketoprak ya Nes, yang ada di pertigaan itu." Zoya masih terus memijit kaki Aneska, membuat Aneska berdecak seketika.

Temen kampret emang, pasti ada aja maunya.

"Btw, Tirsa mana? Tumben gak kelihatan."

"Mau kencan katanya sama Ayyara, kalian nanti seshift kan? Lo berangkat bareng aja sama Tirsa Nes,"

Aneska mengangguk, menyetujui saran Sasi. Lagipula dia masih sedikit pusing, sampai dia larut dalam pijitan kedua sahabatnya. Mata Aneska terpejam, gadis itu tertidur di sofa panjang itu. Membiarkan Sasi dan Zoya yang terus menerus memberinya pijitan.

                  ***********
Sampai jumpa lagii 👋

ANESKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang