5; - Irfan dan Buku -

820 91 0
                                    

Suara petikan gitar memenuhi ruangan, Jeriko memainkan gitar kesayangannya dengan baik. Suara lembut Jeriko mengalun indah, di temani dengan kesunyian hanya inu yang bia ia lakukan untuk melepas penat akibat seharian sekolah dan memikirkan kesehatannya yang semakin menurun.

But don't you remember?

The reason you loved me before

Baby, please remember me once more

When was the last time you thought of me?

Takk..

Jeriko menghentikan nyanyiannya dan petikan gitarnya, dengan serius mendengarkan suara dari luar lebih tepatnya suara sesuatu yang mengenai jendela balkonnya.

Tak..

Jeriko meletakkan gitarnya di kursi lalu membuka tirai jendelanya.

Tak..

Sebuah batu kecil menghantam kaca kamarnya, setelah mendapat siapa pelakunya Jeriko berteriak.

“Fan! Kenapa?” Jeriko memastikan orang yang dia sebut mendengar agar tidak melempar batu kearahnya.

“Keluar dong!” Suara Irfan.

Jeriko membuka pintu balkonnya lalu keluar. Rumah Keluarga Haki dan Keluarga Irfan bersebelahan, hanya di batasi pagar beton setinggi 2 meter. Bahkan kamar Jeriko yang berada di ujung kanan hanya berjarak 1 meter dari kamar Irfan. Sedangkan kamar Reiko berada di tengah dan Faraz di samping Reiko balkon kamar mereka menyatu. Padahal kalau Irfan loncat bisa sampe ke balkon kamar Jeriko. Kayaknya pemikiran itu harus diurungkan, bisa-bisa Irfan jatuh dari lantai dua dulu sebelum mendarat ke balkon kamar keluarga Haki.

Di luar sudah ada Irfan yang memakai piyama kotak hitam dengan kacamata bulat bertengger di matanya, Irfan hanya menggunakan kacamata saat belajar atau membaca saja.

“Kenapa?” Jeriko berdiri di sudut balkon agar mereka mudah berkomunikasi.

“Pinjem buku catetan matematika, ada yang kurang rumusnya.”

Jeriko mengangguk dan langsung masuk mengambil buku catatan matematikanya yang berada di meja belajar.  Lalu mengambil sapu ijuk yang ada dibalkon.

“Siap ya, bismillah,” Jeriko meletakkan buku catatannya di ujung sapu lalu perlahan memberikannya ke Irfan.

“Sampai dengan selamat, besok pagi gue balikin,” Irfan tersenyum.

“Sip,” Jeriko sambil mengacungkan jempolnya.

Setelahnya, Irfan masuk kekamar dan menutup pintu balkonmya. Jeriko masih betah di luar, ia menatap balkon Irfan sejenak lalu beralih menatap langit malam yang sedang bertaburan bintang. Tidak seperti langit Jakarta biasanya.

“Jer,”

“Astagfirullah, ngagetin aja rei,” Jeriko membalikkan tubuhnya menatap Reiko yang tadi memanggilnya, “Kenapa belum tidur?” Jeriko terlihat kesal.

“Tadinya mau tidur, tapi denger suara pintu kamu jadi penasaran.”

“Irfan minjem buku.”

Padahal sekarang sudah pukul 10, seharusnya mereka berdua sudah tidur. Setelah memberikan buku bukannya masuk Jeriko malah berdiri di pembatas balkon. Reiko jadi kesal dibuatnya, bisa-bisanya anak itu anteng menatap langit sedangkan dia khawatir.

“Diluar dingin, masuk,“ Reiko berdiri disebelahnya Jeriko.

“Lo juga,”

“Tinggal di jakarta, manggilnya udah lo-gue nih?” Reiko tersenyum jahil.

Untuk ReJerikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang